Selamat datang

3 hal yang akan membantu kita di akherat yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh

Senin, 09 November 2009

Teori Motivasi

Ada beberapa asumsi landasan dan dasar yang diperlukan guna memahami teori motivasi. Seorang pemimpin harus terlebih dahulu mempunyai suatu pengertian tentang kodrat manusia dan mengapa orang-orang berbuat seperti apa adanya.

1. Teori A.H. Maslow

Maslow (1943) mengemukakan teori motivasi yang dinamakan Maslow’s Need Hierarchy Theory or A Theory of Human Motivation atau Teori Hierarki Kebutuhan dari Maslow. Hierarki Kebutuhan dari Maslow ini diilhami oleh Human Science Theory dari Elton Mayo (Hasibuan, 2002:153).

A. H. Maslow, seorang psikolog, telah mengembangkan sebuah teori motivasi yang telah mendapat sambuatan luas dengan mengatakan kebutuhan-kebutuhan manusia dapat dimasukkan ke dalam lima kategori yang disusun menurut prioritas (Manullang, 2001:173).

Maslow dalam teorinya mengetengahkan tingkatan (hierarchy) kebutuhan, yang berbeda kekuatannya dalam memotivasi seseorang melakukan suatu kegiatan. Dengan kata lain kebutuhan bersifat bertingkat, yang secara berurutan berbeda kekuatannya dalam memotivasi suatu kegiatan, termasuk juga yang disebut bekerja (Nawawi, 2003:353).

Hierarki kebutuhan manusia menurut A. H .Maslow (gambar 2.1) adalah sebagai berikut (Hasibuan, 2002:154):

a. Physiological Needs (kebutuhan fisik dan biologis)

Physiological Needs yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup. Yang termasuk ke dalam kebutuhan ini adalah makan, minum, perumahan, udara, dan sebagainya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang beperilaku atau bekerja giat.

Dalam dunia perusahaan, industri, atau pemerintahan, pemenuhan kebutuhan ini sudah seharusnya ada. Akan tetapi, Maslow memperingatkan bahwa kebutuhan ini mempunyai kekuatan untuk menarik individu kembali ke suatu pola kelakuan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan.


5. Self Actualization

4. Esteem or status

3. Affliation or Acceptance

2. Safety and Security

1. Physiological


Pemuas kebutuhan-kebutuhan

Gambar 2.1

Konsep Hierarki Kebutuhan Menurut A. H. Maslow

b. Safety and Security Needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan)

Safety and Security Needs adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan. Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk, yaitu sebagai berikut:

1) Kebutuhan akan keamanan jiwa terutama keamanan jiwa di tempat pekerjaan pada saat mengerjakan pekerjaan di waktu jam-jam kerja.

2) Kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu jam-jam kerja. Salah satu bentuk dari pemuasan kebutuhan adalah dengan memberikan perlindungan asuransi (astek) kepada para karyawan.

c. Affiliation or Acceptance Needs or Belongingness (kebutuhan sosial)

Affiliation or Acceptance Needs adalah kebutuhan sosial, teman, afiliasi, interaksi, dicintai dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya. Manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial yang terdiri empat golongan:

1) Kebutuhan akan perasaan diterima orang lain di lingkungan tempat tinggal dan bekerja (sense of belonging).

a) Kebutuhan akan perasaan dihormati karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance).

2) Kebutuhan akan kemajuan dan tidak gagal (sense of achievement).

3) Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation).

d. Esteem or Status Needs (kebutuhan akan penghargaan atau prestise)

Esteem or Status Needs adalah kebutuhan akan penghargaan diri dan pengakuan serta prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Perlu diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam organisasi, semakin tinggi pula prestisenya.

e. Self Actualization (aktualisasi diri)

Self Actualization adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, ketrampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda satu dengan lainnya. Pemenuhan kebutuhan dapat dilakukan pimpinan perusahaan dengan menyelenggarakan pendidikan dan latihan.

2. Teori Frederick Herzberg

Frederick Herzberg (1950), seorang Profesor Ilmu Jiwa pada Universitas di Cleveland, Ohio, mengemukakan Teori Motivasi Dua Faktor atau Herzberg’s Two Factors Motivation Theory (Hasibuan, 2002:157). Penelitian yang dilakukannya dalam pengembangan teori ini dikaitkan dengan pandangan para karyawan tentang pekerjaannya. Hasil temuannya menunjukkan bahwa jika para karyawan berpandangan positif terhadap tugas pekerjaannya, tingkat kepuasannya biasanya tinggi. Sebaliknya, jika karyawan memandang tugas pekerjaannya secara negatif, dalam diri mereka tidak ada kepuasan (Siagian, 2002:107).

Menurut teori Herzberg, faktor-faktor yang berperan sebagai motivator terhadap pegawai, yakni yang mampu memuaskan dan mendorong orang untuk bekerja baik terdiri dari (Manullang, 2001:178):

a. Achievement (keberhasilan pelaksanaan)

Agar seorang bawahan dapat berhasil dalam pelaksanaan pekerjaannya, maka pemimpin harus mempelajari bawahannya dan pekerjaannya dengan memberikan kesempatan kepadanya agar bawahan dapat berusaha mencapai hasil. Bila bawahan telah berhasil mengerjakan pekerjaannya, pemimpin harus menyatakan keberhasilan itu.

b. Recognition (pengakuan)

Sebagai lanjutan dari keberhasilan pelaksanaan pemimpin harus memberi pernyataan pengakuan akan keberhasilan tersebut. Pengakuan terhadap keberhasilan bawahan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti: langsung menyatakan keberhasilan di tempat pekerjaannya, lebih baik dilakukan sewaktu ada orang orang lain; memberi surat penghargaan; memberi medali, surat penghargaan dan hadiah uang tunai; memberi kenaikan gaji dan promosi.

c. The work it self (pekerjaan itu sendiri)

Pemimpin membuat usaha-usaha yang riil dan meyakinkan, sehingga bawahan mengerti akan pentingnya pekerjaan yang dilakukannya dan berusaha menghindarkan kebosanan dalam pekerjaan bawahan serta mengusahakan agar setiap bawahan sudah tepat dalam pekerjaannya.

d. Responsibilities (tanggung jawab)

Agar responsibilities benar-benar menjadi faktor motivator bagi bawahan, pemimpin harus menghindari supervisi yang ketat, dengan membiarkan bawahan bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menerapkan prinsip partisipasi.

e. Advancement (pengembangan)

Agar faktor advancement benar-benar berfungsi sebagai motivator maka pemimpin dapat memulainya dengan melatih bawahan untuk pekerjaan yang lebih bertanggung jawab. Bila ini sudah dilakukan, selanjutnya pemimpin memberi rekomendasi tentang bawahan yang siap untuk pengembangan, untuk menaikkan pangkatnya atau dikirim mengikuti pendidikan atau latihan lanjutan.

Selanjutnya, faktor-faktor kedua (faktor-faktor hygiene) yang dapat menimbulkan rasa tidak puas kepada pegawai (demotivasi), terdiri dari (Manullang, 2001:179):

a. Company policy and administration (kebijaksanaan dan administrasi perusahaan)

Policy Personalia, umumnya dalam bentuk tertulis. Di sinilah peran masing-masing manajer, agar apa yang ditulis benar-benar direalisir dalam praktek oleh masing-masing manajer yang bersangkutan. Dalam hal ini supaya mereka berbuat seadil-adilnya.

b. Technical supervision (supervisi)

Dengan Technical Supervision yang menimbulkan kekecewaan dimaksudkan adanya kekurangmampuan di pihak atasan, bagaimana caranya men-supervisi dari segi teknis pekerjaan yang merupakan tanggung jawabnya. Untuk mengatasi hal ini para manajer harus berusaha memperbaiki dirinya dengan jalan mengikuti latihan atau pendidikan.

c. Interpersonal supervision (hubungan antar pribadi dengan atasan)

Interpersonal supervision menunjukkan hubungan perseorangan antara bawahan dengan atasannya, dimana kemungkinan bawahan merasa tidak dapat bergaul dengan “boss”nya.

d. Working condition (kondisi kerja)

Masing-masing manajer dapat berperan berbuat berbagai macam hal, agar keadaan masing-masing bawahannya menjadi lebih sesuai. Wewenang untuk itu, memang tidak seluruhnya berada di tangan masing-masing manajer, namun mereka dapat memperjuangkannya.

e. Wages (gaji)

Pada umumnya, masing-masing manajer tidak dapat menentukan sendiri skala gaji yang berlaku di dalam unitnya. Namun demikian, masing-masing manajer mempunyai kewajiban menilai apakah jabatan-jabatan di bawah pengawasannya mendapat kompensasi sesuai dengan pekerjaan yang mereka kerjakan.

3. Teori Mc.Gregor

Douglas Mc.Gregor adalah seorang psikolog sosial Amerika yang memimpin suatu varietas proyek riset dalam hal motivasi dan tingkah laku umum dari para anggota organisasi. Mc.Gregor adalah seorang guru besar manajemen pada lembaga teknik Massachusetts (Massachusetts Institute of Technology). Mc.Gregor terkenal dengan teori X dan teori Y-nya, dalam bukunya The Human Side of Enterprise (Segi Manusiawi Perusahaan). (Hasibuan, 2002:160)

a. Asumsi Teori X mengenai manusia

1) Pada umumnya manusia tidak senang bekerja

2) Pada umumnya manusia tidak senang berambisi, tidak ingin tanggung jawab dan lebih suka diarahkan

3) Pada umumnya manusia harus diawasi dengan ketat dan sering harus dipaksa untuk memperoleh tujuan-tujuan organisasi

4) Motivasi hanya berlaku sampai tingkat lower order needs (physiological and safety level). (Manullang, 2001:170)

b. Asumsi Teori Y mengenai manusia

1) Bekerja adalah kodrat manusia, jika kondisi menyenangkan

2) Pengawasan diri sendiri tidak terpisahkan untuk mencapai tujuan organisasi

3) Manusia dapat mengawasi diri sendiri dan memberi prestasi pada pekerjaan yang diberi motivasi dengan baik

4) Motivasi tidak saja mengenai lower needs tetapi pula sampai higher order needs. (Manullang, 2001:170)

4. Teori ERG

Kenyataan menunjukkan bahwa, makin banyak ahli psikologi yang berminat mendalami dan mengembangkan teori motivasi. Salah seorang diantaranya ialah Clayton Alderfer, seorang guru besar di Universitas Yale di Amerika Serikat. Alderfer mengetengahkan teori yang mengatakan bahwa, manusia mempunyai tiga kelompok kebutuhan inti (core needs) yang disebutnya Eksistensi, Hubungan, dan Pertumbuhan (Existence, Relatedness, and Growth – ERG). (Siagian, 2002:108)

Kelompok eksistensi sebagai kebutuhan, berkaitan dengan pemuasan kebutuhan materi yang diperlukan dalam mempertahankan eksistensi seseorang, yang kalau dikaitkan dengan teori Maslow terlihat pada kebutuhan fisiologis dan keamanan. Kelompok hubungan sebagai kebutuhan, berkaitan dengan pentingnya pemeliharaan hubungan interpersonal, yang dalam teori Maslow tergambar pada kebutuhan sosial dan harga diri. Sedangkan kelompok pertumbuhan, merupakan kebutuhan untuk berkembang secara intelektual, yang berarti identik dengan kebutuhan aktualisasi diri seperti ditekankan oleh Maslow.

5. Teori David Mc.Clelland

David Mc.Clelland, seorang ahli psikologi dari Universitas Harvard, mengemukakan teorinya yaitu Mc.Clelland’s Achievement Motivation Theory atau Teori Motivasi Prestasi Mc.Clelland. Setelah mempelajari persoalan yang menyangkut keberhasilan selama 20 tahun telah memformulasikan konsep kebutuhan untuk keberhasilan (the need to achieve) (Manullang, 2001:185).

Hal-hal yang memotivasi seseorang adalah:

a. Kebutuhan akan prestasi (need for achievement = nAch)

Kebutuhan akan Prestasi (nAch) merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu, nAch akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal (Hasibuan, 2002:162).

b. Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation = nAf)

Kebutuhan akan Afiliasi (nAf) menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu, nAf ini yang merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang menginginkan hal-hal berikut: Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia tinggal dan bekerja (sense of belonging); kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance); kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement); kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation) (Hasibuan, 2002:162).

c. Kebutuhan akan kekuasaan (need for power = nPow)

Kebutuhan akan Kekuasaan (nPow) merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. nPow akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik (Hasibuan, 2002:163).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar