Selamat datang

3 hal yang akan membantu kita di akherat yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh

Sabtu, 21 November 2009

KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan adalah subjek yang telah lama menarik perhatian banyak orang. Istilah yang mengkonotasikan citra individual yang kuat dan dinamis yang berhasil memimpin di bidang kemiliteran, memimpin perusahaan yang sedang berada di puncak kejayaan, atau memimpin negara. Istilah ini juga sering dipakai untuk menggambarkan keberanian dan kemampuan memimpin dalam berbagai mitos dan legenda. Sebagian besar gambaran sejarah kita adalah kisah tentang para pemimpin militer, agama, politik dan sosial yang dipuji atau dipersalahkan dalam suatu peristiwa sejarah yang penting, meskipun kita tidak terlalu mengetahui bagaimana peristiwa itu terjadi atau seberapa besar pengaruh kepemimpinannya.
Beberapa devinisi Kepemimpinan telah dirangkum dan disarikan oleh Gary Yukl dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan Dalam Organisasi (2005:4), diantaranya adalah:
1. Kepemimpinan adalah perilaku individu yang mengarahkan aktivitas kelompok untuk mencapai sasaran bersama (Hemphill & Coons, 1957:7).
2. Kepemimpinan adalah pengaruh tambahan yang melebihi dan berada di atas kebutuhan mekanis dalam mengarahkan organisasi secara rutin (D.Katz & Kahn, 1978 : 528 ).
3. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas kelompok yang terorganisir untuk mencapai sasaran (Rauch & Behling, 1984:46 ).
4. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk bertindak di luar budaya untuk memulai proses perubahan evolusi agar menjadi lebih adaptif (E.H. Schein, 1992:2).
5. Kepemimpinan adalah proses memberikan tujuan (arahan yang berarti) keusaha kolektif yang menyebabkan adanya usaha yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan (Jacobs & Jaques, 1990 : 281).

Sedangkan Andreas Lako (2004:81) dalam bukunya Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi menyimpulkan bahwa kepemimpinan sebagai suatu proses untuk mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas para anggota kelompok, memberikan visi, rasa gembira, kegairahan, cinta, kepercayaan, semangat, obsesi dan konsistensi kepada para angota organisasi dan menggunakan simbol-simbol, memberikan perhatian, menunjukkan contoh atau tindakan nyata, menghasilkan para pahlawan pada semua level organisasi, dan memberikan pelatihan secara efektif kepada anggota organisasi.

Dengan demikian kepemimpinan memiliki beberapa implikasi, antara lain adalah:
1. Kepemimpinan berarti melibatkan orang / pihak lain yaitu para karyawan atau pengikut.
2. Kepemimpinan melibatkan suatu distribusi kekuasaan yang tidak sama antara para pemimpin dengan para anggota kelompoknya.
3. Kepemimpinan memiliki kemampuan untuk memakai bentuk-bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku para anggota organisasinya dalam berbagai cara.
4. Kepemimpinan harus memiliki kompetensi ( knowledge, skills, abilities dan experience ) yang cukup, integritas moral dan etika pribadi yang tinggi untuk memimpin dan menjadi suri tauladan bagi para pengikutnya dalam membangun organisasi.

Pemimpin dan kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural maupun fungsional. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam tingkatan kepemimpinan ada tiga Tingkatan Kelompok Pimpinan pada setiap Organisasi, yaitu:
1. Top Management yang juga sering disebut dengan istilah administrative management.
2. Middle Management yaitu kelompok pimpinan tingkat menengah.
3. Lower Management yaitu kelompok pimpinan tingkat bawahan yang dikenal pula dengan istilah lainnya seperti “supervisory management”, “geng leader”, “mandor” atau “operational management”.

Kepemimpinan adalah merupakan inti dari pada manajemen, karena kepemimpinan merupakan “motor atau daya penggerak” dari pada semua sumber-sumber dan alat-alat (Resources) yang tersedia bagi suatu organisasi. Sedangkan peranan Pemimpin/Kepemimpinan menurut Mintzberg ada 3 macam yaitu:
1. Peranan Sebagai Figure head. Suatu peranan yang dilakukan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya di dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal. Pemimpin dianggap sebagai simbul dari kesemuanya itu melibatkan aktivitas-aktivitas interpersonal.
2. Peranan Sebagai Pemimpin (Leader). Peranan ini melakukan hubungan dengan yang dipimpin, dengan melakukan fungsi-fungsi pokoknya diantara pemimpin, motivasi, mengembangkan dan mengendalikan.
3. Peranan Sebagai Pejabat Perantara (Liaison Manager). Peranan yang berinteraksi dengan teman sejawat, staf dan orang-orang lain yang berada di luar organisasinya, untuk mendapatkan informasi. Maka pemimpin meletakkan peranan liaison dengan cara banyak berhubungan dengan sejumlah individu atau kelompok-kelompok tertentu yang berada di luar organisasinya.

Menurut R.E. Byrd dan Blok, keterampilan dalam kepemimpinan itu terdiri dari lima macam yaitu :
1. Pemberian kekuasaan (Empowerment). Yang dimaksud dengan pemberian kuasa (empowerment) adalah pembagian kuasa oleh pemimpin terhadap bawahannya. Sebagai contoh manajer melibatkan bawahannya dalam penetapan tujuan dan pembuatan rencana.
2. Intuisi (Intuition). Yang dimaksud dengan intuisi adalah ketertiban manajer dalam menata situasi, mengantisipasi perubahan, mengambil resiko, dan membangun kejujuran.
3. Pemahaman Diri (Self understanding). Yang dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan untuk mengenali kekuatan-kekuatan/hal-hal positif yang ada pada dirinya dan kemampuan dalam menetapkan upaya mengatasi kelemahan yang ada pada dirinya.
4. Pandangan (Vision). Yang dimaksud dengan pandangan adalah ketertiban dirinya dalam mengimajinasi kondisi lingkungan yang berbeda-beda, serta dalam mengimajinasi suatu kondisi untuk memperbaiki lingkungan organisasi.
5. Nilai Keserasian (Congruence value). Yang dimaksud dengan nilai keserasian adalah kemampuannya dalam mengetahui dan memahami nilai-nilai yang berkembang dalam organisasinya, nilai-nilai yang dimiliki bawahannya, serta dalam memadukan dua nilai tersebut menuju organisasi yang efektif.

Konsepsi mengenai kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting yaitu:
1. Kekuasaan. Adalah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
2. Kewibawaan. Adalah mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
3. Kemampuan. Adalah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan, keterampilan teknis, maupun sosial yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.

Menurut Dale Timpe yang disadur Husain Umar (2005:31) bahwa pemimpin merupakan orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin dan produktivitas jika bekerjasama dengan orang lain, tugas dan situasi agar dapat mencapai sasaran. Kepemimpinan yang efektif tergantung dari landasan manajerial yang kokoh, sedangkan landasan kepemimpinan yang kokoh antara lain:
1. Cara berkomunikasi.
2. Pemberian motivasi.
3. Kemampuan memimpin.
4. Pengambilan keputusan.
5. Kekuasaan yang positif.

Pemimpin sangat berarti dalam organisasi untuk mengelola jalannya perusahaan atau organisasi. Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain (Thoha, 1995). Yukl (1989) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses seseorang mempengaruhi anggota kelompok lain untuk mencapai tujuan organisasi. Stoner (1955, dalam Suranta, 1995) mendefinisi kepemimpinan manajerial merupakan suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari kelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. Kepemimpinan adalah suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan (coercive) untuk memotivasi orang-orang melalui komunikasi guna mencapai tujuan tertentu (Gibson, 2003). Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan (Robbins, 2003). Beberapa definisi tersebut menunjukkan adanya persamaan persepsi mangenai pengertian kepemimpinan.
Beberapa studi kepemimpinan klasik secara historis dapat membantu menentukan tahapan teori kepemimpinan tradisional dan modern, misalnya studi kepemimpinan Iowa, Ohio State, dan Michigan (Luthans, 1998, dalam Suranta, 2003). Studi kepemimpinan Iowa dipelopori oleh Lippitt dan White pada tahun 1930 (Suranta, 2003). Mereka menyatakan ada tiga gaya kepemimpinan, yaitu authoritarian, democratic, dan laissez-faire. Gaya kepemimpinan authoritarian sangat direktif dan tidak membolehkan partisipasi. Gaya kepemimpinan democratic mendorong diskusi kelompok dan pembuatan keputusan. Gaya kepemimpinan laissez-faire memberikan kebebasan penuh pada kelompok sehingga gaya kepemimpinan ini dianggap bukan merupakan tipe kepemimpinan.
Studi kepemimpinan Ohio State dilakukan oleh Bureau of Business Research pada Ohio State University pada tahun 1945. Studi itu terdiri dari tim interdisipliner dari berbagai bidang, antara lain psikologi, sosiologi, dan ekonomi. Mereka mengembangkan dan menggunakan Leader Behavior Description Questionnaire (LBDQ) untuk menganalisis kepemimpinan dalam berbagai tipe kelompok dan situasi. Studi tersebut menemukan dua kepemimpinan yang sangat berbeda, yaitu initiating structure dan consideration. Kepemimpinan initiating structure merupakan kepemimpinan berorientasi tugas atau tujuan sedang kepemimpinan consideration mengakui hubungan dan kebutuhan individual.
Beberapa teori kepemimpinan tradisional telah dikembangkan, misalnya teori kepemimpinan Trait menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan sifat yang dibawa sejak lahir dan bukan dibuat. Namun beberapa peneliti menerima kenyataan bahwa bajat/sifat kepemimpinan tidak dimiliki sepenuhnya sejak lahir tetapi juga dapat diperoleh melalui pembelajaran dan pengalaman.
Teori kepemimpinan Group and Change menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan kelompok harus ada pertukaran positif antara pemimpin dan pengikut (bawahan). Beberapa riset penting mengindikasi bahwa bawahan dapat mempengaruhi pemimpin seperti halnya pemimpin dapat mempengaruhi bawahannya, misalnya salah satu penelitian menemukan bahwa pada saat bawahan tidak melakukan tugas dengan baik, pemimpin cenderung menekankan pada tugas (initiating structure). Sebaliknya, pada saat bawahan melakukan tugas dengan baik, pemimpin meningkatkan penekanan pada orang (consideration).
Teori kepemimpinan kontinjensi (contingency theory of leadership) diawali dengan riset ahli psikologi sosial untuk menemukan beberapa variabel situasional yang mempengaruhi peran kepemimpinan, skill, perilaku, kinerja dan kepuasan bawahan. Akhirnya, Fiedler (1967) dalam Luthans (1998, dalam Suranta, 2003) mengusulkan teori kontinjensi atau teori keefektivan kepemimpinan (theory for leadership effectiveness). Ia mengembangkan model kontinjensi keefektivan kepemimpinan (contingency model of leadership effectiveness). Model itu terdiri dari hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menguntungkan (favorableness of the situation). Menurutnya, situasi yang menguntungkan terdiri dari tiga dimensi, yaitu hubungan pemimpin-bawahan, tingkat struktur tugas, dan kekuasaan posisi pemimpin. Situasi menguntungkan pemimpin bila ketiga dimensi tersebut tinggi. Sebaliknya, bila ketiga dimensi tersebut rendah, situasi tersebut tidak menguntungkan bagi pemimpin.
Teori kepemimpinan Path-Goal merupakan pengembangan dari pendekatan kontinjensi. Teori ini diturunkan dari rerangka teori motivasi ekspektasi. Teori Path-Goal berusaha menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan dan kinerja bawahan. Menurut House (1974) dalam Luthans (1998, dalam Suranta, 2003), teori ini terdiri dari empat gaya kepemimpinan, yaitu directive, supportive, participative, dan chievement-oriented leadership. Kepemimpinan directive mirip dengan kepemimpinan authoritarian yang dikemukakan oleh Lippitt dan White. Dalam kepemimpinan ini, pemimpin memberi perintah tertentu dan tidak ada partisipasi bawahan. Pemimpin supportive melakukan pendekatan dengan bawahan dan menunjukkan kesungguhannya pada bawahan. Pemimpin participative meminta dan menggunakan saran bawahan namun ia masih menentukan keputusan. Pemimpin achievement-oriented menentukan tujuan yang menantang bagi bawahan dan menunjukkan keyakinan bahwa mereka dapat mencapai tujuan tersebut dan dapat melakukannya dengan baik.

Di samping teori kepemimpinan tradisional, teori kepemimpinan modern telah dikembangkan, antara lain charismatic, transformational, social learning, dan substitutes theories of leadership. House (1976) dalam Luthans (1998, dalam Suranta, 2003) menyatakan ada beberapa karakteristik pemimpin charismatic, antara lain percaya diri (self-cinfidence) dan percaya pada bawahan, ekspektasi tinggi pada bawahan, dan memiliki visi ideologis. Oleh karena pemimpin charismatic akan dapat meningkatkan kinerja bawahan melalui ekspektasi, misalnya komitmen yang kuat pada pemimpin dan misinya.

Menurut Luthans (1998, dalam Yukl, 1994), teori kepemimpinan transformasional memberikan pondasi bagi pengembangan dalam abad 21. Burns (1978, dalam Yukl, 1994) mengidentifikasi dua tipe kepemimpinan politis, yaitu transaksional dan transformasional. Kepemimpinan transaksional meliputi pertukaran hubungan antara pemimpin dan pengikutnya (bawahan) sedang kepemimpinan transformasional lebih mendasarkan pada pergeseran nilai pemimpin, kepercayaan, dan kebutuhan pengikutnya (bawahan). Keller (1992) dan Tepper (1993) dalam Luthans (1998, dalam Suranta, 2003) telah melakukan studi lapangan (Field Study) dan menunjukkan bahwa pemimpin transformasional lebih sering melakukan legitimasi taktik dan menimbulkan tingkat identifikasi dan internalisai yang lebih tinggi dan memiliki kinerja yang lebih baik.
Teori kepemimpinan social learning memberikan model yang terus-menerus (continuous), interaksi timbal-balik antara pemimpin (termasuk kognisinya), lingkungan (termasuk bawahan dan variabel organisasional makro), dan perilaku pemimpin itu sendiri. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya perilaku dan continuous, dan penginteraksian semua variabel dalam kepemimpinan. Oleh karena itu, pendekatan ini akan nampak potensial di masa mendatang. Pendekatan substitute mengakui bahwa karakteristik bawahan, tugas, dan organisasional dapat mengantikan (substitute) atau menetralkan (neutralize) pengaruh perilaku pemimpin terhadap kepuasan dan kinerja bawahan.

Menurut Yukl (1989) menyatakan bahwa kategori gaya kepemimpinan yang bermakna/berarti (meaningful) adalah Gaya kepemimpinan berorientasi tugas (Task-Oriented) dan gaya kepemimpinan berorientasi hubungan (Relationship-Oriented), misalnya gaya kepemimpinan menurut Likert (1961, dalam Suranta, 2003) yang mengacu pada job-centered dan employee-centered, gaya kepemimpinan menurut Blake dan Mouton (1964, dalam Suranta, 2003) yang membedakan gaya kepemimpinan kedalam concern for production dan concern for people, gaya kepemimpinan menurut Fiedler (1967, dalam Suranta, 2003) yang memfokuskan pada gaya kepemimpinan directive dan permissive.
Sedangkan kepemimpinan menurut Model kemungkinan Fiedler merupakan suatu model teori yang menyatakan bahwa kelompok efektif bergantung pada padanan yang tepat antara gaya interaksi dari si pemimpin dengan bawahannya serta sampai tingkat mana situasi itu memberikan kendali dan pengaruh kepada si pemimpin. Fiedler selanjutnya mengembangkan instrumen yang disebut dengan kuesioner LPC sebagai kunci menentukan efektivitas kepemimpinan yaitu: hubungan pemimpin anggota, struktur tugas, dan kekuasaan posisi. Kuesioner LPC (Last Preferred Coworker) adalah suatu instrumen yang bermaksud mengukur apakah seseorang itu berorientasi tugas ataukah berorientasi hubungan.

Dalam model ini terdapat Hubungan pemimpin-anggota yang merupakan tingkat keyakinan, kepercayaan, dan respon bawahan terhadap pimpinan mereka. Struktur tugas adalah sampai tingkat mana penugasan pekerjaan diprosedurkan. Kekuasaan posisi adalah pengaruh yang berasal dari posisi formal seorang dari organisasi itu, termasuk kekuasaan untuk memperkerjakan, memecat, mendisiplinkan, mempromosikan, dan sistem penggajian.

Pada kepemimpinan model Fiedler: meramalkan bahwa bila dihadapkan pada situasi dalam kategori: I, II, III, IV, V, VI, VII, dan VIII. Pempimpin yang berorientasi pada tugas berkinerja lebih baik, tetapi pada situasi dalam kategori IV s/d VI. Pemimpin yang berorientasi pada hubungan berkinerja lebih dalam situasi yang mendukungnya. Kesimpulan Fiedler, untuk memperoleh kinerja kelompok yang efektif, ia merekonseptualisasi teorinya menjadi teori sumber daya kognitif.

Berdasar studi kepemimpinan klasik, teori kepemimpinan tradisional dan modern, Luthans (1998, dalam Suranta, 2003) menjelaskan tiga pendekatan gaya kepemimpinan berorientasi tugas (task-oriented) dan gaya kepemimpinan berorientasi hubungan (relationship-oriented) yang tersedia bagi manajer sekarang untuk mengahadapi tantangan, yaitu managerial style grid, situasional approach dan Likert’s four system of management. Salah satu pendekatan yang sangat populer untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan bagi manajer praktik adalah managerial style grid. Gaya kepemimpinan ini dikemukakan oleh Blake dan Mouton (1978, dalam Suranta, 2003). Dalam gaya concern for production. Dua dimensi itu ekuivalen dengan fungsi consideration dan initiating structure initiating structure yang diidentifikasi oleh Ohio State dan ekuivalen juga dengan gaya employee-centered dan production-centered yang digunakan dalam studi Michigan.

Blake dan Mouton (1979) dalam Luthans (1998, dalam Suranta, 2003) mengidentifikasi lima gaya kepemimpinnan dalam kisi (grid) yang merupakan kombinasi dari kepemimpinan concern for people dan concern for production. Kelima kombinasi itu adalah:
1. Kombinasi 1.1, pemimpin/manajer menunjukkan perhatian yang kecil pada orang maupun produksi. Gaya kepemimpinan ini kadang-kadang disebut ‘improverised’ style.
2. Kombinasi 1.9, pemimpin/manajer memiliki perhatian yang kecil pada produksi dan perhatian yang besar pada orang. Gaya kepemimpinan ini disebut ‘country club’ manager.
3. Kombinasi 9.1, pemimpin/manajer lebih menekankan pada produksi dan efisiensi operasi dan mengabaikan komponen manusia. Gaya kepemimpinan ini disebut ‘task’ manager.
4. Kombinasi 5.5, pemimpin/manajer berusaha untuk menyeimbangkan perhatian diantara produksi dan orang. Gaya kepemimpinan ini disebut ‘middle-of-the-roader’.
5. Kombinasi 9.9, pemimpin/manajer memiliki perhatian yang maksimum baik pada produksi (concern for production) maupun pada orang (concern for people). Gaya kepemimpinan ini disebut ‘team builder’.

Dari kelima kombinasi gaya kepemimpinan tersebut, kombinasi 9.9 dianggap kombinasi yang paling baik karena kombinasi itu memadukan nilai-nilai manusia dan organisasional yang berhasil dalam semua situasi. Mereka menganggap bahwa kedua nilai itu dapat dimaksimalkan secara bersama-sama.

Pendekatan lain yang populer adalah pendekatan life-cycle (situasional) yang dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard (1982, dalam Suranta, 2003). Hersey dan Blanchard (1982, dalam Suranta, 2003) mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan pokok, yaitu:
1. Task Style, pemimpin mengorganisir dan menentukan peran anggota kelompok kerja. Pemimpin menjelaskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh anggota.
2. Relationship Style, manajer berhubungan dekat anggota kelompok, dan membuka komunikasi serta mendukung psikologis dan emosional.

Dalam kepemimpinan model Hersey dan Blanchard tampak ada kemiripan dengan kisi manajerial:
1. Gaya mengatakan pada S1 sama dengan kisi manajerial 9,1;
2. Gaya menjual pada S2 sama dengan kisi manajerial 9,9;
3. Gaya berperan serta pada S3 sama dengan kisi manajerial 1,9;
4. Gaya mendelegasikan S4 sama dengan kisi manajerial 1,1;

Kemiripan tersebut dibantah oleh Blanchard dengan argumentasi bahwa: Kisi manajerial, menekankan kepedulian terhadap produksi dan orang, yang merupakan dimensi sikap. Kepemimpinan situasional menekankan perilaku tugas dan hubungan dengan asumsi bahwa penyesuaian langsung dari kerangka kisi manajerial untuk mencerminkan empat tahap kesiapan dari pengikut.

Mengacu pada studi Fiedler atas variabel situasional, Hersey dan Blanchard memasukkan kematangan (maturity) bawahan ke dalam modelnya. Tingkat kematangan bawahan diidentifikasi dengan tiga kriteria, yaitu degree of achievement motivation, willingness to take on responsibility, dan amount of education and/or experience. Berdasar model tersebut, ada empat gaya kepemimpinan dasar, yaitu:
1. Telling Style, gaya kepemimpinan berorientasi tugas tinggi (high-task), berorientasi hubungan rendah (low-relationship) dan efektif pada saat bawahan berada pada tingkat kematangan rendah.
2. Selling Style, gaya kepemimpinan ini berorientasi tinggi pada tugas maupun hubungan dan efektif pada saat bawahan berada pada tingkat kematangan rendah.
3. Participating Style, gaya kepemimpinan berorientasi tugas rendah (low-task), berorientasi hubungan tinggi (high-relationship) dan efektif pada saat bawahan berada pada tingkat kematangan tinggi.
4. Delegating Style, gaya kepemimpinan berorientasi tugas rendah (low-task), berorientasi hubungan rendah (low-relationship) dan efektif pada saat bawahan berada pada tingkat kematangan tinggi.

Menurut Luthans (1998, dalam Suranta, 2003), managerial style grid dan situasional approach sangat deskriptif dan kurang valid secara empiris. Pendekatan yang lebih valid secara empiris adalah Likert’s four system of management. Oleh karena itu, variabel gaya kepemimpinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan yang dikembangkan oleh Likert. Likert (1967) dalam Luthans (1998, dalam Suranta, 2003) mengusulkan empat kepemimpinan organisasional, yaitu:
1. System 1 (Exploitive Autocratic), pemimpin sangat otokratis, tidak percaya dengan bawahan, bawahan tidak mendapat kebebasan untuk berdiskusi dengan pemimpin/manajer, dan pemimpin mengeksploitasi anggota kelompok kerja.
2. System 2 (Benevolent Autocratic), pemimpin sedikit percaya pada bawahan, bawahan sedikit mendapat kebebasan untuk berdiskusi dengan pemimpin/manajer, pemimpin melakukan pengendalian yang ketat dan tidak pernah mendelegasikan kewenangan pada anggota kelompok kerja.
3. System 3 (Participative), pemimpin menaruh kepercayaan kepada bawahan namun tidak sepenuhnya, bawahan mendapat kebebasan untuk berdiskusi dengan pemimpin/manajer, pemimpin/manajer biasanya mendapat ide dan pendapat dari bawahan dan mencoba menggunakannya untuk melakukan perbaikan.
4. System 4 (Democratic), pemimpin menaruh kepercayaan penuh kepada bawahan, bawahan mendapat kebebasan penuh untuk berdiskusi dengan pemimpin/manajer, pemimpin/manajer selalu bertanya pada bawahan untuk mendapat opini bawahan dan mencoba menggunakan opini tersebut untuk melakukan perbaikan.

Likert dan koleganya (1967, dalam Suranta, 2003) melakukan studi untuk memberikan bukti empiris mengenai gaya kepemimpinan mana yang lebih efektif. Hasilnya adalah gaya kepemimpinan exploitive autocratic (System 1) dan benevolent autocratic (System 2) berhubungan dengan low-producing unit sedangkan gaya kepemimpinan participative (System 3), dan democratic (System 4) berhubungan dengan high-producing unit (Luthans, 1998, dalam Suranta, 2003).
Likert (1967, dalam Suranta, 2003) menyatakan bahwa ada tiga kelompok besar variabel yang mempengaruhi hubungan antara kepemimpinan dan kinerja dalam organisasi yang kompleks, yaitu:
1. Variabel penyebab (causal variable). Variabel ini merupakan variabel independen yang menentukan pengembangan dan hasil organisasi, misalnya struktur organisasi, kebijakan dan keputusan manajemen, gaya kepemimpinan, skill, dan perilaku manajer.
2. Intervening variables. Variabel ini mencerminkan iklim internal organisasi dan mempengaruhi hubungan interpersonal, komunikasi, dan pembuatan keputusan dalam organisasi. Variabel tersebut antara lain loyalitas, sikap, persepsi, dan motivasi.
3. Variabel akibat (end-result variables). Variabel ini merupakan variabel dependen dan merupakan outcome organisasi, misalnya produktivitas, jasa, cost, kualitas, dan earnings.
Kepemimpinan adalah subjek yang telah lama menarik perhatian banyak orang. Istilah yang mengkonotasikan citra individual yang kuat dan dinamis yang berhasil memimpin di bidang kemiliteran, memimpin perusahaan yang sedang berada di puncak kejayaan, atau memimpin negara. Istilah ini juga sering dipakai untuk menggambarkan keberanian dan kemampuan memimpin dalam berbagai mitos dan legenda. Sebagian besar gambaran sejarah kita adalah kisah tentang para pemimpin militer, agama, politik dan sosial yang dipuji atau dipersalahkan dalam suatu peristiwa sejarah yang penting, meskipun kita tidak terlalu mengetahui bagaimana peristiwa itu terjadi atau seberapa besar pengaruh kepemimpinannya.
Beberapa devinisi Kepemimpinan telah dirangkum dan disarikan oleh Gary Yukl dalam bukunya yang berjudul Kepemimpinan Dalam Organisasi (2005:4), diantaranya adalah:
1. Kepemimpinan adalah perilaku individu yang mengarahkan aktivitas kelompok untuk mencapai sasaran bersama (Hemphill & Coons, 1957:7).
2. Kepemimpinan adalah pengaruh tambahan yang melebihi dan berada di atas kebutuhan mekanis dalam mengarahkan organisasi secara rutin (D.Katz & Kahn, 1978 : 528 ).
3. Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas kelompok yang terorganisir untuk mencapai sasaran (Rauch & Behling, 1984:46 ).
4. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk bertindak di luar budaya untuk memulai proses perubahan evolusi agar menjadi lebih adaptif (E.H. Schein, 1992:2).
5. Kepemimpinan adalah proses memberikan tujuan (arahan yang berarti) keusaha kolektif yang menyebabkan adanya usaha yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan (Jacobs & Jaques, 1990 : 281).

Sedangkan Andreas Lako (2004:81) dalam bukunya Kepemimpinan dan Kinerja Organisasi menyimpulkan bahwa kepemimpinan sebagai suatu proses untuk mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas para anggota kelompok, memberikan visi, rasa gembira, kegairahan, cinta, kepercayaan, semangat, obsesi dan konsistensi kepada para angota organisasi dan menggunakan simbol-simbol, memberikan perhatian, menunjukkan contoh atau tindakan nyata, menghasilkan para pahlawan pada semua level organisasi, dan memberikan pelatihan secara efektif kepada anggota organisasi.

Dengan demikian kepemimpinan memiliki beberapa implikasi, antara lain adalah:
1. Kepemimpinan berarti melibatkan orang / pihak lain yaitu para karyawan atau pengikut.
2. Kepemimpinan melibatkan suatu distribusi kekuasaan yang tidak sama antara para pemimpin dengan para anggota kelompoknya.
3. Kepemimpinan memiliki kemampuan untuk memakai bentuk-bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku para anggota organisasinya dalam berbagai cara.
4. Kepemimpinan harus memiliki kompetensi ( knowledge, skills, abilities dan experience ) yang cukup, integritas moral dan etika pribadi yang tinggi untuk memimpin dan menjadi suri tauladan bagi para pengikutnya dalam membangun organisasi.

Pemimpin dan kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural maupun fungsional. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam tingkatan kepemimpinan ada tiga Tingkatan Kelompok Pimpinan pada setiap Organisasi, yaitu:
1. Top Management yang juga sering disebut dengan istilah administrative management.
2. Middle Management yaitu kelompok pimpinan tingkat menengah.
3. Lower Management yaitu kelompok pimpinan tingkat bawahan yang dikenal pula dengan istilah lainnya seperti “supervisory management”, “geng leader”, “mandor” atau “operational management”.

Kepemimpinan adalah merupakan inti dari pada manajemen, karena kepemimpinan merupakan “motor atau daya penggerak” dari pada semua sumber-sumber dan alat-alat (Resources) yang tersedia bagi suatu organisasi. Sedangkan peranan Pemimpin/Kepemimpinan menurut Mintzberg ada 3 macam yaitu:
1. Peranan Sebagai Figure head. Suatu peranan yang dilakukan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya di dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal. Pemimpin dianggap sebagai simbul dari kesemuanya itu melibatkan aktivitas-aktivitas interpersonal.
2. Peranan Sebagai Pemimpin (Leader). Peranan ini melakukan hubungan dengan yang dipimpin, dengan melakukan fungsi-fungsi pokoknya diantara pemimpin, motivasi, mengembangkan dan mengendalikan.
3. Peranan Sebagai Pejabat Perantara (Liaison Manager). Peranan yang berinteraksi dengan teman sejawat, staf dan orang-orang lain yang berada di luar organisasinya, untuk mendapatkan informasi. Maka pemimpin meletakkan peranan liaison dengan cara banyak berhubungan dengan sejumlah individu atau kelompok-kelompok tertentu yang berada di luar organisasinya.

Menurut R.E. Byrd dan Blok, keterampilan dalam kepemimpinan itu terdiri dari lima macam yaitu :
1. Pemberian kekuasaan (Empowerment). Yang dimaksud dengan pemberian kuasa (empowerment) adalah pembagian kuasa oleh pemimpin terhadap bawahannya. Sebagai contoh manajer melibatkan bawahannya dalam penetapan tujuan dan pembuatan rencana.
2. Intuisi (Intuition). Yang dimaksud dengan intuisi adalah ketertiban manajer dalam menata situasi, mengantisipasi perubahan, mengambil resiko, dan membangun kejujuran.
3. Pemahaman Diri (Self understanding). Yang dimaksud dengan pemahaman adalah kemampuan untuk mengenali kekuatan-kekuatan/hal-hal positif yang ada pada dirinya dan kemampuan dalam menetapkan upaya mengatasi kelemahan yang ada pada dirinya.
4. Pandangan (Vision). Yang dimaksud dengan pandangan adalah ketertiban dirinya dalam mengimajinasi kondisi lingkungan yang berbeda-beda, serta dalam mengimajinasi suatu kondisi untuk memperbaiki lingkungan organisasi.
5. Nilai Keserasian (Congruence value). Yang dimaksud dengan nilai keserasian adalah kemampuannya dalam mengetahui dan memahami nilai-nilai yang berkembang dalam organisasinya, nilai-nilai yang dimiliki bawahannya, serta dalam memadukan dua nilai tersebut menuju organisasi yang efektif.

Konsepsi mengenai kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting yaitu:
1. Kekuasaan. Adalah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
2. Kewibawaan. Adalah mampu mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin, dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
3. Kemampuan. Adalah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan, keterampilan teknis, maupun sosial yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.

Menurut Dale Timpe yang disadur Husain Umar (2005:31) bahwa pemimpin merupakan orang yang menerapkan prinsip dan teknik yang memastikan motivasi, disiplin dan produktivitas jika bekerjasama dengan orang lain, tugas dan situasi agar dapat mencapai sasaran. Kepemimpinan yang efektif tergantung dari landasan manajerial yang kokoh, sedangkan landasan kepemimpinan yang kokoh antara lain:
1. Cara berkomunikasi.
2. Pemberian motivasi.
3. Kemampuan memimpin.
4. Pengambilan keputusan.
5. Kekuasaan yang positif.

Pemimpin sangat berarti dalam organisasi untuk mengelola jalannya perusahaan atau organisasi. Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain (Thoha, 1995). Yukl (1989) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan proses seseorang mempengaruhi anggota kelompok lain untuk mencapai tujuan organisasi. Stoner (1955, dalam Suranta, 1995) mendefinisi kepemimpinan manajerial merupakan suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari kelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. Kepemimpinan adalah suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan (coercive) untuk memotivasi orang-orang melalui komunikasi guna mencapai tujuan tertentu (Gibson, 2003). Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan (Robbins, 2003). Beberapa definisi tersebut menunjukkan adanya persamaan persepsi mangenai pengertian kepemimpinan.
Beberapa studi kepemimpinan klasik secara historis dapat membantu menentukan tahapan teori kepemimpinan tradisional dan modern, misalnya studi kepemimpinan Iowa, Ohio State, dan Michigan (Luthans, 1998, dalam Suranta, 2003). Studi kepemimpinan Iowa dipelopori oleh Lippitt dan White pada tahun 1930 (Suranta, 2003). Mereka menyatakan ada tiga gaya kepemimpinan, yaitu authoritarian, democratic, dan laissez-faire. Gaya kepemimpinan authoritarian sangat direktif dan tidak membolehkan partisipasi. Gaya kepemimpinan democratic mendorong diskusi kelompok dan pembuatan keputusan. Gaya kepemimpinan laissez-faire memberikan kebebasan penuh pada kelompok sehingga gaya kepemimpinan ini dianggap bukan merupakan tipe kepemimpinan.
Studi kepemimpinan Ohio State dilakukan oleh Bureau of Business Research pada Ohio State University pada tahun 1945. Studi itu terdiri dari tim interdisipliner dari berbagai bidang, antara lain psikologi, sosiologi, dan ekonomi. Mereka mengembangkan dan menggunakan Leader Behavior Description Questionnaire (LBDQ) untuk menganalisis kepemimpinan dalam berbagai tipe kelompok dan situasi. Studi tersebut menemukan dua kepemimpinan yang sangat berbeda, yaitu initiating structure dan consideration. Kepemimpinan initiating structure merupakan kepemimpinan berorientasi tugas atau tujuan sedang kepemimpinan consideration mengakui hubungan dan kebutuhan individual.
Beberapa teori kepemimpinan tradisional telah dikembangkan, misalnya teori kepemimpinan Trait menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan sifat yang dibawa sejak lahir dan bukan dibuat. Namun beberapa peneliti menerima kenyataan bahwa bajat/sifat kepemimpinan tidak dimiliki sepenuhnya sejak lahir tetapi juga dapat diperoleh melalui pembelajaran dan pengalaman.
Teori kepemimpinan Group and Change menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan kelompok harus ada pertukaran positif antara pemimpin dan pengikut (bawahan). Beberapa riset penting mengindikasi bahwa bawahan dapat mempengaruhi pemimpin seperti halnya pemimpin dapat mempengaruhi bawahannya, misalnya salah satu penelitian menemukan bahwa pada saat bawahan tidak melakukan tugas dengan baik, pemimpin cenderung menekankan pada tugas (initiating structure). Sebaliknya, pada saat bawahan melakukan tugas dengan baik, pemimpin meningkatkan penekanan pada orang (consideration).
Teori kepemimpinan kontinjensi (contingency theory of leadership) diawali dengan riset ahli psikologi sosial untuk menemukan beberapa variabel situasional yang mempengaruhi peran kepemimpinan, skill, perilaku, kinerja dan kepuasan bawahan. Akhirnya, Fiedler (1967) dalam Luthans (1998, dalam Suranta, 2003) mengusulkan teori kontinjensi atau teori keefektivan kepemimpinan (theory for leadership effectiveness). Ia mengembangkan model kontinjensi keefektivan kepemimpinan (contingency model of leadership effectiveness). Model itu terdiri dari hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menguntungkan (favorableness of the situation). Menurutnya, situasi yang menguntungkan terdiri dari tiga dimensi, yaitu hubungan pemimpin-bawahan, tingkat struktur tugas, dan kekuasaan posisi pemimpin. Situasi menguntungkan pemimpin bila ketiga dimensi tersebut tinggi. Sebaliknya, bila ketiga dimensi tersebut rendah, situasi tersebut tidak menguntungkan bagi pemimpin.
Teori kepemimpinan Path-Goal merupakan pengembangan dari pendekatan kontinjensi. Teori ini diturunkan dari rerangka teori motivasi ekspektasi. Teori Path-Goal berusaha menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi, kepuasan dan kinerja bawahan. Menurut House (1974) dalam Luthans (1998, dalam Suranta, 2003), teori ini terdiri dari empat gaya kepemimpinan, yaitu directive, supportive, participative, dan chievement-oriented leadership. Kepemimpinan directive mirip dengan kepemimpinan authoritarian yang dikemukakan oleh Lippitt dan White. Dalam kepemimpinan ini, pemimpin memberi perintah tertentu dan tidak ada partisipasi bawahan. Pemimpin supportive melakukan pendekatan dengan bawahan dan menunjukkan kesungguhannya pada bawahan. Pemimpin participative meminta dan menggunakan saran bawahan namun ia masih menentukan keputusan. Pemimpin achievement-oriented menentukan tujuan yang menantang bagi bawahan dan menunjukkan keyakinan bahwa mereka dapat mencapai tujuan tersebut dan dapat melakukannya dengan baik.

Di samping teori kepemimpinan tradisional, teori kepemimpinan modern telah dikembangkan, antara lain charismatic, transformational, social learning, dan substitutes theories of leadership. House (1976) dalam Luthans (1998, dalam Suranta, 2003) menyatakan ada beberapa karakteristik pemimpin charismatic, antara lain percaya diri (self-cinfidence) dan percaya pada bawahan, ekspektasi tinggi pada bawahan, dan memiliki visi ideologis. Oleh karena pemimpin charismatic akan dapat meningkatkan kinerja bawahan melalui ekspektasi, misalnya komitmen yang kuat pada pemimpin dan misinya.

Menurut Luthans (1998, dalam Yukl, 1994), teori kepemimpinan transformasional memberikan pondasi bagi pengembangan dalam abad 21. Burns (1978, dalam Yukl, 1994) mengidentifikasi dua tipe kepemimpinan politis, yaitu transaksional dan transformasional. Kepemimpinan transaksional meliputi pertukaran hubungan antara pemimpin dan pengikutnya (bawahan) sedang kepemimpinan transformasional lebih mendasarkan pada pergeseran nilai pemimpin, kepercayaan, dan kebutuhan pengikutnya (bawahan). Keller (1992) dan Tepper (1993) dalam Luthans (1998, dalam Suranta, 2003) telah melakukan studi lapangan (Field Study) dan menunjukkan bahwa pemimpin transformasional lebih sering melakukan legitimasi taktik dan menimbulkan tingkat identifikasi dan internalisai yang lebih tinggi dan memiliki kinerja yang lebih baik.
Teori kepemimpinan social learning memberikan model yang terus-menerus (continuous), interaksi timbal-balik antara pemimpin (termasuk kognisinya), lingkungan (termasuk bawahan dan variabel organisasional makro), dan perilaku pemimpin itu sendiri. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya perilaku dan continuous, dan penginteraksian semua variabel dalam kepemimpinan. Oleh karena itu, pendekatan ini akan nampak potensial di masa mendatang. Pendekatan substitute mengakui bahwa karakteristik bawahan, tugas, dan organisasional dapat mengantikan (substitute) atau menetralkan (neutralize) pengaruh perilaku pemimpin terhadap kepuasan dan kinerja bawahan.

Menurut Yukl (1989) menyatakan bahwa kategori gaya kepemimpinan yang bermakna/berarti (meaningful) adalah Gaya kepemimpinan berorientasi tugas (Task-Oriented) dan gaya kepemimpinan berorientasi hubungan (Relationship-Oriented), misalnya gaya kepemimpinan menurut Likert (1961, dalam Suranta, 2003) yang mengacu pada job-centered dan employee-centered, gaya kepemimpinan menurut Blake dan Mouton (1964, dalam Suranta, 2003) yang membedakan gaya kepemimpinan kedalam concern for production dan concern for people, gaya kepemimpinan menurut Fiedler (1967, dalam Suranta, 2003) yang memfokuskan pada gaya kepemimpinan directive dan permissive.
Sedangkan kepemimpinan menurut Model kemungkinan Fiedler merupakan suatu model teori yang menyatakan bahwa kelompok efektif bergantung pada padanan yang tepat antara gaya interaksi dari si pemimpin dengan bawahannya serta sampai tingkat mana situasi itu memberikan kendali dan pengaruh kepada si pemimpin. Fiedler selanjutnya mengembangkan instrumen yang disebut dengan kuesioner LPC sebagai kunci menentukan efektivitas kepemimpinan yaitu: hubungan pemimpin anggota, struktur tugas, dan kekuasaan posisi. Kuesioner LPC (Last Preferred Coworker) adalah suatu instrumen yang bermaksud mengukur apakah seseorang itu berorientasi tugas ataukah berorientasi hubungan.

Dalam model ini terdapat Hubungan pemimpin-anggota yang merupakan tingkat keyakinan, kepercayaan, dan respon bawahan terhadap pimpinan mereka. Struktur tugas adalah sampai tingkat mana penugasan pekerjaan diprosedurkan. Kekuasaan posisi adalah pengaruh yang berasal dari posisi formal seorang dari organisasi itu, termasuk kekuasaan untuk memperkerjakan, memecat, mendisiplinkan, mempromosikan, dan sistem penggajian.

Pada kepemimpinan model Fiedler: meramalkan bahwa bila dihadapkan pada situasi dalam kategori: I, II, III, IV, V, VI, VII, dan VIII. Pempimpin yang berorientasi pada tugas berkinerja lebih baik, tetapi pada situasi dalam kategori IV s/d VI. Pemimpin yang berorientasi pada hubungan berkinerja lebih dalam situasi yang mendukungnya. Kesimpulan Fiedler, untuk memperoleh kinerja kelompok yang efektif, ia merekonseptualisasi teorinya menjadi teori sumber daya kognitif.

Berdasar studi kepemimpinan klasik, teori kepemimpinan tradisional dan modern, Luthans (1998, dalam Suranta, 2003) menjelaskan tiga pendekatan gaya kepemimpinan berorientasi tugas (task-oriented) dan gaya kepemimpinan berorientasi hubungan (relationship-oriented) yang tersedia bagi manajer sekarang untuk mengahadapi tantangan, yaitu managerial style grid, situasional approach dan Likert’s four system of management. Salah satu pendekatan yang sangat populer untuk mengidentifikasi gaya kepemimpinan bagi manajer praktik adalah managerial style grid. Gaya kepemimpinan ini dikemukakan oleh Blake dan Mouton (1978, dalam Suranta, 2003). Dalam gaya concern for production. Dua dimensi itu ekuivalen dengan fungsi consideration dan initiating structure initiating structure yang diidentifikasi oleh Ohio State dan ekuivalen juga dengan gaya employee-centered dan production-centered yang digunakan dalam studi Michigan.

Blake dan Mouton (1979) dalam Luthans (1998, dalam Suranta, 2003) mengidentifikasi lima gaya kepemimpinnan dalam kisi (grid) yang merupakan kombinasi dari kepemimpinan concern for people dan concern for production. Kelima kombinasi itu adalah:
1. Kombinasi 1.1, pemimpin/manajer menunjukkan perhatian yang kecil pada orang maupun produksi. Gaya kepemimpinan ini kadang-kadang disebut ‘improverised’ style.
2. Kombinasi 1.9, pemimpin/manajer memiliki perhatian yang kecil pada produksi dan perhatian yang besar pada orang. Gaya kepemimpinan ini disebut ‘country club’ manager.
3. Kombinasi 9.1, pemimpin/manajer lebih menekankan pada produksi dan efisiensi operasi dan mengabaikan komponen manusia. Gaya kepemimpinan ini disebut ‘task’ manager.
4. Kombinasi 5.5, pemimpin/manajer berusaha untuk menyeimbangkan perhatian diantara produksi dan orang. Gaya kepemimpinan ini disebut ‘middle-of-the-roader’.
5. Kombinasi 9.9, pemimpin/manajer memiliki perhatian yang maksimum baik pada produksi (concern for production) maupun pada orang (concern for people). Gaya kepemimpinan ini disebut ‘team builder’.

Dari kelima kombinasi gaya kepemimpinan tersebut, kombinasi 9.9 dianggap kombinasi yang paling baik karena kombinasi itu memadukan nilai-nilai manusia dan organisasional yang berhasil dalam semua situasi. Mereka menganggap bahwa kedua nilai itu dapat dimaksimalkan secara bersama-sama.

Pendekatan lain yang populer adalah pendekatan life-cycle (situasional) yang dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard (1982, dalam Suranta, 2003). Hersey dan Blanchard (1982, dalam Suranta, 2003) mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan pokok, yaitu:
1. Task Style, pemimpin mengorganisir dan menentukan peran anggota kelompok kerja. Pemimpin menjelaskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh anggota.
2. Relationship Style, manajer berhubungan dekat anggota kelompok, dan membuka komunikasi serta mendukung psikologis dan emosional.

Dalam kepemimpinan model Hersey dan Blanchard tampak ada kemiripan dengan kisi manajerial:
1. Gaya mengatakan pada S1 sama dengan kisi manajerial 9,1;
2. Gaya menjual pada S2 sama dengan kisi manajerial 9,9;
3. Gaya berperan serta pada S3 sama dengan kisi manajerial 1,9;
4. Gaya mendelegasikan S4 sama dengan kisi manajerial 1,1;

Kemiripan tersebut dibantah oleh Blanchard dengan argumentasi bahwa: Kisi manajerial, menekankan kepedulian terhadap produksi dan orang, yang merupakan dimensi sikap. Kepemimpinan situasional menekankan perilaku tugas dan hubungan dengan asumsi bahwa penyesuaian langsung dari kerangka kisi manajerial untuk mencerminkan empat tahap kesiapan dari pengikut.

Mengacu pada studi Fiedler atas variabel situasional, Hersey dan Blanchard memasukkan kematangan (maturity) bawahan ke dalam modelnya. Tingkat kematangan bawahan diidentifikasi dengan tiga kriteria, yaitu degree of achievement motivation, willingness to take on responsibility, dan amount of education and/or experience. Berdasar model tersebut, ada empat gaya kepemimpinan dasar, yaitu:
1. Telling Style, gaya kepemimpinan berorientasi tugas tinggi (high-task), berorientasi hubungan rendah (low-relationship) dan efektif pada saat bawahan berada pada tingkat kematangan rendah.
2. Selling Style, gaya kepemimpinan ini berorientasi tinggi pada tugas maupun hubungan dan efektif pada saat bawahan berada pada tingkat kematangan rendah.
3. Participating Style, gaya kepemimpinan berorientasi tugas rendah (low-task), berorientasi hubungan tinggi (high-relationship) dan efektif pada saat bawahan berada pada tingkat kematangan tinggi.
4. Delegating Style, gaya kepemimpinan berorientasi tugas rendah (low-task), berorientasi hubungan rendah (low-relationship) dan efektif pada saat bawahan berada pada tingkat kematangan tinggi.

Menurut Luthans (1998, dalam Suranta, 2003), managerial style grid dan situasional approach sangat deskriptif dan kurang valid secara empiris. Pendekatan yang lebih valid secara empiris adalah Likert’s four system of management. Oleh karena itu, variabel gaya kepemimpinan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan yang dikembangkan oleh Likert. Likert (1967) dalam Luthans (1998, dalam Suranta, 2003) mengusulkan empat kepemimpinan organisasional, yaitu:
1. System 1 (Exploitive Autocratic), pemimpin sangat otokratis, tidak percaya dengan bawahan, bawahan tidak mendapat kebebasan untuk berdiskusi dengan pemimpin/manajer, dan pemimpin mengeksploitasi anggota kelompok kerja.
2. System 2 (Benevolent Autocratic), pemimpin sedikit percaya pada bawahan, bawahan sedikit mendapat kebebasan untuk berdiskusi dengan pemimpin/manajer, pemimpin melakukan pengendalian yang ketat dan tidak pernah mendelegasikan kewenangan pada anggota kelompok kerja.
3. System 3 (Participative), pemimpin menaruh kepercayaan kepada bawahan namun tidak sepenuhnya, bawahan mendapat kebebasan untuk berdiskusi dengan pemimpin/manajer, pemimpin/manajer biasanya mendapat ide dan pendapat dari bawahan dan mencoba menggunakannya untuk melakukan perbaikan.
4. System 4 (Democratic), pemimpin menaruh kepercayaan penuh kepada bawahan, bawahan mendapat kebebasan penuh untuk berdiskusi dengan pemimpin/manajer, pemimpin/manajer selalu bertanya pada bawahan untuk mendapat opini bawahan dan mencoba menggunakan opini tersebut untuk melakukan perbaikan.

Likert dan koleganya (1967, dalam Suranta, 2003) melakukan studi untuk memberikan bukti empiris mengenai gaya kepemimpinan mana yang lebih efektif. Hasilnya adalah gaya kepemimpinan exploitive autocratic (System 1) dan benevolent autocratic (System 2) berhubungan dengan low-producing unit sedangkan gaya kepemimpinan participative (System 3), dan democratic (System 4) berhubungan dengan high-producing unit (Luthans, 1998, dalam Suranta, 2003).
Likert (1967, dalam Suranta, 2003) menyatakan bahwa ada tiga kelompok besar variabel yang mempengaruhi hubungan antara kepemimpinan dan kinerja dalam organisasi yang kompleks, yaitu:
1. Variabel penyebab (causal variable). Variabel ini merupakan variabel independen yang menentukan pengembangan dan hasil organisasi, misalnya struktur organisasi, kebijakan dan keputusan manajemen, gaya kepemimpinan, skill, dan perilaku manajer.
2. Intervening variables. Variabel ini mencerminkan iklim internal organisasi dan mempengaruhi hubungan interpersonal, komunikasi, dan pembuatan keputusan dalam organisasi. Variabel tersebut antara lain loyalitas, sikap, persepsi, dan motivasi.
3. Variabel akibat (end-result variables). Variabel ini merupakan variabel dependen dan merupakan outcome organisasi, misalnya produktivitas, jasa, cost, kualitas, dan earnings.
»»  Selanjutnya...

KINERJA

Batasan mengenai kinerja bisa dilihat dari berbagai sudut pandang tergantung kepada tujuan masing-masing organisasi.
1. Pengertian Kinerja
Secara umum pengertian kinerja merupakan fungsi yang berkaitan dari usaha karyawan yang didukung dengan motivasi yang tinggi dengan kemampuan karyawan yang diperoleh melalui latihan-latihan. Jika kinerja baik, hal ini berarti performance pekerja baik dan akan dapat mendorong pekerja terutama dalam pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. (Gomes, 1996:160).
Menurut beberapa ahli manajemen, kinerja adalah kesediaan para pekerja untuk mempergunakan tenaga di dalam menghasilkan barang dan jasa yang menjadi tujuan dari perusahaan tertentu (Wiyadi 1993:34). Sedangkan menurut J. Ravianto (1992:16) “Kinerja adalah perbandingan matematis antara jumlah yang dihasilkan dengan tiap sumber yang digunakan dalam kegiatan proses produksi berlangsung.”
Dari pengertian beberapa pendapat ahli tersebut, dapat dijelaskan bahwa kinerja adalah suatu hubungan antara masukan (input) dan pengeluaran (output) yang hasilnya dibandingkan dengan hasil kerja seharusnya (standar) yang telah ditetapkan dalam suatu proses produksi berlangsung, dimana tinggi atau rendahnya tingkat kinerja karyawan ditentukan oleh hasil kerja mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan oleh perusahaan dibandingkan dengan standar kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Wiyadi (1993:40) mengemukakan bahwa indikator-indikator yang dapat mempengaruihi kinerja adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan dan ketrampilan
Pendidikan dan kertampilan meliputi berbagai hal yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan, baik karyawan yang baru direkrut maupun karyawan lama yang dipersiapkan untuk promosi jabatan. Selain itu, pendidikan dan pelatihan dilakukan untuk menyegarkan pikiran dan memperbaharui kemampuan karyawan agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang diomiliki oleh perusahaan, sehingga karyawan dapat mengimbangi kemajuan perusahaan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya.
b. Disiplin
Disiplin berkaitan dengan perilaku karyawan dalam menepati aturan maupun ketetapan perusahaan.
c. Sikap
Sikap karyawan cenderung berkaitan dengan kebiasaan karyawan yang bersangkutan. Namun sikap yang dimiliki oleh karyawan dapat diarahkan agar menyesuaikan dengan kebijakan dan aturan yang berlaku di perusahaan. Sikap dari masing-masing karyawan dan seluruh karyawan pada akhirnya akan menciptakan budaya perusahaan.
d. Motivasi
Motivasi atau dorongan yang dimiliki oleh seorang karyawan berkaitan dengan keinginan dan harapan yang ingin dicapai.
e. Gizi dan kesehatan
Gizi yang baik dan terpenuhi akan mempengaruhi kesehatan karyawan. Dengan demikian, jika karyawan dalam kondisi yang fit dan sehat, maka karyawan tersebut dapat menunjukkan kinerja yang baik bagi perusahaan.
f. Hubungan industrial dan lingkungan kerja
Jalinan komunikasi yang baik antara perusahaan dengan karyawan yang ada serta lingkungan kerja yang kondusif akan memberikan efek yang positif terhadap kinerja karyawan.
g. Teknologi dan sarana produksi
Kemampuan perusahaan untuk mendatangkan dan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada serta sarana produksi yang menggunakan peralatan mekanis sesuai dengan perkembangan teknologi informasi yang ada sangat membantu efisiensi produksi perusahaan dan meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan serta dapat mempercepat proses produksi, sehingga jumlah produksi lebih banyak dan berdampak pada biaya produksi rata-rata perunit lebih rendah. Pada akhirnya, harga jual makin kompetitif.
h. Kesempatan berprestasi
Jenjang karier yang jelas dan kesempatan untuk mengisi posisi yang ada akan memacu kinerja karyawan.

Menurut pendapat Ravianto (1992:18) mengemukakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Pendidikan
b. Ketrampilan
c. Disiplin
d. Kompensasi
e. Motivasi
f. Gizi dan kesehatan
g. Tingkat penghasilan
h. Jaminan sosial
i. Lingkungan dan iklim kerja
j. Hubunga industrialisasi
k. Teknologi
l. Sarana produksi
m. Manajemen
n. Kesempatan berprestasi

Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan dan ketrampilan
b. Disiplin dan motivasi
c. Gizi dan kesehatan
d. Pengupahan
e. Kompensasi
f. Pengendalian tenaga kerja
g. Kesempatan berprestasi
h. Jaminan sosial
i. Lingkungan dan iklim kerja
j. Teknologi dan sarana produksi
k. Manajemen dan hubungan industrial

3. Indikator-indikator Penilaian Kinerja
Untuk mengetahui apakah kinerja karyawan di suatu perusahaan itu tinggi atau rendah, maka harus dilakukan penilaian. Menurut Alek (1992:88) beberapa indikator kinerja kerja adalah sebagai berikut:
a. Tingkat absensi
b. Tanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan
c. LTO atau tingkat perputaran tenaga kerja
d. Adanya pemogokan
e. Adanya kelambatan kerja
f. Seringnya terjadi kesalahan dalam kerja
g. Adanya keluhan-keluhan

Cara untuk meningkatkan kinerja bersifat material maupun non material (Alek, 1992:90). Cara mana yang paling tepat sudah tentu tergantung pada situasi dan kondisi perusahaan serta tujuan yang ingin dicapai. Beberapa hal yang dapat meningkatkan kinerja adalah sebagai berikut:
a. Gaji yang cukup
b. Memperbaiki kebutuhan rohani
c. Sekali-kali menciptakan suasana santai
d. Harga diri perlu mendapat perhatian
e. Tempatkan karyawan pada posisi yang tepat
f. Berikan kesempatan kepada mereka untuk maju
g. Perasaan untuk menghadapi masa depan perlu diperhatikan
h. Usahakan karyawan mempunyai loyalitas
i. Sekali-kali karyawan perlu diajak berunding
j. Pemberian insentif yang terarah
k. Fasilitas yang menyenangkan
Batasan mengenai kinerja bisa dilihat dari berbagai sudut pandang tergantung kepada tujuan masing-masing organisasi.
1. Pengertian Kinerja
Secara umum pengertian kinerja merupakan fungsi yang berkaitan dari usaha karyawan yang didukung dengan motivasi yang tinggi dengan kemampuan karyawan yang diperoleh melalui latihan-latihan. Jika kinerja baik, hal ini berarti performance pekerja baik dan akan dapat mendorong pekerja terutama dalam pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. (Gomes, 1996:160).
Menurut beberapa ahli manajemen, kinerja adalah kesediaan para pekerja untuk mempergunakan tenaga di dalam menghasilkan barang dan jasa yang menjadi tujuan dari perusahaan tertentu (Wiyadi 1993:34). Sedangkan menurut J. Ravianto (1992:16) “Kinerja adalah perbandingan matematis antara jumlah yang dihasilkan dengan tiap sumber yang digunakan dalam kegiatan proses produksi berlangsung.”
Dari pengertian beberapa pendapat ahli tersebut, dapat dijelaskan bahwa kinerja adalah suatu hubungan antara masukan (input) dan pengeluaran (output) yang hasilnya dibandingkan dengan hasil kerja seharusnya (standar) yang telah ditetapkan dalam suatu proses produksi berlangsung, dimana tinggi atau rendahnya tingkat kinerja karyawan ditentukan oleh hasil kerja mereka dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan oleh perusahaan dibandingkan dengan standar kerja yang ditetapkan oleh perusahaan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Wiyadi (1993:40) mengemukakan bahwa indikator-indikator yang dapat mempengaruihi kinerja adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan dan ketrampilan
Pendidikan dan kertampilan meliputi berbagai hal yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan, baik karyawan yang baru direkrut maupun karyawan lama yang dipersiapkan untuk promosi jabatan. Selain itu, pendidikan dan pelatihan dilakukan untuk menyegarkan pikiran dan memperbaharui kemampuan karyawan agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang diomiliki oleh perusahaan, sehingga karyawan dapat mengimbangi kemajuan perusahaan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya.
b. Disiplin
Disiplin berkaitan dengan perilaku karyawan dalam menepati aturan maupun ketetapan perusahaan.
c. Sikap
Sikap karyawan cenderung berkaitan dengan kebiasaan karyawan yang bersangkutan. Namun sikap yang dimiliki oleh karyawan dapat diarahkan agar menyesuaikan dengan kebijakan dan aturan yang berlaku di perusahaan. Sikap dari masing-masing karyawan dan seluruh karyawan pada akhirnya akan menciptakan budaya perusahaan.
d. Motivasi
Motivasi atau dorongan yang dimiliki oleh seorang karyawan berkaitan dengan keinginan dan harapan yang ingin dicapai.
e. Gizi dan kesehatan
Gizi yang baik dan terpenuhi akan mempengaruhi kesehatan karyawan. Dengan demikian, jika karyawan dalam kondisi yang fit dan sehat, maka karyawan tersebut dapat menunjukkan kinerja yang baik bagi perusahaan.
f. Hubungan industrial dan lingkungan kerja
Jalinan komunikasi yang baik antara perusahaan dengan karyawan yang ada serta lingkungan kerja yang kondusif akan memberikan efek yang positif terhadap kinerja karyawan.
g. Teknologi dan sarana produksi
Kemampuan perusahaan untuk mendatangkan dan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada serta sarana produksi yang menggunakan peralatan mekanis sesuai dengan perkembangan teknologi informasi yang ada sangat membantu efisiensi produksi perusahaan dan meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan serta dapat mempercepat proses produksi, sehingga jumlah produksi lebih banyak dan berdampak pada biaya produksi rata-rata perunit lebih rendah. Pada akhirnya, harga jual makin kompetitif.
h. Kesempatan berprestasi
Jenjang karier yang jelas dan kesempatan untuk mengisi posisi yang ada akan memacu kinerja karyawan.

Menurut pendapat Ravianto (1992:18) mengemukakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Pendidikan
b. Ketrampilan
c. Disiplin
d. Kompensasi
e. Motivasi
f. Gizi dan kesehatan
g. Tingkat penghasilan
h. Jaminan sosial
i. Lingkungan dan iklim kerja
j. Hubunga industrialisasi
k. Teknologi
l. Sarana produksi
m. Manajemen
n. Kesempatan berprestasi

Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut:
a. Pendidikan dan ketrampilan
b. Disiplin dan motivasi
c. Gizi dan kesehatan
d. Pengupahan
e. Kompensasi
f. Pengendalian tenaga kerja
g. Kesempatan berprestasi
h. Jaminan sosial
i. Lingkungan dan iklim kerja
j. Teknologi dan sarana produksi
k. Manajemen dan hubungan industrial

3. Indikator-indikator Penilaian Kinerja
Untuk mengetahui apakah kinerja karyawan di suatu perusahaan itu tinggi atau rendah, maka harus dilakukan penilaian. Menurut Alek (1992:88) beberapa indikator kinerja kerja adalah sebagai berikut:
a. Tingkat absensi
b. Tanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan
c. LTO atau tingkat perputaran tenaga kerja
d. Adanya pemogokan
e. Adanya kelambatan kerja
f. Seringnya terjadi kesalahan dalam kerja
g. Adanya keluhan-keluhan

Cara untuk meningkatkan kinerja bersifat material maupun non material (Alek, 1992:90). Cara mana yang paling tepat sudah tentu tergantung pada situasi dan kondisi perusahaan serta tujuan yang ingin dicapai. Beberapa hal yang dapat meningkatkan kinerja adalah sebagai berikut:
a. Gaji yang cukup
b. Memperbaiki kebutuhan rohani
c. Sekali-kali menciptakan suasana santai
d. Harga diri perlu mendapat perhatian
e. Tempatkan karyawan pada posisi yang tepat
f. Berikan kesempatan kepada mereka untuk maju
g. Perasaan untuk menghadapi masa depan perlu diperhatikan
h. Usahakan karyawan mempunyai loyalitas
i. Sekali-kali karyawan perlu diajak berunding
j. Pemberian insentif yang terarah
k. Fasilitas yang menyenangkan
»»  Selanjutnya...

PRESTASI KERJA

1. Pengertian Prestasi Kerja
Karyawan yang merasa bahwa pekerjaannya tidak penting sering tidak bersemangat dalam melaksanakan pekerjaannya dan sering mengeluh tentang pekerjaannya. Tapi sebaliknya seorang karyawan yang merasa pekerjaannya penting akan puas setelah menyelesaikan pekerjaan yang telah menjadi tanggung jawabnya.
Menurut Hasibuan (2002:94) pengertian prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas, semakin besarlah prestasi kerja karyawan yang bersangkutan (Hasibuan, 2002:94).
Definisi penilaian prestasi kerja menurut Andrew F. Sikula (dalam Hasibuan 2002:87) adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan. Sedangkan menurut Dale Yoder (dalam Hasibuan 2002:88) penilaian prestasi kerja adalah prosedur formal yang dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta kepentingan bagi pegawai.
2. Penilaian Prestasi Kerja
Setiap perusahaan perlu melakukan penilaian prestasi kerja para karyawannya. Yang menjadi masalah adalah metode yang akan dipilih. Metode-metode penilaian presatsi kerja pada dasarnya bisa dibagi menjadi 3, yaitu (Ranupandojo dan Husnan, 1990:121):
a. Penilaian secara kebetulan, tidak sistematis dan sering membahayakan.
b. Metode tradisional yang sistematis, yang mengukur:
1) Karakteristik karyawan
2) Sumbangan karyawan kepada organisasi
3) Keduanya
c. Tujuan yang ditetapkan bersama dengan menggunakan Manajemenn Berdasarkan Sasaran (MBS) atau yang dikenal sebagai “Management By Objectives”).
Dengan penilaian prestasi kerja berarti para bawahan mendapat perhatian dari atasannya sehingga mendorong mereka bergairah bekerja, asalkan proses penilaiannya jujur dan objektif serta ada tindak lanjutnya. Tindak lanjut penilaian ini memungkinkan karyawan dipromosikan, didemosikan, dikembangkan, dan atau balas jasanya dinaikkan.
3. Kendala Penilaian Prestasi Karyawan
Hallo effect merupakan kesalahan yang dilakukan oleh penilai, karena penilai umumnya cenderung akan memberikan indeks prestasi baik bagi karyawan yang dikenalnya atau sahabatnya. Sebaliknya terhadap karyawan yang kurang dikenal penilai memberikan indeks prestasi sedang atau kurang. Penilai sering mendasarkan penilaiannya atas dasar rasa (like or dislike) bukan atas dasar fisis pikir (right or wrong). Bahkan penilai sering mempertimbangkan orang ketiga atau keluarga karyawan yang dinilainya, seperti anak pejabat, kesukuan, golongan, dan adanya kesalahan penilaian karena hanya meninjau atau melihat secara sepintas saja (Hasibuan, 2002:100).
1. Pengertian Prestasi Kerja
Karyawan yang merasa bahwa pekerjaannya tidak penting sering tidak bersemangat dalam melaksanakan pekerjaannya dan sering mengeluh tentang pekerjaannya. Tapi sebaliknya seorang karyawan yang merasa pekerjaannya penting akan puas setelah menyelesaikan pekerjaan yang telah menjadi tanggung jawabnya.
Menurut Hasibuan (2002:94) pengertian prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Prestasi kerja merupakan gabungan dari tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas, serta peran dan tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi ketiga faktor di atas, semakin besarlah prestasi kerja karyawan yang bersangkutan (Hasibuan, 2002:94).
Definisi penilaian prestasi kerja menurut Andrew F. Sikula (dalam Hasibuan 2002:87) adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan. Sedangkan menurut Dale Yoder (dalam Hasibuan 2002:88) penilaian prestasi kerja adalah prosedur formal yang dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta kepentingan bagi pegawai.
2. Penilaian Prestasi Kerja
Setiap perusahaan perlu melakukan penilaian prestasi kerja para karyawannya. Yang menjadi masalah adalah metode yang akan dipilih. Metode-metode penilaian presatsi kerja pada dasarnya bisa dibagi menjadi 3, yaitu (Ranupandojo dan Husnan, 1990:121):
a. Penilaian secara kebetulan, tidak sistematis dan sering membahayakan.
b. Metode tradisional yang sistematis, yang mengukur:
1) Karakteristik karyawan
2) Sumbangan karyawan kepada organisasi
3) Keduanya
c. Tujuan yang ditetapkan bersama dengan menggunakan Manajemenn Berdasarkan Sasaran (MBS) atau yang dikenal sebagai “Management By Objectives”).
Dengan penilaian prestasi kerja berarti para bawahan mendapat perhatian dari atasannya sehingga mendorong mereka bergairah bekerja, asalkan proses penilaiannya jujur dan objektif serta ada tindak lanjutnya. Tindak lanjut penilaian ini memungkinkan karyawan dipromosikan, didemosikan, dikembangkan, dan atau balas jasanya dinaikkan.
3. Kendala Penilaian Prestasi Karyawan
Hallo effect merupakan kesalahan yang dilakukan oleh penilai, karena penilai umumnya cenderung akan memberikan indeks prestasi baik bagi karyawan yang dikenalnya atau sahabatnya. Sebaliknya terhadap karyawan yang kurang dikenal penilai memberikan indeks prestasi sedang atau kurang. Penilai sering mendasarkan penilaiannya atas dasar rasa (like or dislike) bukan atas dasar fisis pikir (right or wrong). Bahkan penilai sering mempertimbangkan orang ketiga atau keluarga karyawan yang dinilainya, seperti anak pejabat, kesukuan, golongan, dan adanya kesalahan penilaian karena hanya meninjau atau melihat secara sepintas saja (Hasibuan, 2002:100).
»»  Selanjutnya...

REKRUTMEN DAN SELEKSI

Pendahuluan
Tujuan utama dari proses rekrutmen dan seleksi adalah untuk mendapatkan orang yang tepat bagi suatu jabatan tertentu, sehingga orang tersebut mampu bekerja secara optimal dan dapat bertahan di perusahaan untuk waktu yang lama. Meskipun tujuannya terdengar sangat sederhana, proses tersebut ternyata sangat kompleks, memakan waktu cukup lama dan biaya yang tidak sedikit dan sangat terbuka peluang untuk melakukan kesalahan dalam menentukan orang yang tepat. Kesalahan dalam memilih orang yang tepat sangat besar dampaknya bagi perusahaan atau organisasi. Hal tersebut bukan saja karena proses rekrutmen & seleksi itu sendiri telah menyita waktu, biaya dan tenaga, tetapi juga karena menerima orang yang salah untuk suatu jabatan akan berdampak pada efisiensi, produktivitas, dan dapat merusak moral kerja pegawai yang bersangkutan dan orang-orang di sekitarnya.

A. Pengertian
Rekrutmen
1. Andrew E. Sikula (1981:183) mengemukakan bahwa Recruitment is the act process of an organization to obtain additional manpower for operational purpuse. Recruitmen involves acquiring further human resources to serve as institutional input. Penarikan pegawai adalah tindakan atau proses dari suatu usaha organisasi untuk mendapatkan tambahan pegawai untuk tujuan operasional. Penarikan pegawai melibatkan sumber daya manusia yang mampu berfungsi sebagai input lembaga.
2. Arun Monapa dan Mirza S. Saiyadain (1979:104) berpendapat bahwa Recruitmen is the generating of apllication or applicants for specific positions. Penarikan pegawai adalah memproses lamaran atau memproses calon-calon pegwai untuk posisi pekerjaan tertentu.
3. Dale Yoder (1981:261) menjelaskan bahwa Recruitment, including the identfication and begins of source, is a major step in the total staffing process. That process begins with the determination of manpower needs for the organization. It continues. Penarikan pegawai mencangkup identifikasi dan evaluasi sumber-sumbernya, tahapan dalam proses keseluruhan menjadi untuk organisasi, kemudian dilanjutkan dengan mendaftar kemampuan penarikan, seleksi, penempatan dan orientasi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, pengertian rekrutmen atau penarikan pegawai adalah suatu proses atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan tambahan pegawai melalui tahapan yang mencangkup identifikasi dan evaluasi sumber-sumber penarikan pegawai, menentukan kebutuhan pegawai yang diperlukan perusahaan, proses seleksi, penempatan dan orientasi pegawai dengan karakteristik tertentu seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan sumber daya manusia.

Tujuan rekrutmen adalah menerima pelamar sebanyak-banyaknya sesuai dengan kualifikasi kebutuhan perusahaan dari berbagai sumber, sehingga memungkinkan akan terjaring calon karyawan dengan kualitas tertinggi dan terbaik.

Seleksi

Andrew E. sikula (1981:185) mengemukakan bahwa Selecting is choosing. Any selection is a collection of things chosen. The selection process involves picking out by preference some objects or things from among others. In refernce to staffing and employment, selection refers specifically to the decisin to hiore a limited number of workers from a group of potential employees. Penyeleksian adalah pemilihan. Menyeleksi merupakan suatu pengumpulan dari suatu pilihan. Proses seleksi melibatkan pilihan dari berbagai objek dengan mengutamakan beberapa objek saja yang dipilih. Dalam kepegawaian, seleksi lebih secara khusus mengambil keputuasan dengan membatasi jumlah pegawai yang dapat dikontrakkerjakan dari pilihan sekelompok calon-calon pegawai yang berpotensi.


Hasil yang didapatkan dari proses rekrutmen adalah sejumlah tenaga kerja yang akan memasuki proses seleksi, yakni proses untuk menentukan kandidat yang mana yang paling layak untuk mengisi jabatan tertentu yang tersedia di perusahaan. Pelaksanaan rekrutmen dan seleksi merupakan tugas yang sangat penting, krusial, dan membutuhkan tanggung jawab yang besar. Hal ini karena kualitas sumber daya manusia yang akan digunakan perusahaan sangat tergantung pada bagaimana prosedur rekrutmen dan seleksi dilaksanakan.


B. Sumber-sumber Rekrutmen
1. Sumber Internal

Adalah karyawan yang akan mengisi lowongan kerja diambil dari dalam perusahan tersebut, yakni ndengan cara mutasi atau perpindahan karyawan yang memenuhi syarat. Selain mutasi, bisa juga melalui jalan promosi atau demosi.
Kebaikan:
a. Tidak terlalu mahal
b. Memelihara loyalitas dan mendorong usaha yang lebih besar.
c. Sudah terbiasa dengan suasana perusahaan sendiri.

Kelemahan:
a. Pembatasan terhadap bakat yang ada.
b. Mengurangi peluang.
c. Dapat meningkatkan perasaan puas diri.

2. Sumber Eksternal
Adalah karyawan yang akan mengisi jabatan yang kosong dilakukan remrutmen dari sumber-sumber tenaga kerja dari luar perusahaan. Sumber tersebut diantaranya:
a. Kantor penempatan tenaga kerja
b. Lembaga-lembaga pendidikan
c. Referensi karyawan atau rekanan
d. Serikat-serikat buruh
e. Pencangkokan dari perusahaan lain
f. Nepotisme dan leasing
g. Pasar tenaga kerja melalui iklan di media massa
h. Depnaker

Kebaikan:
a. Mampu mengadakan perubahan di dalam organisasi, karena memiliki ide dan wawasan yang luas.
b. Menghindari konflik di dalam organisasi.
c. Tidak banyak merubah hierarki organisasional yang ada.

Kelemahan:
a. Resiko salah pilih
b. Menanggung biaya kesempatan karena kehilangan waktu pada saat melakukan seleksi s.d. orientasi bagi karyawan baru.
c. Memungkinkan adanya gejolak di internal perusahaan (bagi karyawan yang tidak puas).
d. Keterbatasan informasi mengenai karyawan baru.


C. Metode Rekrutmen
1. Metode tertutup

Adalah ketika informasi hanya diberikan kepada para karyawan atau orang-orang tertentu saja. Lamaran yang masuk sedikit, kesempatan memperoleh karyawan yang baik sulit tetapi kualitas dan pertanggung jawaban karyawan tersebut lebih jelas.
2. Metode terbuka
Adalah ketika informasi diberikan secara luas dengan memasang iklan pada media massa (cetak maupun elektronik), sehingga dapat diketahui secara luas oleh masyarakat. Harapannya memperoleh kualitas sdm yang baik.


D. Prinsip-prinsip Rekrutmen
1. Mutu karyawan harus sesuai dengan kebutuhan (analisis, deskripsi dan spesifikasi).
2. Jumlah karyawan (perencanaan dan analisis kebutuhan tenaga kerja)
3. Biaya diminimalkan
4. Perencanaan dan keputusan strategis
5. Flexibility
6. Pertimbangan hukum


E. Kendala Rekrutmen
1. Kebijakan promosi
2. Kebijakan kompensasi
3. Kebijakan status karyawan
4. Kebijakan penerimaan tenaga lokal


F. Seleksi Calon Pegawai
Tujuan proses seleksi adalah untuk mencocokkan orang dengan pekerjaannya secara benar. Tujuan utamanya adalah untuk membuat prediksi yang akurat tentang pelamar. Seleksi bertujuan untuk mendapatkan karyawan yang:
1. Qualified dan potensial
2. Jujur dan disiplin
3. Cakap denga penempatan yang tepat
4. Terampil dna bersemangat dalam bekerja
5. Memenuhi persyaratan undang-undang ketenaga kerjaan
6. Dapat bekerja sama dengan baik vertical maupun horizontal
7. Dinamis dan kreatif
8. Loyal dan berdedikasi tinggi
9. Mengurangi tingkat turn over karyawan
10. Mudah dikembangkan pada masa depan
11. Dapat mandiri
12. Mempunyai perilaku dan budaya malu


G. Dasar Seleksi Calon Pegawai
1. Kebijakan pemerintah
2. Jabatan
3. Ekonomi rasional
4. Etika social


H. Kriteria dan teknik Seleksi Calon Pegawai
Kriteria biasanya terdiri atas:
1. Pendidikan
2. Pengalaman kerja
3. Kondisi fisik
4. Karakteristik kepribadian

Teknik seleksi umumnya:
1. Interview
2. Tes psikologi
3. Tes mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan
4. Pusat penilaian
5. Biodata
6. Referensi
7. Grafologi (ilmu yang berkenaan dengan tulisan tangan)

Langkah-langkah seleksi:
1. Seleksi surat-surat lamaran
2. Pengisian blangko lamaran
3. Pemeriksaan referensi
4. Wawancara pendahuluan
5. Tes penerimaan
6. Tes psikologi, bakat, dll.
7. Tes kesehatan
8. Wawancara akhir atasan langsung
9. Memutuskan diterima/ditolak

tambahan info tentang wawancara:

Wawancara adalah pertemuan antara dua orang atau lebih secara berhadapan (face to face) dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Wawancara seleksi merupakan salah satu teknik seleksi pegawai yang dilakukan dengan cara tanya jawab langsung untuk mengetahui data pribadi calon pegawai
Tujuan wawancara seleksi adalah untuk mengetahui apakah calon pegawai memenuhi persyaratan kualifikasi yang telah ditentukan perusahaan. Berikut ini faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam wawancara.
a. Sebelum Wawancara
Pewawancara harus sudah mempersiapkan kerangka apa yang akan ditanyakan kepada calon pegawai. Di samping itu, ruangan untuk pelaksanaan wawancara telah dipersiapkan. Ruangan untuk wawancara sebaiknya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Ruang wawancara terdiri dari ruang tunggu yang dilengkapi toilet, jam dinding, brosur-brosur perusahaan, majalah-majalah perusahaan, dan ruang tempat pelaksanaan wawabcara. Sebelum wawancara dimulai sebaiknya pewawancara dapat menyambut kandidat dengan respek. Hal ini agar kandidat merasa diperlukan secara baik. Dengan demikian, sekalipun kandidat tidak diterima oleh perusahaan, mereka mempunyai kesan yang positif terhadap perusahaan.
b. Selama Wawancara
Wawancara dimulai atau dibuka oleh pewawancara dengan menyatakan terlebih dahulu keadaan kesehatan kandidat (bagaimana keadaan saudara saat ini ?). hal ini tidak lain untuk bertujuan menciptakan suasana wawancara yang lebih manusiawi dan juga unutk mengurangi rasa takut pada diri kandidat. Selama wawancara, pewawancara harus mampu mencacat gari besarnya apa yang dikemukakan oleh kandidat, tidak mempengaruhi jawaban kandidat, menghindarkan dari pertanyaan yang dapat dijawab ya atau tidak, tidak berkata itu boleh atau itu jangan. Kemudian pewawancara harus mampu mengendalikan kandidat agar tidak menjawab terlalu bertele-tele atau bercerita yang tidak relevan dengan apa yang ditanyalan kepadanya.
c. Setelah Wawancara
Pada akhir wawancara sebaiknya pewawancara sebaiknya pewawancara mengecek kembali daftar pertanyaannya, apakah masih ada hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut kepada kandidat ? disamping itu pada akhir wawancara, pewawancara harus membuat kesimpulan sementara mengenai kesan kemampuan kandidat, motivasi, ambisi, energi dan daya juang, prakarsa, sikap , mandiri, stabilitas emosi, cara berpkir, keleluasaan pergaulan kandidat. Setelah wawancara sebaiknya pewawancara dapat mengantar kandiadat sampai ke pintu ruang wawancara dengan mengucapkan selamat siang atau selamat sore
Pendahuluan
Tujuan utama dari proses rekrutmen dan seleksi adalah untuk mendapatkan orang yang tepat bagi suatu jabatan tertentu, sehingga orang tersebut mampu bekerja secara optimal dan dapat bertahan di perusahaan untuk waktu yang lama. Meskipun tujuannya terdengar sangat sederhana, proses tersebut ternyata sangat kompleks, memakan waktu cukup lama dan biaya yang tidak sedikit dan sangat terbuka peluang untuk melakukan kesalahan dalam menentukan orang yang tepat. Kesalahan dalam memilih orang yang tepat sangat besar dampaknya bagi perusahaan atau organisasi. Hal tersebut bukan saja karena proses rekrutmen & seleksi itu sendiri telah menyita waktu, biaya dan tenaga, tetapi juga karena menerima orang yang salah untuk suatu jabatan akan berdampak pada efisiensi, produktivitas, dan dapat merusak moral kerja pegawai yang bersangkutan dan orang-orang di sekitarnya.

A. Pengertian
Rekrutmen
1. Andrew E. Sikula (1981:183) mengemukakan bahwa Recruitment is the act process of an organization to obtain additional manpower for operational purpuse. Recruitmen involves acquiring further human resources to serve as institutional input. Penarikan pegawai adalah tindakan atau proses dari suatu usaha organisasi untuk mendapatkan tambahan pegawai untuk tujuan operasional. Penarikan pegawai melibatkan sumber daya manusia yang mampu berfungsi sebagai input lembaga.
2. Arun Monapa dan Mirza S. Saiyadain (1979:104) berpendapat bahwa Recruitmen is the generating of apllication or applicants for specific positions. Penarikan pegawai adalah memproses lamaran atau memproses calon-calon pegwai untuk posisi pekerjaan tertentu.
3. Dale Yoder (1981:261) menjelaskan bahwa Recruitment, including the identfication and begins of source, is a major step in the total staffing process. That process begins with the determination of manpower needs for the organization. It continues. Penarikan pegawai mencangkup identifikasi dan evaluasi sumber-sumbernya, tahapan dalam proses keseluruhan menjadi untuk organisasi, kemudian dilanjutkan dengan mendaftar kemampuan penarikan, seleksi, penempatan dan orientasi.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, pengertian rekrutmen atau penarikan pegawai adalah suatu proses atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan tambahan pegawai melalui tahapan yang mencangkup identifikasi dan evaluasi sumber-sumber penarikan pegawai, menentukan kebutuhan pegawai yang diperlukan perusahaan, proses seleksi, penempatan dan orientasi pegawai dengan karakteristik tertentu seperti yang telah ditetapkan dalam perencanaan sumber daya manusia.

Tujuan rekrutmen adalah menerima pelamar sebanyak-banyaknya sesuai dengan kualifikasi kebutuhan perusahaan dari berbagai sumber, sehingga memungkinkan akan terjaring calon karyawan dengan kualitas tertinggi dan terbaik.

Seleksi

Andrew E. sikula (1981:185) mengemukakan bahwa Selecting is choosing. Any selection is a collection of things chosen. The selection process involves picking out by preference some objects or things from among others. In refernce to staffing and employment, selection refers specifically to the decisin to hiore a limited number of workers from a group of potential employees. Penyeleksian adalah pemilihan. Menyeleksi merupakan suatu pengumpulan dari suatu pilihan. Proses seleksi melibatkan pilihan dari berbagai objek dengan mengutamakan beberapa objek saja yang dipilih. Dalam kepegawaian, seleksi lebih secara khusus mengambil keputuasan dengan membatasi jumlah pegawai yang dapat dikontrakkerjakan dari pilihan sekelompok calon-calon pegawai yang berpotensi.


Hasil yang didapatkan dari proses rekrutmen adalah sejumlah tenaga kerja yang akan memasuki proses seleksi, yakni proses untuk menentukan kandidat yang mana yang paling layak untuk mengisi jabatan tertentu yang tersedia di perusahaan. Pelaksanaan rekrutmen dan seleksi merupakan tugas yang sangat penting, krusial, dan membutuhkan tanggung jawab yang besar. Hal ini karena kualitas sumber daya manusia yang akan digunakan perusahaan sangat tergantung pada bagaimana prosedur rekrutmen dan seleksi dilaksanakan.


B. Sumber-sumber Rekrutmen
1. Sumber Internal

Adalah karyawan yang akan mengisi lowongan kerja diambil dari dalam perusahan tersebut, yakni ndengan cara mutasi atau perpindahan karyawan yang memenuhi syarat. Selain mutasi, bisa juga melalui jalan promosi atau demosi.
Kebaikan:
a. Tidak terlalu mahal
b. Memelihara loyalitas dan mendorong usaha yang lebih besar.
c. Sudah terbiasa dengan suasana perusahaan sendiri.

Kelemahan:
a. Pembatasan terhadap bakat yang ada.
b. Mengurangi peluang.
c. Dapat meningkatkan perasaan puas diri.

2. Sumber Eksternal
Adalah karyawan yang akan mengisi jabatan yang kosong dilakukan remrutmen dari sumber-sumber tenaga kerja dari luar perusahaan. Sumber tersebut diantaranya:
a. Kantor penempatan tenaga kerja
b. Lembaga-lembaga pendidikan
c. Referensi karyawan atau rekanan
d. Serikat-serikat buruh
e. Pencangkokan dari perusahaan lain
f. Nepotisme dan leasing
g. Pasar tenaga kerja melalui iklan di media massa
h. Depnaker

Kebaikan:
a. Mampu mengadakan perubahan di dalam organisasi, karena memiliki ide dan wawasan yang luas.
b. Menghindari konflik di dalam organisasi.
c. Tidak banyak merubah hierarki organisasional yang ada.

Kelemahan:
a. Resiko salah pilih
b. Menanggung biaya kesempatan karena kehilangan waktu pada saat melakukan seleksi s.d. orientasi bagi karyawan baru.
c. Memungkinkan adanya gejolak di internal perusahaan (bagi karyawan yang tidak puas).
d. Keterbatasan informasi mengenai karyawan baru.


C. Metode Rekrutmen
1. Metode tertutup

Adalah ketika informasi hanya diberikan kepada para karyawan atau orang-orang tertentu saja. Lamaran yang masuk sedikit, kesempatan memperoleh karyawan yang baik sulit tetapi kualitas dan pertanggung jawaban karyawan tersebut lebih jelas.
2. Metode terbuka
Adalah ketika informasi diberikan secara luas dengan memasang iklan pada media massa (cetak maupun elektronik), sehingga dapat diketahui secara luas oleh masyarakat. Harapannya memperoleh kualitas sdm yang baik.


D. Prinsip-prinsip Rekrutmen
1. Mutu karyawan harus sesuai dengan kebutuhan (analisis, deskripsi dan spesifikasi).
2. Jumlah karyawan (perencanaan dan analisis kebutuhan tenaga kerja)
3. Biaya diminimalkan
4. Perencanaan dan keputusan strategis
5. Flexibility
6. Pertimbangan hukum


E. Kendala Rekrutmen
1. Kebijakan promosi
2. Kebijakan kompensasi
3. Kebijakan status karyawan
4. Kebijakan penerimaan tenaga lokal


F. Seleksi Calon Pegawai
Tujuan proses seleksi adalah untuk mencocokkan orang dengan pekerjaannya secara benar. Tujuan utamanya adalah untuk membuat prediksi yang akurat tentang pelamar. Seleksi bertujuan untuk mendapatkan karyawan yang:
1. Qualified dan potensial
2. Jujur dan disiplin
3. Cakap denga penempatan yang tepat
4. Terampil dna bersemangat dalam bekerja
5. Memenuhi persyaratan undang-undang ketenaga kerjaan
6. Dapat bekerja sama dengan baik vertical maupun horizontal
7. Dinamis dan kreatif
8. Loyal dan berdedikasi tinggi
9. Mengurangi tingkat turn over karyawan
10. Mudah dikembangkan pada masa depan
11. Dapat mandiri
12. Mempunyai perilaku dan budaya malu


G. Dasar Seleksi Calon Pegawai
1. Kebijakan pemerintah
2. Jabatan
3. Ekonomi rasional
4. Etika social


H. Kriteria dan teknik Seleksi Calon Pegawai
Kriteria biasanya terdiri atas:
1. Pendidikan
2. Pengalaman kerja
3. Kondisi fisik
4. Karakteristik kepribadian

Teknik seleksi umumnya:
1. Interview
2. Tes psikologi
3. Tes mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan
4. Pusat penilaian
5. Biodata
6. Referensi
7. Grafologi (ilmu yang berkenaan dengan tulisan tangan)

Langkah-langkah seleksi:
1. Seleksi surat-surat lamaran
2. Pengisian blangko lamaran
3. Pemeriksaan referensi
4. Wawancara pendahuluan
5. Tes penerimaan
6. Tes psikologi, bakat, dll.
7. Tes kesehatan
8. Wawancara akhir atasan langsung
9. Memutuskan diterima/ditolak

tambahan info tentang wawancara:

Wawancara adalah pertemuan antara dua orang atau lebih secara berhadapan (face to face) dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Wawancara seleksi merupakan salah satu teknik seleksi pegawai yang dilakukan dengan cara tanya jawab langsung untuk mengetahui data pribadi calon pegawai
Tujuan wawancara seleksi adalah untuk mengetahui apakah calon pegawai memenuhi persyaratan kualifikasi yang telah ditentukan perusahaan. Berikut ini faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam wawancara.
a. Sebelum Wawancara
Pewawancara harus sudah mempersiapkan kerangka apa yang akan ditanyakan kepada calon pegawai. Di samping itu, ruangan untuk pelaksanaan wawancara telah dipersiapkan. Ruangan untuk wawancara sebaiknya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Ruang wawancara terdiri dari ruang tunggu yang dilengkapi toilet, jam dinding, brosur-brosur perusahaan, majalah-majalah perusahaan, dan ruang tempat pelaksanaan wawabcara. Sebelum wawancara dimulai sebaiknya pewawancara dapat menyambut kandidat dengan respek. Hal ini agar kandidat merasa diperlukan secara baik. Dengan demikian, sekalipun kandidat tidak diterima oleh perusahaan, mereka mempunyai kesan yang positif terhadap perusahaan.
b. Selama Wawancara
Wawancara dimulai atau dibuka oleh pewawancara dengan menyatakan terlebih dahulu keadaan kesehatan kandidat (bagaimana keadaan saudara saat ini ?). hal ini tidak lain untuk bertujuan menciptakan suasana wawancara yang lebih manusiawi dan juga unutk mengurangi rasa takut pada diri kandidat. Selama wawancara, pewawancara harus mampu mencacat gari besarnya apa yang dikemukakan oleh kandidat, tidak mempengaruhi jawaban kandidat, menghindarkan dari pertanyaan yang dapat dijawab ya atau tidak, tidak berkata itu boleh atau itu jangan. Kemudian pewawancara harus mampu mengendalikan kandidat agar tidak menjawab terlalu bertele-tele atau bercerita yang tidak relevan dengan apa yang ditanyalan kepadanya.
c. Setelah Wawancara
Pada akhir wawancara sebaiknya pewawancara sebaiknya pewawancara mengecek kembali daftar pertanyaannya, apakah masih ada hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut kepada kandidat ? disamping itu pada akhir wawancara, pewawancara harus membuat kesimpulan sementara mengenai kesan kemampuan kandidat, motivasi, ambisi, energi dan daya juang, prakarsa, sikap , mandiri, stabilitas emosi, cara berpkir, keleluasaan pergaulan kandidat. Setelah wawancara sebaiknya pewawancara dapat mengantar kandiadat sampai ke pintu ruang wawancara dengan mengucapkan selamat siang atau selamat sore
»»  Selanjutnya...

14 Tipe Negatif Karyawan

Sebagai manusia yang dilengkapi akal pikiran dan memiliki karakteristik sendiri-sendiri, manusia memang mahluk yang unik, spesial dan paling sempurna yang diciptakan oleh Allah swt. Akal dan piiran yang dimiliki cenderung membawa ke perilaku yang berbeda-beda sesuai dengan kehendaknya dan sesuai pula dengan apa yang ditakdirkan oleh-Nya.
Suasana kerja di suatu kantor, perusahaan, organisasi maupun yang lainnya, memang berbeda. Dari sisi jenis perusahaan atau organisasinya, besar kecilnya organisasi, kepemilikan dan lainnya memang berbeda. Tetapi, perilaku karyawan atau sdm yang ada di berbagai kantor atau organisasi tersebut, memiliki kecenderungan yang mirip (mirip tidak berarti sama, karena pikiran manusia cenderung tidak akan ada yang sama).
Dari berbagai sumber dan fakta yang ada di lapangan, diperoleh beberapa tipe negatif yang dimiliki oleh karyawannya.

1. SI PENINDAS
Karyawan tipe ini punya hobi "menindas" teman sekerjanya. Tak jarang, ia menjadi tiran, memerintah karyawan lain seenaknya. "Terserah kamu, mau cara saya apa cara mereka," begitu biasanya mereka bilang. "Kerjakan sekarang, tak perlu mendebat lagi. Saya tunggu 2 jam lagi, ya," begitu katanya seraya pergi.

SOLUSI: Jangan mau diperlakukan seperti itu. Jelaskan pada pengawas Anda betapa sikapnya itu sangat mempengaruhi kinerja Anda. Jelaskan secara spesifik apa saja yang sudah Anda alami akibat ulah Si Penindas. Sementara kepada Si Penindas, jangan segan menolak atau mendebat "perintah"nya.


2. SI DETAIL
Ingatkah Anda saat SMA dulu, ketika Anda menyelesaikan tugas menulis paper dari guru Anda dan merasa paper itu sebagai mahakarya Anda? Coba ingat-ingat, apakah guru Anda memperhatikan detail atau kesalahan kecil yang Anda buat, misalnya ejaan, pemakaian tanda baca dan sebagainya? Nah, jika ya, guru Anda termasuk jenis si Detail. Kalimat favorit yang biasa diucapkan Si Detail adalah, "Saya harus menceknya lagi. Sepertinya ada yang ketinggalan." Ia disebut Si Detail, karena memang sangat memperhatikan detail dari suatu tugas. Tak jarang, ia terlalu berlebihan dalam memperhatikan detail, sehingga malah mengurangi efektivitas.

SOLUSI: Biasakan ia untuk mengevaluasi semua tugas-tugasnya. Bagaimanapun, ia adalah seorang pencari informasi yang handal. Ia sangat jeli pada hal-hal kecil yang seringkali luput dari perhatian orang lain. Yang perlu dilakukan adalah sedikit mengerem nafsunya pada detail, agar ia tak kebablasan menjadi negatif. Dengan begitu, ia akan melihat konteks masalah yang lebih besar. Tanyakan padanya, apa isu utama suatu proyek, tujuan keseluruhan, problem utama, atau keuntungan utama dari suatu proyek.


3. SI PERFEKSIONIS
Jika ada sesuatu yang tidak sempurna, karyawan tipe ini pasti akan uring-uringan. Standar kinerjanya biasanya memang tidak realistis, tidak seperti karyawan lain. Bahkan, prestasi karyawan lain yang sudah luar biasa, bagi dia sepertinya tak berarti apa-apa. Ucapan favoritnya adalah, "Saya pasti bisa lebih baik." Coba simak percakapan antara seorang supervisor yang perfeksionis dengan bawahannya:
SI PERFEKSIONIS (SP): Rata-rata, kita melayani satu klien dalam waktu satu menit. Saya ingin waktunya bisa lebih diperpendek.
KARYAWAN LAIN: Itu sudah termasuk cepat. Di cabang lain waktu rata-ratanya adalah dua menit.
SP: Saya enggak akan pernah puas kalau belum bisa mencapai setengah menit.

SOLUSI: Tak perlu menganggap serius omongan Si Perfeksionis. Tindakan dan sikap mereka hanya menunjukkan ketidakmampuan mereka, bukan ketidakmampuan Anda. Cobalah bekerja dengan mereka, sehingga mereka dapat membuat perkiraan yang realistis.


4. SI GUNUNG ES
Perubahan, sekecil apapun, dapat membuat Si Gunung Es kesal. Si satu ini memang tak suka perubahan. Ia suka status-quo. Jadi, jangan pernah mencoba mengutak-atik atau mengubah segala sesuatu jika tak ingin bencana datang. Kenapa bisa demikian? Kemungkinan, saat masih kecil, Gunung Es mendapat kesan bahwa perubahan adalah sesuatu yang tidak mengenakkan, bahkan membuatnya trauma. Bisa saja ia menerima perubahan pada orang lain, namun tak pernah ia mencoba melakukannya untuk dirinya. Gunung Es juga akan berusaha mati-matian mencegah terjadinya perubahan, jika ia anggap perubahan itu bakal mengancamnya. "Saya lebih suka seperti dulu," begitu ia biasa berujar.

SOLUSI: Cara terbaik adalah mencoba melibatkan orang-orang semacam ini dalam setiap perubahan yang akan dilakukan. Jika mereka menjadi bagian dari perubahan, penolakan mereka akan berkurang pula. Anda juga sebaiknya mengenalkan perubahan tersebut sedikit demi sedikit, sehingga mereka akan terbiasa. Jangan melakukan perubahan mendadak.


5. SI PERAJUK
Karyawan jenis ini tak jarang menolak tugas yang dibebankan padanya, jika ia merasa tugas itu bukan bagian dari tugasnya. Biasanya, langkah itu ia tempuh sebagai akibat perlakuan yang ia terima. Ucapan favoritnya adalah: "Wah, tugas itu tidak termasuk job deskripsi saya."

SOLUSI: Cobalah cari kesempatan bagi Si Perajuk untuk mendapat pelatihan. Seringkali, sikap ini muncul karena ia merasa kariernya mentok, sehingga tak lagi antusias bekerja. Akibatnya, yang ia lakukan adalah, kalau bisa mengerjakan tugas sesedikit mungkin.


6. SI PENYEBAR GOSIP
Tipe satu ini sangat suka menyebarkan isu maupun gosip yang belum jelas kebenarannya. Ia akan merasa menjadi orang penting saat cerita yang ia sampaikan dan ia besar-besarkan diterima semua orang, atau membuat orang-orang di sekitarnya bereaksi. Seringkali, ia melakukan ini karena ia merasa tak diterima lingkungan atau susah masuk ke lingkungannya tersebut. Sebagai kompensasinya, ia pun menyebarkan gosip. Ucapan favoritnya adalah: "Eh, mau tahu enggak gosip terbaru tentang bos? "Biasanya, topik yang sangat ia suka adalah gosip tentang atasan, reorganisasi atau PHK, gaji teman sekerja, kesejahteraan karyawan, percintaan antar-karyawan. Dengan gosip yang ia sebarkan, ia merasa mampu mengontrol lingkungannya, meski cuma sementara.

SOLUSI: Cara terbaik adalah dengan memberikan informasi akurat kepada karyawan. Jika ini Anda lakukan, mereka tak bakal lagi tertarik pada omongan Si Penyebar Gosip


7. SI PESIMIS
Seorang pesimis menganggap kantor atau bahkan dunia sebagai tempat yang tidak nyaman. Ia berharap semua bisa ia lakukan tanpa kendala. Sebetulnya, ia tak pernah bahagia dengan apa yang terjadi. Apapun yang dikerjakan orang lain, ia merasa tak akan menciptakan perubahan baginya. Ucapan yang sering ia lontarkan adalah: "Wah, kayaknya saya enggak sanggup."

SOLUSI: Tak mudah memang mengubah sikap Si Pesimis. Jadi, sebagai langkah awal, fokuskan agar ia mau melakukan beberpa kebiasaaan positif untuk membuang sifat negatif yang ia miliki. Dengan banyak latihan dan dorongan, kebiasaan baru yang positif akan menggantikan kebiasaan pesimis yang merugikannya.


8. SI TAK PUNYA KOMITMEN
Karyawan tipe ini tak pernah melakukan pekerjaan dengan serius, sehingga membuat pekerjaan teman sekerjanya menjadi jauh lebih sulit. Baginya, kerja menempati prioritas nomor sekian, bukan sesuatu yang penting. Fokusnya pada pekerjaan hanya bagaimana caranya agar ia mendapat sedikit tugas, sehingga ia bisa punya banyak waktu untuk urusan pribadi atau hobinya. Mereka tak menganggap penting suatu tugas. Ucapan favorit mereka: "Ah, kerjaan, kan bisa menunggu."

SOLUSI: Si Tak Punya Komitmen ini harus punya standar dan target yang jelas. Ia juga butuh pengawasan, untuk melihat sejauh mana ia melakukan tugas-tugasnya.


9. SI TUKANG JEGAL
Apakah Anda punya saran atau cara lain untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menumpuk? Jika Anda punya, biasanya semua usulan Anda itu akan dijegal oleh Si Tukang Jegal. Ya, tugas atau misi utama Si Tukang Jegal adalah untuk tidak setuju dengan pendapat apapun dan siapapun. Yang penting ngeyel. Ia ingin dirinyalah yang benar, tak peduli bagiamana caranya. Anda tak bakal mendapat feedback positif darinya, kecuali selalu disalahkan. Komentarnya yang sering muncul adalah: "Ah, usulannya enggak oke."

SOLUSI: Si Tukang Jegal memang doyan memberi feedback negatif, tetapi tak pernah spesifik. Coba tanyakan, apa alasannya tidak setuju dengan usulan Anda, pasti ia tak akan bisa menunjukkan atau memberikan alasan. Yang harus Anda lakukan adalah tegas dan jangan menyerah. Ia pasti akan kesulitan memberi alasan atau menjelaskan kritiknya, karena memang ia mengritik tanpa alasan, kok. Jika Anda tanyakan soal detail, ia pasti akan bertele-tele dan mencari-cari kesalahan Anda yang lain. Anda juga harus yakin dan menyiapkan usulan sedetail mungkin, supaya ia tak punya cukup alasan untuk mengritik Anda. Namun, cobalah tunjukkan pula bahwa Anda menghargai pendapatnya dan ingin mengetahui apa yang sebetulnya ia inginkan. Sampaikan ini sesopan mungkin. Lama-lama, ia pasti akan mikir-mikir juga mengritik Anda, karena Anda selalu memintanya memberikan alasan dari kritik itu.


10. SI BOCAH
Tingkahnya memang masih seperti anak-anak yang tak beroleh mainan yang ia inginkan. Ngambek, menarik diri, dan akhirnya menangis. Ia juga rentan menghadapi tekanan. Ucapan favoritnya adalah: "Tak seorang pun menyukai saya."

SOLUSI: Orang tipe ini butuh lingkungan yang mendukung dan dorongan yang terus-menerus. Anda juga harus menurunkan tingkat stres dan tekanan yang ia terima.


11. SI PEKERJA KERAS
Karyawan jenis ini biasanya datang paling awal dan pulang paling akhir. Ia akan mengerjakan tugas apapun yang ia terima. Namun, ia juga akan mengeluh, meski mungkin pada dirinya sendiri, tentang beban kerja yang begitu menumpuk, rekan kerja yang tak mau bekerjasama, atau juga persoalan dengan atasan. Si Rela Berkorban ini biasanya memiliki kehidupan pribadi yang kurang menyenangkan, dan mencari kompensasi dengan bekerja keras. Yang seringkali membuatnya kesal adalah jika kerja kerasnya tak mendapat apresiasi. Jika ini yang terjadi, biasanya ia akan mengeluh: "Saya sudah berkoran untuk perusahaan ini, tapi tak seorang pun yang mau peduli."

SOLUSI: Anda harus terus-menerus memberi feedback positif kepada karyawan tipe ini. Misalnya, dengan memberi pujian atas kontribusi dan kerja keras yang telah ia tunjukkan. Si Rela Berkorban sangat menyukai pujian yang disampaikan di depan umum atau teman sekerjanya. Cara lain, jangan ragu untuk selalu mengirimkan email berisi pujian atas kerja kerasnya.


12. SI GAMANG
Ia sangat gampang jengkel pada kelemahan yang ia miliki, yang biasanya kemudian akan merembet keluar. Dia sering menemukan kekurangan pada kinerjanya, perkembangan kariernya, status ekonomi, dan sebagainya. Kenapa? Pasalnya, ia yaris tak punya konsep diri yang jelas. Yang sering ia katakan pada dirinya adalah: "Duh, kok aku bodoh banget sih!" atau "Hei, apa yang kamu lakukan, bodoh!" Ya, pangkal persoalannya terletak pada persepsinya pada dirinya sendiri.

SOLUSI: Usahakan untuk membangun harga dirinya. Ia butuh dorongan untuk memperkuat rasa percaya dirinya. Mintalah teman-teman lain untuk juga memberikan dorongan. Beri contoh bagaimana Anda, misalnya, dulu juga mengalami saat-saat sulit seperti yang ia alami, namun kemudian bisa Anda atasi.


13. SI PELEMPAR KESALAHAN
Biasanya, karyawan tipe ini tak pernah bisa menerima tanggungjawab atau kesalahan, dan menimpakannya kepada orang lain, apalagi di saat ia sedang berada dalam mood negatif. Tampaknya, ia justru kelihatan lebih nyaman melihat orang lain berada dalam masalah. Gawat kan?

SOLUSI: Si Pelempar Kesalahan akan menghentikan kebiasaanya jika Anda memberikannya contoh nyata, bahwa kesalahan dan kekurangan yang ia buat adalah pangkal persoalan. Anda harus jelas dan tahu betul posisi Anda, sehingga ia tak punya peluang untuk menimpakan kesalahannya pada Anda.


14. SI SENSITIF
Ini dia, si sangat sensitif. Sedikit saja ucapan atau tindakan yang Anda lakukan terhadapnya salah, sudah cukup untuk merontokkan hatinya. Dan jika perasaan bersalah itu menumpuk, ia pun akan bertingkah negatif. Coba lihat Dian, karyawati perusahaan selular. Ia selalu salah menanggapi ucapan atau tindakan yang ditujukan padanya. Misalnya, seorang rekannya berkomentar, "Kok udah mau pulang," setiap kali ia lewat pintu keluar. Dian merasa tak enak, dan merasa ada yang salah pada dirinya, sehingga semua rekannya mengatakan hal itu. Ia merasa semua temannya menganggapnya selalu pulang lebih awal dari rekan yang lain. Padahal, maksud teman-temannya cuma bercanda. Tapi, bagi Dian, ucapan mereka itu sangat menusuk hatinya. "Semua orang sepertinya tak menyukai saya."

SOLUSI: Jika Anda ingin menyampaikan saran atau kritik kepada Si Sensitif, sampaikan secara jelas dan to the point, tak perlu berbasa-basi. Katakan dengan pelan, dan jangan pernah menyinggung segala hal tentang dirinya. Yakinkan bahwa ia tak salah tangkap. Ini akan mengurangi perasaan bersalahnya.


Sebagai seorang karyawan, mungkin kita memiliki beberapa sifat atau tipe negatif tersebut. Akan lebih baik jika kita segera menginterospeksi diri kemudian sedikit demi sedikit melakukan perubahan ke arah yang lebih baik lagi.
Sebagai manusia yang dilengkapi akal pikiran dan memiliki karakteristik sendiri-sendiri, manusia memang mahluk yang unik, spesial dan paling sempurna yang diciptakan oleh Allah swt. Akal dan piiran yang dimiliki cenderung membawa ke perilaku yang berbeda-beda sesuai dengan kehendaknya dan sesuai pula dengan apa yang ditakdirkan oleh-Nya.
Suasana kerja di suatu kantor, perusahaan, organisasi maupun yang lainnya, memang berbeda. Dari sisi jenis perusahaan atau organisasinya, besar kecilnya organisasi, kepemilikan dan lainnya memang berbeda. Tetapi, perilaku karyawan atau sdm yang ada di berbagai kantor atau organisasi tersebut, memiliki kecenderungan yang mirip (mirip tidak berarti sama, karena pikiran manusia cenderung tidak akan ada yang sama).
Dari berbagai sumber dan fakta yang ada di lapangan, diperoleh beberapa tipe negatif yang dimiliki oleh karyawannya.

1. SI PENINDAS
Karyawan tipe ini punya hobi "menindas" teman sekerjanya. Tak jarang, ia menjadi tiran, memerintah karyawan lain seenaknya. "Terserah kamu, mau cara saya apa cara mereka," begitu biasanya mereka bilang. "Kerjakan sekarang, tak perlu mendebat lagi. Saya tunggu 2 jam lagi, ya," begitu katanya seraya pergi.

SOLUSI: Jangan mau diperlakukan seperti itu. Jelaskan pada pengawas Anda betapa sikapnya itu sangat mempengaruhi kinerja Anda. Jelaskan secara spesifik apa saja yang sudah Anda alami akibat ulah Si Penindas. Sementara kepada Si Penindas, jangan segan menolak atau mendebat "perintah"nya.


2. SI DETAIL
Ingatkah Anda saat SMA dulu, ketika Anda menyelesaikan tugas menulis paper dari guru Anda dan merasa paper itu sebagai mahakarya Anda? Coba ingat-ingat, apakah guru Anda memperhatikan detail atau kesalahan kecil yang Anda buat, misalnya ejaan, pemakaian tanda baca dan sebagainya? Nah, jika ya, guru Anda termasuk jenis si Detail. Kalimat favorit yang biasa diucapkan Si Detail adalah, "Saya harus menceknya lagi. Sepertinya ada yang ketinggalan." Ia disebut Si Detail, karena memang sangat memperhatikan detail dari suatu tugas. Tak jarang, ia terlalu berlebihan dalam memperhatikan detail, sehingga malah mengurangi efektivitas.

SOLUSI: Biasakan ia untuk mengevaluasi semua tugas-tugasnya. Bagaimanapun, ia adalah seorang pencari informasi yang handal. Ia sangat jeli pada hal-hal kecil yang seringkali luput dari perhatian orang lain. Yang perlu dilakukan adalah sedikit mengerem nafsunya pada detail, agar ia tak kebablasan menjadi negatif. Dengan begitu, ia akan melihat konteks masalah yang lebih besar. Tanyakan padanya, apa isu utama suatu proyek, tujuan keseluruhan, problem utama, atau keuntungan utama dari suatu proyek.


3. SI PERFEKSIONIS
Jika ada sesuatu yang tidak sempurna, karyawan tipe ini pasti akan uring-uringan. Standar kinerjanya biasanya memang tidak realistis, tidak seperti karyawan lain. Bahkan, prestasi karyawan lain yang sudah luar biasa, bagi dia sepertinya tak berarti apa-apa. Ucapan favoritnya adalah, "Saya pasti bisa lebih baik." Coba simak percakapan antara seorang supervisor yang perfeksionis dengan bawahannya:
SI PERFEKSIONIS (SP): Rata-rata, kita melayani satu klien dalam waktu satu menit. Saya ingin waktunya bisa lebih diperpendek.
KARYAWAN LAIN: Itu sudah termasuk cepat. Di cabang lain waktu rata-ratanya adalah dua menit.
SP: Saya enggak akan pernah puas kalau belum bisa mencapai setengah menit.

SOLUSI: Tak perlu menganggap serius omongan Si Perfeksionis. Tindakan dan sikap mereka hanya menunjukkan ketidakmampuan mereka, bukan ketidakmampuan Anda. Cobalah bekerja dengan mereka, sehingga mereka dapat membuat perkiraan yang realistis.


4. SI GUNUNG ES
Perubahan, sekecil apapun, dapat membuat Si Gunung Es kesal. Si satu ini memang tak suka perubahan. Ia suka status-quo. Jadi, jangan pernah mencoba mengutak-atik atau mengubah segala sesuatu jika tak ingin bencana datang. Kenapa bisa demikian? Kemungkinan, saat masih kecil, Gunung Es mendapat kesan bahwa perubahan adalah sesuatu yang tidak mengenakkan, bahkan membuatnya trauma. Bisa saja ia menerima perubahan pada orang lain, namun tak pernah ia mencoba melakukannya untuk dirinya. Gunung Es juga akan berusaha mati-matian mencegah terjadinya perubahan, jika ia anggap perubahan itu bakal mengancamnya. "Saya lebih suka seperti dulu," begitu ia biasa berujar.

SOLUSI: Cara terbaik adalah mencoba melibatkan orang-orang semacam ini dalam setiap perubahan yang akan dilakukan. Jika mereka menjadi bagian dari perubahan, penolakan mereka akan berkurang pula. Anda juga sebaiknya mengenalkan perubahan tersebut sedikit demi sedikit, sehingga mereka akan terbiasa. Jangan melakukan perubahan mendadak.


5. SI PERAJUK
Karyawan jenis ini tak jarang menolak tugas yang dibebankan padanya, jika ia merasa tugas itu bukan bagian dari tugasnya. Biasanya, langkah itu ia tempuh sebagai akibat perlakuan yang ia terima. Ucapan favoritnya adalah: "Wah, tugas itu tidak termasuk job deskripsi saya."

SOLUSI: Cobalah cari kesempatan bagi Si Perajuk untuk mendapat pelatihan. Seringkali, sikap ini muncul karena ia merasa kariernya mentok, sehingga tak lagi antusias bekerja. Akibatnya, yang ia lakukan adalah, kalau bisa mengerjakan tugas sesedikit mungkin.


6. SI PENYEBAR GOSIP
Tipe satu ini sangat suka menyebarkan isu maupun gosip yang belum jelas kebenarannya. Ia akan merasa menjadi orang penting saat cerita yang ia sampaikan dan ia besar-besarkan diterima semua orang, atau membuat orang-orang di sekitarnya bereaksi. Seringkali, ia melakukan ini karena ia merasa tak diterima lingkungan atau susah masuk ke lingkungannya tersebut. Sebagai kompensasinya, ia pun menyebarkan gosip. Ucapan favoritnya adalah: "Eh, mau tahu enggak gosip terbaru tentang bos? "Biasanya, topik yang sangat ia suka adalah gosip tentang atasan, reorganisasi atau PHK, gaji teman sekerja, kesejahteraan karyawan, percintaan antar-karyawan. Dengan gosip yang ia sebarkan, ia merasa mampu mengontrol lingkungannya, meski cuma sementara.

SOLUSI: Cara terbaik adalah dengan memberikan informasi akurat kepada karyawan. Jika ini Anda lakukan, mereka tak bakal lagi tertarik pada omongan Si Penyebar Gosip


7. SI PESIMIS
Seorang pesimis menganggap kantor atau bahkan dunia sebagai tempat yang tidak nyaman. Ia berharap semua bisa ia lakukan tanpa kendala. Sebetulnya, ia tak pernah bahagia dengan apa yang terjadi. Apapun yang dikerjakan orang lain, ia merasa tak akan menciptakan perubahan baginya. Ucapan yang sering ia lontarkan adalah: "Wah, kayaknya saya enggak sanggup."

SOLUSI: Tak mudah memang mengubah sikap Si Pesimis. Jadi, sebagai langkah awal, fokuskan agar ia mau melakukan beberpa kebiasaaan positif untuk membuang sifat negatif yang ia miliki. Dengan banyak latihan dan dorongan, kebiasaan baru yang positif akan menggantikan kebiasaan pesimis yang merugikannya.


8. SI TAK PUNYA KOMITMEN
Karyawan tipe ini tak pernah melakukan pekerjaan dengan serius, sehingga membuat pekerjaan teman sekerjanya menjadi jauh lebih sulit. Baginya, kerja menempati prioritas nomor sekian, bukan sesuatu yang penting. Fokusnya pada pekerjaan hanya bagaimana caranya agar ia mendapat sedikit tugas, sehingga ia bisa punya banyak waktu untuk urusan pribadi atau hobinya. Mereka tak menganggap penting suatu tugas. Ucapan favorit mereka: "Ah, kerjaan, kan bisa menunggu."

SOLUSI: Si Tak Punya Komitmen ini harus punya standar dan target yang jelas. Ia juga butuh pengawasan, untuk melihat sejauh mana ia melakukan tugas-tugasnya.


9. SI TUKANG JEGAL
Apakah Anda punya saran atau cara lain untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menumpuk? Jika Anda punya, biasanya semua usulan Anda itu akan dijegal oleh Si Tukang Jegal. Ya, tugas atau misi utama Si Tukang Jegal adalah untuk tidak setuju dengan pendapat apapun dan siapapun. Yang penting ngeyel. Ia ingin dirinyalah yang benar, tak peduli bagiamana caranya. Anda tak bakal mendapat feedback positif darinya, kecuali selalu disalahkan. Komentarnya yang sering muncul adalah: "Ah, usulannya enggak oke."

SOLUSI: Si Tukang Jegal memang doyan memberi feedback negatif, tetapi tak pernah spesifik. Coba tanyakan, apa alasannya tidak setuju dengan usulan Anda, pasti ia tak akan bisa menunjukkan atau memberikan alasan. Yang harus Anda lakukan adalah tegas dan jangan menyerah. Ia pasti akan kesulitan memberi alasan atau menjelaskan kritiknya, karena memang ia mengritik tanpa alasan, kok. Jika Anda tanyakan soal detail, ia pasti akan bertele-tele dan mencari-cari kesalahan Anda yang lain. Anda juga harus yakin dan menyiapkan usulan sedetail mungkin, supaya ia tak punya cukup alasan untuk mengritik Anda. Namun, cobalah tunjukkan pula bahwa Anda menghargai pendapatnya dan ingin mengetahui apa yang sebetulnya ia inginkan. Sampaikan ini sesopan mungkin. Lama-lama, ia pasti akan mikir-mikir juga mengritik Anda, karena Anda selalu memintanya memberikan alasan dari kritik itu.


10. SI BOCAH
Tingkahnya memang masih seperti anak-anak yang tak beroleh mainan yang ia inginkan. Ngambek, menarik diri, dan akhirnya menangis. Ia juga rentan menghadapi tekanan. Ucapan favoritnya adalah: "Tak seorang pun menyukai saya."

SOLUSI: Orang tipe ini butuh lingkungan yang mendukung dan dorongan yang terus-menerus. Anda juga harus menurunkan tingkat stres dan tekanan yang ia terima.


11. SI PEKERJA KERAS
Karyawan jenis ini biasanya datang paling awal dan pulang paling akhir. Ia akan mengerjakan tugas apapun yang ia terima. Namun, ia juga akan mengeluh, meski mungkin pada dirinya sendiri, tentang beban kerja yang begitu menumpuk, rekan kerja yang tak mau bekerjasama, atau juga persoalan dengan atasan. Si Rela Berkorban ini biasanya memiliki kehidupan pribadi yang kurang menyenangkan, dan mencari kompensasi dengan bekerja keras. Yang seringkali membuatnya kesal adalah jika kerja kerasnya tak mendapat apresiasi. Jika ini yang terjadi, biasanya ia akan mengeluh: "Saya sudah berkoran untuk perusahaan ini, tapi tak seorang pun yang mau peduli."

SOLUSI: Anda harus terus-menerus memberi feedback positif kepada karyawan tipe ini. Misalnya, dengan memberi pujian atas kontribusi dan kerja keras yang telah ia tunjukkan. Si Rela Berkorban sangat menyukai pujian yang disampaikan di depan umum atau teman sekerjanya. Cara lain, jangan ragu untuk selalu mengirimkan email berisi pujian atas kerja kerasnya.


12. SI GAMANG
Ia sangat gampang jengkel pada kelemahan yang ia miliki, yang biasanya kemudian akan merembet keluar. Dia sering menemukan kekurangan pada kinerjanya, perkembangan kariernya, status ekonomi, dan sebagainya. Kenapa? Pasalnya, ia yaris tak punya konsep diri yang jelas. Yang sering ia katakan pada dirinya adalah: "Duh, kok aku bodoh banget sih!" atau "Hei, apa yang kamu lakukan, bodoh!" Ya, pangkal persoalannya terletak pada persepsinya pada dirinya sendiri.

SOLUSI: Usahakan untuk membangun harga dirinya. Ia butuh dorongan untuk memperkuat rasa percaya dirinya. Mintalah teman-teman lain untuk juga memberikan dorongan. Beri contoh bagaimana Anda, misalnya, dulu juga mengalami saat-saat sulit seperti yang ia alami, namun kemudian bisa Anda atasi.


13. SI PELEMPAR KESALAHAN
Biasanya, karyawan tipe ini tak pernah bisa menerima tanggungjawab atau kesalahan, dan menimpakannya kepada orang lain, apalagi di saat ia sedang berada dalam mood negatif. Tampaknya, ia justru kelihatan lebih nyaman melihat orang lain berada dalam masalah. Gawat kan?

SOLUSI: Si Pelempar Kesalahan akan menghentikan kebiasaanya jika Anda memberikannya contoh nyata, bahwa kesalahan dan kekurangan yang ia buat adalah pangkal persoalan. Anda harus jelas dan tahu betul posisi Anda, sehingga ia tak punya peluang untuk menimpakan kesalahannya pada Anda.


14. SI SENSITIF
Ini dia, si sangat sensitif. Sedikit saja ucapan atau tindakan yang Anda lakukan terhadapnya salah, sudah cukup untuk merontokkan hatinya. Dan jika perasaan bersalah itu menumpuk, ia pun akan bertingkah negatif. Coba lihat Dian, karyawati perusahaan selular. Ia selalu salah menanggapi ucapan atau tindakan yang ditujukan padanya. Misalnya, seorang rekannya berkomentar, "Kok udah mau pulang," setiap kali ia lewat pintu keluar. Dian merasa tak enak, dan merasa ada yang salah pada dirinya, sehingga semua rekannya mengatakan hal itu. Ia merasa semua temannya menganggapnya selalu pulang lebih awal dari rekan yang lain. Padahal, maksud teman-temannya cuma bercanda. Tapi, bagi Dian, ucapan mereka itu sangat menusuk hatinya. "Semua orang sepertinya tak menyukai saya."

SOLUSI: Jika Anda ingin menyampaikan saran atau kritik kepada Si Sensitif, sampaikan secara jelas dan to the point, tak perlu berbasa-basi. Katakan dengan pelan, dan jangan pernah menyinggung segala hal tentang dirinya. Yakinkan bahwa ia tak salah tangkap. Ini akan mengurangi perasaan bersalahnya.


Sebagai seorang karyawan, mungkin kita memiliki beberapa sifat atau tipe negatif tersebut. Akan lebih baik jika kita segera menginterospeksi diri kemudian sedikit demi sedikit melakukan perubahan ke arah yang lebih baik lagi.
»»  Selanjutnya...

Rabu, 18 November 2009

10 Alasan Karyawan Bermasalah Dipertahankan…..!!

Dalam kehidupan sehari-hari di dunia kerja, sebagai karyawan kita sring kali dihadapkan pada situasi yang rumit. Ada rekan kerja yang mudah diajak komunikasi, baik dalam urusan pekerjaan maupun urusan lainnya, tapi sering juga ada rekan kerja yang sama sekali tidak bisa diharapkan untuk bekerjasama. Bahkan dia ini terkesan seenaknya, namun tampaknya atasan tutup mata atau tidak mau tahu masalah ini. Kadang kita merasa frustasi atau malas jika sudah berhadapan dengan rekan kerja yang demikian, bukannya malah meringankan pekerjaan tapi malah kehadirannya justru
mendatangkan beban kerja baru bagi yang lainnya.
“Kenapa orang ini tidak diberhentikan atau dimutasikan saja ya, apa perusahaan ga merasa dirugikan?” Kalimat tersebut mungkin sering terbersit di benak setiap orang yang ada di kantor tersebut. Memberhentikan seorang karyawan mungkin mudah secara teori, namun sering kali sangat sulit untuk dilakukan dan ditempuh oleh perusahaan. Atasan karyawan pemalas ini mungkin saja mengetahui tabiat buruk yang bersangkutan, namun mungkin atasan atau perusahaan punya alasan lebih baik untuk tidak memecat karyawan yang bersangkutan.
Ada beberapa alasan yang melandasi karyawan bermasalah masih bebas melenggang di kantor dengan nikmatnya, sementara orang lain sudah muak dengan perilakunya:
1. Karyawan itu punya hubungan dengan bos
Meski perilakunya negatif, tetapi karena si karyawan memiliki hubungan pertemanan atau family dengan bos atau seseorang yang berkuasa, selamatlah dia dari lubang pemecatan. Dia mungkin tak pintar dalam pekerjaan, namun mungkin teman yang baik dalam hal lainnya, misalnya golf, tenis atau saat hang out bersama bos atau penguasa perusahaan tersebut.
2. Atasan memiliki ketergantungan yang kuat terhadap karyawan tersebut
Menurut Terence R. Mitchell, Ph.D., dalam bukunya “People in Organizations: Understanding Their Behavior,” saat atasan bergantung pada karyawan, biasanya si atasan seolah melupakan kinerja buruk karyawan yang bersangkutan. Kalaupun tahu, si atasan memilih tutup mata, tutup telinga. Selamatlah karyawan tersebut.
3. Karyawan itu membawa nilai lebih untuk perusahaan
Mungkin karyawan yang kerjanya hanya bercanda atau menghabiskan jam kerja karyawan lainnya itu sejatinya pekerja brilian, dimana produktivitasnya kerap menghasilkan pendapatan yang signifikan untuk perusahaan, tetapi hal ini tidak nampak oleh karyawan lainnya.
4. Atasan berpikir kelakuan karyawan masih bisa dimaafkan
Meskipun semua orang tahu karyawan itu orang yang menyebalkan, namun manajemen justru mencemaskan jika yang bersangkutan dipecat, situasi malah bisa lebih buruk. Apalagi jika atasan punya pengalaman buruk dalam merekrut orang yang tidak tepat untuk posisi karyawan dimaksud. Jadilah ‘pembiaran’ ini berlanjut. Kategori batas toleransi untuk hal-hal tersebut kadang antara manajemen dan lapangan (karyawan) berbeda. Tetapi fakta di lapangan biasanya lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan aturan dalam manajemen yang ada.
5. Atasan takut kepada si karyawan
Jika ada kecemasan bahwa karyawan yang bersangkutan mungkin akan menuntut perusahaan atau akan terjadi kericuhan saat dia dipecat, mungkin akan butuh waktu lama ‘mengusir’ keluar karyawan itu dari perusahaan. Jika ada ancaman, perusahaan perlu berkonsultasi dengan pengacara dan mengambil langkah yang tepat sebelum memutuskan memecat karyawannya. Hal ini sering menjadi dilema bagi perusahaan, umumnya ketika melaksanakan kebijakan penggunaan SDM lokal yang mutunya kurang sesuai.
6. Atasan kasihan padanya
Pada kasus tersebut, atasan menaruh simpati kepada karyawan, sehingga apapun yang dilakukan karyawan itu tidak ‘diambil hati.’ Bos mungkin khawatir, jika karyawan dipecat, dia tak bisa mendapatkan pekerjaan baru. Jika karyawan tersebut membutuhkan uang untuk menopang keluarga, memiliki masalah kesehatan, atau memiliki pengalaman menantang dalam hidupnya baru-baru ini, bos mungkin memutuskan karyawan itu tetap dipekerjakan saja. Semata demi alasan kasihan. baik sekali perasaan bos ini.
7. Atasan tak ingin merekrut yang baru
Memang butuh waktu menyelenggarakan perekrutan karyawan baru, mulai dari membuat iklan lowongan, menyortir aplikasi yang masuk, tes hingga wawancara dan melatih orang baru. Atasan mungkin merasa hal itu hanya buang-buang tenaga dan biaya sehingga lebih memilih mempertahankan karyawan bertabiat buruk ketimbang menggantinya dengan orang baru. Hal ini dilakukan apabila secara perhitungan manajemen, biaya yang dikeluarkan untuk merekrut karyawan baru lebih besar dibandingkan dengan mempertahankan karyawan yang ada.
8. Karyawan itu mengetahui sesuatu (rahasia, aib atau lainnya)
Karyawan yang bersangkutan mungkin mengetahui sesuatu yang memalukan soal atasannya, atau informasi yang dibutuhkan perusahaan. Misanya, karyawan itu adalah satu-satunya orang yang bias mengoperasikan peralatan aneh atau rumit yang amat dibutuhkan perusahaan saat ini. Jadi meski reputasinya buruk, apa boleh buat, manajemen memilih mempertahankannya.
9. Karyawan tahu kesalahan semua orang
Pada buku “Snakes in Suits,” Paul Babiak, Ph.D. dan Robert D.. Hare, Ph.D., menjelaskan bahwa psikopat di tempat kerja ternyata jumlahnya mencengangkan. Sementara psikopat mungkin mencakup 1% dari total populasi, Babiak dan Hare menemukan bahwa 3,5% para eksekutif bekerja dengan orang yang profilnya cocok dengan psikopat. “Karyawan psikopat merupakan pembohong patologis yang hanya sedikit bekerja atau malah tidak melakukan apa-apa untuk perusahaan. Mereka ini mempesona manajemen senior dengan ‘potensi kepemimpinan’ yang memaksa semua orang harus melindunginya atau dengan mudah si karyawan psikopat menyalahkan orang lain atas kesalahan yang diperbuatnya.
10. Karyawan itu sejatinya berkinerja baik
Jika rekan kerja sering berlama-lama saat jam makan siang, sering bekerja dari rumah atau melakukan sesuatu yang menurut orang lain tidak adil, sepanjang hal itu tidak mengganggu Anda, memang kenapa? Selama Anda tidak dirugikan, berhentilah memikirkan apa yang dilakukan orang lain. Pikirkan saja diri Anda sendiri.

So,....... be positive thinking (berpikirlah positif) terhadap orang lain, karena kita kadang tidak tahu apa sesungguhnya yang ada dalam pikiran orang lain dibalik perilakunya yang kadang kurang baik. Kita kadang tidak tahu kalau ternyata orang lain itu lebih baik dari kita. Ingat, jarum diseberang lautan akan nampak (kelihatan), tapi gajah dipelupuk mata tidak nampak (tidak kelihatan). Jangan suudzon (berprasangka buruk), tapi kita mesti husnudzon (berprasangka baik) terhadap orang lain, apapun yang dilakukannya.
Dalam kehidupan sehari-hari di dunia kerja, sebagai karyawan kita sring kali dihadapkan pada situasi yang rumit. Ada rekan kerja yang mudah diajak komunikasi, baik dalam urusan pekerjaan maupun urusan lainnya, tapi sering juga ada rekan kerja yang sama sekali tidak bisa diharapkan untuk bekerjasama. Bahkan dia ini terkesan seenaknya, namun tampaknya atasan tutup mata atau tidak mau tahu masalah ini. Kadang kita merasa frustasi atau malas jika sudah berhadapan dengan rekan kerja yang demikian, bukannya malah meringankan pekerjaan tapi malah kehadirannya justru
mendatangkan beban kerja baru bagi yang lainnya.
“Kenapa orang ini tidak diberhentikan atau dimutasikan saja ya, apa perusahaan ga merasa dirugikan?” Kalimat tersebut mungkin sering terbersit di benak setiap orang yang ada di kantor tersebut. Memberhentikan seorang karyawan mungkin mudah secara teori, namun sering kali sangat sulit untuk dilakukan dan ditempuh oleh perusahaan. Atasan karyawan pemalas ini mungkin saja mengetahui tabiat buruk yang bersangkutan, namun mungkin atasan atau perusahaan punya alasan lebih baik untuk tidak memecat karyawan yang bersangkutan.
Ada beberapa alasan yang melandasi karyawan bermasalah masih bebas melenggang di kantor dengan nikmatnya, sementara orang lain sudah muak dengan perilakunya:
1. Karyawan itu punya hubungan dengan bos
Meski perilakunya negatif, tetapi karena si karyawan memiliki hubungan pertemanan atau family dengan bos atau seseorang yang berkuasa, selamatlah dia dari lubang pemecatan. Dia mungkin tak pintar dalam pekerjaan, namun mungkin teman yang baik dalam hal lainnya, misalnya golf, tenis atau saat hang out bersama bos atau penguasa perusahaan tersebut.
2. Atasan memiliki ketergantungan yang kuat terhadap karyawan tersebut
Menurut Terence R. Mitchell, Ph.D., dalam bukunya “People in Organizations: Understanding Their Behavior,” saat atasan bergantung pada karyawan, biasanya si atasan seolah melupakan kinerja buruk karyawan yang bersangkutan. Kalaupun tahu, si atasan memilih tutup mata, tutup telinga. Selamatlah karyawan tersebut.
3. Karyawan itu membawa nilai lebih untuk perusahaan
Mungkin karyawan yang kerjanya hanya bercanda atau menghabiskan jam kerja karyawan lainnya itu sejatinya pekerja brilian, dimana produktivitasnya kerap menghasilkan pendapatan yang signifikan untuk perusahaan, tetapi hal ini tidak nampak oleh karyawan lainnya.
4. Atasan berpikir kelakuan karyawan masih bisa dimaafkan
Meskipun semua orang tahu karyawan itu orang yang menyebalkan, namun manajemen justru mencemaskan jika yang bersangkutan dipecat, situasi malah bisa lebih buruk. Apalagi jika atasan punya pengalaman buruk dalam merekrut orang yang tidak tepat untuk posisi karyawan dimaksud. Jadilah ‘pembiaran’ ini berlanjut. Kategori batas toleransi untuk hal-hal tersebut kadang antara manajemen dan lapangan (karyawan) berbeda. Tetapi fakta di lapangan biasanya lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan aturan dalam manajemen yang ada.
5. Atasan takut kepada si karyawan
Jika ada kecemasan bahwa karyawan yang bersangkutan mungkin akan menuntut perusahaan atau akan terjadi kericuhan saat dia dipecat, mungkin akan butuh waktu lama ‘mengusir’ keluar karyawan itu dari perusahaan. Jika ada ancaman, perusahaan perlu berkonsultasi dengan pengacara dan mengambil langkah yang tepat sebelum memutuskan memecat karyawannya. Hal ini sering menjadi dilema bagi perusahaan, umumnya ketika melaksanakan kebijakan penggunaan SDM lokal yang mutunya kurang sesuai.
6. Atasan kasihan padanya
Pada kasus tersebut, atasan menaruh simpati kepada karyawan, sehingga apapun yang dilakukan karyawan itu tidak ‘diambil hati.’ Bos mungkin khawatir, jika karyawan dipecat, dia tak bisa mendapatkan pekerjaan baru. Jika karyawan tersebut membutuhkan uang untuk menopang keluarga, memiliki masalah kesehatan, atau memiliki pengalaman menantang dalam hidupnya baru-baru ini, bos mungkin memutuskan karyawan itu tetap dipekerjakan saja. Semata demi alasan kasihan. baik sekali perasaan bos ini.
7. Atasan tak ingin merekrut yang baru
Memang butuh waktu menyelenggarakan perekrutan karyawan baru, mulai dari membuat iklan lowongan, menyortir aplikasi yang masuk, tes hingga wawancara dan melatih orang baru. Atasan mungkin merasa hal itu hanya buang-buang tenaga dan biaya sehingga lebih memilih mempertahankan karyawan bertabiat buruk ketimbang menggantinya dengan orang baru. Hal ini dilakukan apabila secara perhitungan manajemen, biaya yang dikeluarkan untuk merekrut karyawan baru lebih besar dibandingkan dengan mempertahankan karyawan yang ada.
8. Karyawan itu mengetahui sesuatu (rahasia, aib atau lainnya)
Karyawan yang bersangkutan mungkin mengetahui sesuatu yang memalukan soal atasannya, atau informasi yang dibutuhkan perusahaan. Misanya, karyawan itu adalah satu-satunya orang yang bias mengoperasikan peralatan aneh atau rumit yang amat dibutuhkan perusahaan saat ini. Jadi meski reputasinya buruk, apa boleh buat, manajemen memilih mempertahankannya.
9. Karyawan tahu kesalahan semua orang
Pada buku “Snakes in Suits,” Paul Babiak, Ph.D. dan Robert D.. Hare, Ph.D., menjelaskan bahwa psikopat di tempat kerja ternyata jumlahnya mencengangkan. Sementara psikopat mungkin mencakup 1% dari total populasi, Babiak dan Hare menemukan bahwa 3,5% para eksekutif bekerja dengan orang yang profilnya cocok dengan psikopat. “Karyawan psikopat merupakan pembohong patologis yang hanya sedikit bekerja atau malah tidak melakukan apa-apa untuk perusahaan. Mereka ini mempesona manajemen senior dengan ‘potensi kepemimpinan’ yang memaksa semua orang harus melindunginya atau dengan mudah si karyawan psikopat menyalahkan orang lain atas kesalahan yang diperbuatnya.
10. Karyawan itu sejatinya berkinerja baik
Jika rekan kerja sering berlama-lama saat jam makan siang, sering bekerja dari rumah atau melakukan sesuatu yang menurut orang lain tidak adil, sepanjang hal itu tidak mengganggu Anda, memang kenapa? Selama Anda tidak dirugikan, berhentilah memikirkan apa yang dilakukan orang lain. Pikirkan saja diri Anda sendiri.

So,....... be positive thinking (berpikirlah positif) terhadap orang lain, karena kita kadang tidak tahu apa sesungguhnya yang ada dalam pikiran orang lain dibalik perilakunya yang kadang kurang baik. Kita kadang tidak tahu kalau ternyata orang lain itu lebih baik dari kita. Ingat, jarum diseberang lautan akan nampak (kelihatan), tapi gajah dipelupuk mata tidak nampak (tidak kelihatan). Jangan suudzon (berprasangka buruk), tapi kita mesti husnudzon (berprasangka baik) terhadap orang lain, apapun yang dilakukannya.
»»  Selanjutnya...

Perencanaan Manajemen Sumber Daya Manusia

A. PENGERTIAN PERENCANAAN SDM
Perencanaan SDM adalah penentuan dan pemenuhan kebutuhan SDM suatu organisasi yang dimulai dari proses peramalan, pengembangan, pengimplementasian dan pengontrolan SDM yang ada, menjamin organisasi mempunyai kesesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara benar, waktu yang tepat, yang secara otomatis lebih bermanfaat dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Perencanaan Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya. (Yudim.blogspot.com)

Andrew E. Sikula (1981;145) mengemukakan bahwa: “Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan sebagai proses menentukan kebutuhan tenaga kerja dan berarti mempertemukan kebutuhan tersebut agar pelaksanaannya berinteraksi dengan rencana organisasi”.

George Milkovich dan Paul C. Nystrom (Dale Yoder, 1981:173) mendefinisikan bahwa:
“Perencanaan tenaga kerja adalah proses peramalan, pengembangan, pengimplementasian dan pengontrolan yang menjamin perusahaan mempunyai kesesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara benar, waktu yang tepat, yang secara otomatis lebih bermanfaat”.

Perencanaan SDM merupakan proses analisis dan identifikasi tersedianya kebutuhan akan sumber daya manusia sehingga organisasi tersebut dapat mencapai tujuannya.
1. Kepentingan Perencanaan SDM
Kepentingan Individu.
Kepentingan Organisasi.
Kepentingan Nasional.

2. Komponen-komponen Perencanaan SDM
Tujuan
Perencanaan SDM harus mempunyai tujuan yang berdasarkan kepentingan individu, organisasi dan kepentingan nasional. Tujuan perencanaan SDM adalah menghubungkan SDM yang ada untuk kebutuhan perusahaan pada masa yang akan datang untuk menghindari mismanajemen dan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.

Perencanaan Organisasi
Perencanaan Organisasi merupakan aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mengadakan perubahan yang positif bagi perkembangan organisasi. Peramalan SDM dipengaruhi secara drastis oleh tingkat produksi. Tingkat produksi dari perusahaan penyedia (suplier) maupun pesaing dapat juga berpengaruh. Meramalkan SDM, perlu memperhitungkan perubahan teknologi, kondisi permintaan dan penawaran, dan perencanaan karir.

Kesimpulannya, PSDM memberikan petunjuk masa depan, menentukan dimana tenaga kerja diperoleh, kapan tenaga kerja dibutuhkan, dan pelatihan dan pengembangan jenis apa yang harus dimiliki tenaga kerja. Melalui rencana suksesi, jenjang karier tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan perorangan yang konsisten dengan kebutuhan suatu organisasi.

Syarat – syarat perencanaan SDM:
Harus mengetahui secara jelas masalah yang akan direncanakannya.
Harus mampu mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang SDM.
Harus mempunyai pengalaman luas tentang job analysis, organisasi dan situasi persediaan SDM.
Harus mampu membaca situasi SDM masa kini dan masa mendatang.
Mampu memperkirakan peningkatan SDM dan teknologi masa depan.
Mengetahui secara luas peraturan dan kebijaksanaan perburuhan pemerintah.

3. Proses perencanaan SDM
Strategi SDM adalah alat yang digunakan untuk membantu organisasi untuk mengantisipasi dan mengatur penawaran dan permintaan SDM. Strategi SDM ini memberikan arah secara keseluruhan mengenai bagaimana kegiatan SDM akan dikembangkan dan dikelola.
Pengembangan rencana SDM merupakan rencana jangka panjang. Contohnya, dalam perencanaan SDM suatu organisasi harus mempertimbangkan alokasi orang-orang pada tugasnya untuk jangka panjang tidak hanya enam bulan kedepan atau hanya untuk tahun kedepan. Alokasi ini membutuhkan pengetahuan untuk dapat meramal kemungkinan apa yang akan terjadi kelak seperti perluasan, pengurangan pengoperasian, dan perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi organisasi tersebut.

Prosedur perencanaan SDM
Menetapkan secara jelas kualitas dan kuantitas SDM yang dibutuhkan.
Mengumpulkan data dan informasi tentang SDM.
Mengelompokkan data dan informasi serta menganalisisnya.
Menetapkan beberapa alternative.
Memilih yang terbaik dari alternative yang ada menjadi rencana.
Menginformasikan rencana kepada para karyawan untuk direalisasikan.

Metode Perencanaan SDM
Metode nonilmiah diartikan bahwa perencanaan SDM hanya didasarkan atas pengalaman, imajinasi, dan perkiraan-perkiraan dari perencanaanya saja. Rencana SDM semacam ini risikonya cukup besar, misalnya kualitas dan kuantitas tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Akibatnya timbul mismanajemen dan pemborosan yang merugikan perusahaan.
Metode ilmiah diartikan bahwa PSDM dilakukan berdasarkan atas hasil analisis dari data, informasi, dan peramalan (forecasting) dari perencananya. Rencana SDM semacam ini risikonya relative kecil karena segala sesuatunya telah diperhitungkan terlebih dahulu.

4. Pengevaluasian Rencana SDM
Jika perencanaan SDM dilakukan dengan baik, akan diperoleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
Manajemen puncak memiliki pandangan yang lebih baik terhadap dimensi SDM atau terhadap keputusan-keputusan bisnisnya.
Biaya SDM menjadi lebih kecil karena manajemen dapat mengantisipasi ketidakseimbangan sebelum terjadi hal-hal yang dibayangkan sebelumnya yang lebih besar biayanya.
Tersedianya lebih banyak waktu untuk menempatkan yang berbakat karena kebutuhan dapat diantisipasi dan diketahui sebelum jumlah tenaga kerja yang sebenarnya dibutuhkan.
Adanya kesempatan yang lebih baik untuk melibatkan wanita dan golongan minoritas didalam rencana masa yang akan datang.
Pengembangan para manajer dapat dilaksanakan dengan lebih baik.

Kendala-kendala Perencanaan SDM
1. Standar kemampuan SDM
Standar kemampuan SDM yang pasti belum ada, akibatnya informasi kemampuan SDM hanya berdasarkan ramalan-ramalan (prediksi) saja yang sifatnya subjektif. Hal ini menjadi kendala yang serius dalam PSDM untuk menghitung potensi SDM secara pasti.
2. Manusia (SDM) Mahluk Hidup
Manusia sebagai mahluk hidup tidak dapat dikuasai sepenuhnya seperti mesin. Hal ini menjadi kendala PSDM, karena itu sulit memperhitungkan segala sesuatunya dalam rencana. Misalnya, ia mampu tapi kurang mau melepaskan kemampuannya.
3. Situasi SDM
Persediaan, mutu, dan penyebaran penduduk yang kurang mendukung kebutuhan SDM perusahaan. Hal ini menjadi kendala proses PSDM yang baik dan benar.
4. Kebijaksanaan Perburuhan Pemerintah
Kebijaksanaan perburuhan pemerintah, seperti kompensasi, jenis kelamin, WNA, dan kendala lain dalam PSDM untuk membuat rencana yang baik dan tepat.


B. PERAMALAN
Peramalan (forecasting) menggunakan informasi masa lalu dan saat ini untuk mengidentifikasi kondisi masa depan yang diharapkan. Proyeksi untuk masa yang akan datang tentu saja ada unsur ketidaktepatan. Basanya orang yang berpengalaman mampu meramal cukup akurat terhadap benefit organisasi dalam rencana jangka panjang.
Pendekatan-pendekatan untuk meramal SDM dapat dimulai dari perkiraan terbaik dari para manajer sampai pada simulasi komputer yang rumit. Asumsi yang sederhana mungkin cukup untuk jarak tertentu, tetapi jarak yang rumit akan diperlukan untuk yang lain.

Jangka waktu peramalan
Peramalan SDM harus dilakukan melalui tiga tahap: perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang.
Peramalan terhadap kebutuhan SDM (permintaan)
Penekanan utama dari peramalan SDM saat ini adalah meramalkan kebutuhan SDM organisasi atau permintaan kebutuhan akan SDM. Ramalan permintaan dapat berupa penilaian subjektif atau matematis.

Metode meramalkan permintaan, yaitu:
1. Metode penilaian terdiri dari:
a. Estimasi dapat top down atau bottom up, tetapi pada dasarnya yang berkepentingan ditanya “Berapa orang yang akan anda butuhkan tahun depan?”
b. Rules of thumb mempercayakan pedoman umum diterapkan pada situasi khusus dalam organisasi. Contoh; pedoman “one operations managers per five reporting supervisors” membantu dan meramalkan jumlah supervisor yang dibutuhkan dalam suatu divisi. Bagaimanapun, hal ini penting untuk menyesuaikan pedoman untuk mengetahui kebutuhan departemen yang sangat bervariasi.
c. Teknik Delphi menggunakan input dari kelompok pakar. Opini pakar dicari dengan menggunakan kuesioner terpisah dalam situasi diramalkan. Opini pakar kemudian digabungkan dan dikembalikan kepada para pakar untuk opini tanpa nama yang kedua. Proses ini akana berlangsung beberapa pakar hingga pakar pada umumnya asetuju pada satu penilaian. Sebagai contoh, pendekatan ini telah digunakan untuk meramalakan pengaruh teknologi pada Manajemen SDM dan kebutuhan perekrutan staff.
d. Teknik kelompok Nominal, tidak seperti Delphi, membutuhkan pakar untuk bertemu secara langsung. Gagasan mereka biasanya timbul secara bebas pada saat pertama kali, didiskusikan sebagai kelompok dan kemudian disusun senagai laporan.

2. Metode Matematika, terdiri dari:
a. Analisis Regresi Statistik membuat perbandingan statistik dari hubungan masa lampau diantara berbagai faktor. Sebagai contoh, hubungan secara statistik antara penjualan kotor dan jumlah karyawan dalam rantai retail mungkin berguna dalam meramalkan sejumlah karyawan yang akan dibutuhkan jika penjualan retail meningkat 30 %.
b. Metode Simulasi merupakan gambaran situasi nyata dalam bentuk abstrak sebagai contoh, model ekonometri meramalkan pertumbuhan dalam pemakaian software akan mengarahkan dalam meramalkan kebutuhan pengembangan software.
c. Rasio Produktivitas menghitung rata-rata jumlah unit yang diproduksi perkaryawan. Rata-rata ini diaplikasikan untuk ramalan penjualan untuk menentukan jumlah karyawan yang dibutuhkan, sebagai contoh, suatu perusahaan dapat meramalkan jumlah penjualan representative menggunakan rasio ini.
d. Rasio jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dapat digunakan untuk meramalkan tenaga kerja tak langsung. Sebagai contoh, jika perusahaan biasanya menggunakan satu orang klerikal untuk 25 tenaga kerja produksi, yang rasio dapat digunakan untuk membantu estimasi untuk tenaga klerikal.


C. ESTIMASI PERSEDIAAN/SUPPLY SDM INTERNAL DAN EKSTERNAL
Kalau sudah ada proyeksi permintaan HR dimasa yang akan datang, masalah berikutnya adalah bagaimana mengisi kebutuhan tersebut.
Ada dua sumber persediaan SDM: internal dan eksternal. Persediaan/supply internal bisa berasal dari karyawan yang telah ada yang dapat dipromosikan, ditransfer, atau didemosi untuk mengisi lowongan. Supply eksternal berasal dari luar atau mereka yang tidak sedang bekerja di organisasi tersebut dan siap direkrut oleh organisasi/perusahaan.

1. PENILAIAN INTERNAL TERHADAP KETENAGAKERJAAN ORGANISASI
Bagian dari perencanaan sumber daya manusia adalah menganalisis pekerjaan yang perlu dilakukan dan keahlian yang terdapat pada seseorang untuk melakukan suatu tugas. Kebutuhan organisasi harus di bandingkan dengan penyediaan tenaga kerja yang ada.
Tidak hanya sekedar menghitung jumlah karyawan. Harus dilakukan audit tenaga kerja yang sudah ada untuk mengetahui kemampuan pekerja yang ada.
Informasi ini menjadi dasar estimasi tentatif mengenai lowongan-lowongan yang dapat diisi oleh karyawan yang ada.
Penugasan tentatif ini biasanya dicatat di”Replacement Chart”. Chart ini merupakan representasi visual menyangkut SIAPA yang akan menggantikan SIAPA jika terjadi pergantian. Namun karena informasinya yang terbatas maka perlu juga dilengkapi dengan “Replacement Summaries”.
Mempertimbangkan karyawan-karyawan yang sudah ada untuk lowongan di masa yang akan datang adalah penting jika karyawan diproyeksikan memiliki karir yang panjang.
Audit and Replacement Chart juga penting bagi HRD. Dengan pengetahuan akan karyawan yang lebih banyak, HRD dapat merencanakan recruiting, training, dan career planning secara lebih efektif.
Pengetahuan ini juga dapat membantu HRD untuk memenuhi AAP dengan mengidentifikasi calon-calon minoritas interen untuk lowongan-lowongan tertentu.
Berikut adalah pertanyaan yang di berikan selama penilaian internal:
a. Pekerjaan apa yang ada pada saat ini ?
b. Berapa banyak orang yang mengerjakan setiap tugas ?
c. Apa hubungan laporan di antara tugas-tugas tersebut ?
d. Berapa pentingnya masing-masing tugas tersebut ?
e. Pekerjaan manakah yang membutuhkan penerapan strategi organisasi ?
f. Apa saja karakteristik dari pekerjaan yang di harapkan ?

Metode-metode yang digunakan untuk mengestimasi/menilai supply SDM internal yaitu:
a. Auditing Pekerjaan dan Keahlian
Tahap permulaan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan yang ada didalam suatu perusahaan adalah mengaudit pekerjaan yang sedang dilakukan organisasi pada saat ini. Penilaian internal ini menolong menempatkan kedudukan suatu organisasi dalam mengembangkan atau memantapkan keunggulan kompetitif. Analisis yang komprehensif dari semua pekerjaan saat ini memberikan dasar untuk mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Audit SDM merupakan tindak lanjut dari realisasi perencanaan-perencanaan yang telah dilakukan.

Kepentingan audit bagi perusahaan
Untuk mengetahui prestasi karyawan.
Untuk mengetahui besarnya kompensasi karyawan yang bersangkutan.
Untuk mengetahui kreativitas dan perilaku karyawan.
Untuk menetapkan apakah karyawan perlu dimutasi (vertical-horizontal) dan atau diberhentikan.
Untuk mengetahui apakah karyawan itu dapat bekerja sama dengan karyawan lainya.


Kepentingan audit bagi SDM
Untuk memenuhi kepuasan ego manusia yang selalu ingin diperhatikan dan mendapat nilai/pujian dari hasil kerjanya.
Karyawan ingin mangetahui apakah prestasi kerjanya lebih baik dari pada karyawan lainya.
Untuk kepentingan jasa dan promosinya.
Mengakrabkan hubungan para karyawan dengan pimpinannya

Tujuan audit SDM
Untuk mengetahui apakah pelaksanaan dan hasil kerja karyawan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Untuk mengetahui apakah semua karyawan dapat menyelesaikan job description-nya dengan baik dan tepat waktu.
Sebagai pedoman menentukan besarnya balas jasa kepada setiap karyawan.
Sebagai dasar pertimbangan pemberian pujian dan atau hukuman kepada setiap karyawan.
Sebagai dasar pertimbangan pelaksanaan mutasi vertical (promosi atau demosi), horizontal, dan atau alih tugas bagi karyawan.
Untuk memotivasi peningkatan semangat kerja, prestasi kerja, dan kedisiplian karyawan.

b. Inventarisasi Kemampuan Organisasi
Sumber dasar dari data tenaga kerja adalah data Sumber Daya Manusia pada organisasi. Perencana dapat menggunakan inventarisasi ini untuk menentukan kebutuhan jangka panjang untuk perekrutan, penyeleksian dan pengembangan sumber daya manusia. Juga informasi tersebut dapat menjadi dasar untuk menentukan kemampuan tambahan yang diperlukan tenaga kerja masa mendatang yang mungkin belum diperlukan pada saat ini
Komponen Inventarisasi Kemampuan Organisasi sering kali terdiri dari:
1)Demografi tenaga kerja secara individu (umur, masa kerja di organisasi, masa kerja pada jenis tugas yang sekarang).
2)Kemajuan karier secara individu penanggung tugas, waktu yang diperlukan untuk setiap jenis tugas, promosi atau perbahan ke tugas lain, tingkat upah).
3)Data kinerja secara individu ( penyerlesaian pekerjaan, perkembangan pada keahliannya)
Ketiga informasi diatas dapat diperluas meliputi:
1)Pendidikan dan pelatihan
2)Mobilitas dan letak geografis yang diinginkan
3)Bakat, kemampuan dan keinginan yang spesifik
4)Bidang yang diminati dan tingkat promosi didalam perusahaan
5)Tingkat kemampuan untuk promosi
6)Pensiun yang diharapkan

Informasi yang telah diperoleh dari hasil Audit SDM dan inventarisasi kemampuan organisasi SDM diatas lalu dikonversikan ke dalam Sistem Informasi SDM (SISDM). SISDM adalah sistem integrasi yang dirancang untuk menyediakan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan SDM.
a. Tujuan SISDM
Meningkatkan efisiensi data tenaga kerja dimana SDM dikumpulkan
Lebih Strategis dan berhubungan dengan perencanaan SDM.

b. Kegunaan SISDM
SISDM mempunyai banyak kegunaan dalam suatu organisasi. Yang paling dasar adalah otomatisasi dari pembayaran upah dan kegaiatan benefit. Dengan SISDM , pencatatan waktu tenaga kerja dimasukan kedalam system, dan dimodifikasi disesuaikan pada setiap individual. Kegunaan umum yang lain dari SISDM adalah kesetaraan kesempatan bekerja.

Untuk merancang SISDM yang efektif, para ahli menyarankan untuk menilainya dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai data yang akan diperlukan seperti:
a. Informasi apa yang tersedia, dan informasi apa yang dibutuhkan tentang orang-orang dalam organisasi?
b. Untuk tujuan apa informasi tersebut akan diberikan?
c. Pada format yang bagaimana seharusnya output untuk penyesuaian dengan data perusahaan lain?
d. Siapa yang membutuhkan informasi
e. Kapan dan seberapa seringnya informasi dibutuhkan?

Succesion Planning
Merupakan proses HR planner dan operating managers gunakan untuk mengkonversi informasi mengenai karyawan-karyawan yang ada sekarang kedalam keputusan-keputusan menyangkut “internal job placements” dimasa yang akan datang.

2. ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL
Analisis lingkungan merupakan proses penelitian terhadap lingkungan organisasi untuk menentukan kesempatan atau ancaman. Hasil analisis akan mempengaruhi rencana SDM karena setiap organisasi akan masuk pada pasar tenaga kerja yang sama yang memasok, juga perusahaan lain.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pasokan tenaga kerja antara lain:
Pengaruh pemerintah
Kondisi perekonomian
Masalah kependudukan dan persaingan
komposisi tenaga kerja dan pola kerja


D. SEBAB-SEBAB PERMINTAAN SDM
1. Faktor internal sebagai sebab permintaan SDM
Faktor internal adalah kondisi persiapan dan kesiapan SDM sebuah organisasi/perusahaan dalam melakukan operasional bisnis pada masa sekarang dan untuk mengantisipasi perkembangannya dimasa depan. Dengan kata lain faktor internal adalah alasan permintaan SDM, yang bersumber dari kekurangan SDM didalam organisasi/perusahaan yang melaksanakan bisnisnya, yang menyebabkan diperlukan penambahan jumlah SDM. Alasan ini terdiri dari:
a. Faktor Rencana Strategik dan rencana operasional
b. Faktor prediksi produk dan penjualan
c. Faktor pembiayaan (cost) SDM
d. Faktor pembukaan bisnis baru (pengembangan bisnis)
e. Faktor desain Organisasi dan Desain Pekerjaan
f. Faktor keterbukaan dan keikutsertaan manajer

2. Faktor eksternal sebagai sebab permintaan SDM
Faktor eksternal adalah kondisi lingkungan bisnis yang berada diluar kendali perusahaan yang berpengaruh pada rencana strategic dan rencana operasional, sehingga langsung atau tidak langsung berpengaruh pada perencanaan SDM. Faktor eksternal tersebut pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai sebab atau alasan permintaan SDM dilingkungan sebuah organisasi/perusahaan. Sebab atau alasan terdiri dari:
a. Faktor Ekonomi Nasional dan Internasional (Global)
b. Faktor Sosial, Politik dan Hukum
c. Faktor Teknologi
d. Faktor Pasar Tenaga Kerja dan Pesaing

3. Faktor Ketenagakerjaan
Faktor ini adalah kondisi tenaga kerja (SDM) yang dimiliki perusahaan sekarang dan prediksinya dimasa depan yang berpengaruh pada permintaan tenaga kerja baru. Kondisi tersebut dapat diketahui dari hasil audit SDM dan Sistem Informasi SDM (SISDM) sebagai bagian dari Sistem Informasi manajemen (SIM) sebuah organisasi/perusahaan. Beberapa dari faktor ini adalah:
a. Jumlah, waktu dan kualifikasi SDM yang pensiun, yang harus dimasukan dalam prediksi kebutuhan SDM sebagai pekerjaan/jabatan kosong yang harus dicari penggantinya.
b. Prediksi jumlah dan kualifikasi SDM yang akan berhenti/keluar dan PHK sesuai dengan Kesepakatan Kerja Bersama(KKB) atau kontrak kerja, yang harud diprediksi calon penggantinya untuk mengisi kekosongan pada waktu yang tepat, baik yang bersumber internal maupun eksternal.
c. Prediksi yang meninggal dunia

Pada akhirnya dari seluruh penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa PSDM sangat penting untuk dilakukan karena memungkinkan HRD menempatkan Staf yang tepat pada saat yang tepat.
A. PENGERTIAN PERENCANAAN SDM
Perencanaan SDM adalah penentuan dan pemenuhan kebutuhan SDM suatu organisasi yang dimulai dari proses peramalan, pengembangan, pengimplementasian dan pengontrolan SDM yang ada, menjamin organisasi mempunyai kesesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara benar, waktu yang tepat, yang secara otomatis lebih bermanfaat dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Perencanaan Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang dimiliki individu, perilaku dan sifatnya ditentukan oleh keturunan dan lingkungannya, sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya. (Yudim.blogspot.com)

Andrew E. Sikula (1981;145) mengemukakan bahwa: “Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan sebagai proses menentukan kebutuhan tenaga kerja dan berarti mempertemukan kebutuhan tersebut agar pelaksanaannya berinteraksi dengan rencana organisasi”.

George Milkovich dan Paul C. Nystrom (Dale Yoder, 1981:173) mendefinisikan bahwa:
“Perencanaan tenaga kerja adalah proses peramalan, pengembangan, pengimplementasian dan pengontrolan yang menjamin perusahaan mempunyai kesesuaian jumlah pegawai, penempatan pegawai secara benar, waktu yang tepat, yang secara otomatis lebih bermanfaat”.

Perencanaan SDM merupakan proses analisis dan identifikasi tersedianya kebutuhan akan sumber daya manusia sehingga organisasi tersebut dapat mencapai tujuannya.
1. Kepentingan Perencanaan SDM
Kepentingan Individu.
Kepentingan Organisasi.
Kepentingan Nasional.

2. Komponen-komponen Perencanaan SDM
Tujuan
Perencanaan SDM harus mempunyai tujuan yang berdasarkan kepentingan individu, organisasi dan kepentingan nasional. Tujuan perencanaan SDM adalah menghubungkan SDM yang ada untuk kebutuhan perusahaan pada masa yang akan datang untuk menghindari mismanajemen dan tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas.

Perencanaan Organisasi
Perencanaan Organisasi merupakan aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mengadakan perubahan yang positif bagi perkembangan organisasi. Peramalan SDM dipengaruhi secara drastis oleh tingkat produksi. Tingkat produksi dari perusahaan penyedia (suplier) maupun pesaing dapat juga berpengaruh. Meramalkan SDM, perlu memperhitungkan perubahan teknologi, kondisi permintaan dan penawaran, dan perencanaan karir.

Kesimpulannya, PSDM memberikan petunjuk masa depan, menentukan dimana tenaga kerja diperoleh, kapan tenaga kerja dibutuhkan, dan pelatihan dan pengembangan jenis apa yang harus dimiliki tenaga kerja. Melalui rencana suksesi, jenjang karier tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan perorangan yang konsisten dengan kebutuhan suatu organisasi.

Syarat – syarat perencanaan SDM:
Harus mengetahui secara jelas masalah yang akan direncanakannya.
Harus mampu mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang SDM.
Harus mempunyai pengalaman luas tentang job analysis, organisasi dan situasi persediaan SDM.
Harus mampu membaca situasi SDM masa kini dan masa mendatang.
Mampu memperkirakan peningkatan SDM dan teknologi masa depan.
Mengetahui secara luas peraturan dan kebijaksanaan perburuhan pemerintah.

3. Proses perencanaan SDM
Strategi SDM adalah alat yang digunakan untuk membantu organisasi untuk mengantisipasi dan mengatur penawaran dan permintaan SDM. Strategi SDM ini memberikan arah secara keseluruhan mengenai bagaimana kegiatan SDM akan dikembangkan dan dikelola.
Pengembangan rencana SDM merupakan rencana jangka panjang. Contohnya, dalam perencanaan SDM suatu organisasi harus mempertimbangkan alokasi orang-orang pada tugasnya untuk jangka panjang tidak hanya enam bulan kedepan atau hanya untuk tahun kedepan. Alokasi ini membutuhkan pengetahuan untuk dapat meramal kemungkinan apa yang akan terjadi kelak seperti perluasan, pengurangan pengoperasian, dan perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi organisasi tersebut.

Prosedur perencanaan SDM
Menetapkan secara jelas kualitas dan kuantitas SDM yang dibutuhkan.
Mengumpulkan data dan informasi tentang SDM.
Mengelompokkan data dan informasi serta menganalisisnya.
Menetapkan beberapa alternative.
Memilih yang terbaik dari alternative yang ada menjadi rencana.
Menginformasikan rencana kepada para karyawan untuk direalisasikan.

Metode Perencanaan SDM
Metode nonilmiah diartikan bahwa perencanaan SDM hanya didasarkan atas pengalaman, imajinasi, dan perkiraan-perkiraan dari perencanaanya saja. Rencana SDM semacam ini risikonya cukup besar, misalnya kualitas dan kuantitas tenaga kerja tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Akibatnya timbul mismanajemen dan pemborosan yang merugikan perusahaan.
Metode ilmiah diartikan bahwa PSDM dilakukan berdasarkan atas hasil analisis dari data, informasi, dan peramalan (forecasting) dari perencananya. Rencana SDM semacam ini risikonya relative kecil karena segala sesuatunya telah diperhitungkan terlebih dahulu.

4. Pengevaluasian Rencana SDM
Jika perencanaan SDM dilakukan dengan baik, akan diperoleh keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
Manajemen puncak memiliki pandangan yang lebih baik terhadap dimensi SDM atau terhadap keputusan-keputusan bisnisnya.
Biaya SDM menjadi lebih kecil karena manajemen dapat mengantisipasi ketidakseimbangan sebelum terjadi hal-hal yang dibayangkan sebelumnya yang lebih besar biayanya.
Tersedianya lebih banyak waktu untuk menempatkan yang berbakat karena kebutuhan dapat diantisipasi dan diketahui sebelum jumlah tenaga kerja yang sebenarnya dibutuhkan.
Adanya kesempatan yang lebih baik untuk melibatkan wanita dan golongan minoritas didalam rencana masa yang akan datang.
Pengembangan para manajer dapat dilaksanakan dengan lebih baik.

Kendala-kendala Perencanaan SDM
1. Standar kemampuan SDM
Standar kemampuan SDM yang pasti belum ada, akibatnya informasi kemampuan SDM hanya berdasarkan ramalan-ramalan (prediksi) saja yang sifatnya subjektif. Hal ini menjadi kendala yang serius dalam PSDM untuk menghitung potensi SDM secara pasti.
2. Manusia (SDM) Mahluk Hidup
Manusia sebagai mahluk hidup tidak dapat dikuasai sepenuhnya seperti mesin. Hal ini menjadi kendala PSDM, karena itu sulit memperhitungkan segala sesuatunya dalam rencana. Misalnya, ia mampu tapi kurang mau melepaskan kemampuannya.
3. Situasi SDM
Persediaan, mutu, dan penyebaran penduduk yang kurang mendukung kebutuhan SDM perusahaan. Hal ini menjadi kendala proses PSDM yang baik dan benar.
4. Kebijaksanaan Perburuhan Pemerintah
Kebijaksanaan perburuhan pemerintah, seperti kompensasi, jenis kelamin, WNA, dan kendala lain dalam PSDM untuk membuat rencana yang baik dan tepat.


B. PERAMALAN
Peramalan (forecasting) menggunakan informasi masa lalu dan saat ini untuk mengidentifikasi kondisi masa depan yang diharapkan. Proyeksi untuk masa yang akan datang tentu saja ada unsur ketidaktepatan. Basanya orang yang berpengalaman mampu meramal cukup akurat terhadap benefit organisasi dalam rencana jangka panjang.
Pendekatan-pendekatan untuk meramal SDM dapat dimulai dari perkiraan terbaik dari para manajer sampai pada simulasi komputer yang rumit. Asumsi yang sederhana mungkin cukup untuk jarak tertentu, tetapi jarak yang rumit akan diperlukan untuk yang lain.

Jangka waktu peramalan
Peramalan SDM harus dilakukan melalui tiga tahap: perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang.
Peramalan terhadap kebutuhan SDM (permintaan)
Penekanan utama dari peramalan SDM saat ini adalah meramalkan kebutuhan SDM organisasi atau permintaan kebutuhan akan SDM. Ramalan permintaan dapat berupa penilaian subjektif atau matematis.

Metode meramalkan permintaan, yaitu:
1. Metode penilaian terdiri dari:
a. Estimasi dapat top down atau bottom up, tetapi pada dasarnya yang berkepentingan ditanya “Berapa orang yang akan anda butuhkan tahun depan?”
b. Rules of thumb mempercayakan pedoman umum diterapkan pada situasi khusus dalam organisasi. Contoh; pedoman “one operations managers per five reporting supervisors” membantu dan meramalkan jumlah supervisor yang dibutuhkan dalam suatu divisi. Bagaimanapun, hal ini penting untuk menyesuaikan pedoman untuk mengetahui kebutuhan departemen yang sangat bervariasi.
c. Teknik Delphi menggunakan input dari kelompok pakar. Opini pakar dicari dengan menggunakan kuesioner terpisah dalam situasi diramalkan. Opini pakar kemudian digabungkan dan dikembalikan kepada para pakar untuk opini tanpa nama yang kedua. Proses ini akana berlangsung beberapa pakar hingga pakar pada umumnya asetuju pada satu penilaian. Sebagai contoh, pendekatan ini telah digunakan untuk meramalakan pengaruh teknologi pada Manajemen SDM dan kebutuhan perekrutan staff.
d. Teknik kelompok Nominal, tidak seperti Delphi, membutuhkan pakar untuk bertemu secara langsung. Gagasan mereka biasanya timbul secara bebas pada saat pertama kali, didiskusikan sebagai kelompok dan kemudian disusun senagai laporan.

2. Metode Matematika, terdiri dari:
a. Analisis Regresi Statistik membuat perbandingan statistik dari hubungan masa lampau diantara berbagai faktor. Sebagai contoh, hubungan secara statistik antara penjualan kotor dan jumlah karyawan dalam rantai retail mungkin berguna dalam meramalkan sejumlah karyawan yang akan dibutuhkan jika penjualan retail meningkat 30 %.
b. Metode Simulasi merupakan gambaran situasi nyata dalam bentuk abstrak sebagai contoh, model ekonometri meramalkan pertumbuhan dalam pemakaian software akan mengarahkan dalam meramalkan kebutuhan pengembangan software.
c. Rasio Produktivitas menghitung rata-rata jumlah unit yang diproduksi perkaryawan. Rata-rata ini diaplikasikan untuk ramalan penjualan untuk menentukan jumlah karyawan yang dibutuhkan, sebagai contoh, suatu perusahaan dapat meramalkan jumlah penjualan representative menggunakan rasio ini.
d. Rasio jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dapat digunakan untuk meramalkan tenaga kerja tak langsung. Sebagai contoh, jika perusahaan biasanya menggunakan satu orang klerikal untuk 25 tenaga kerja produksi, yang rasio dapat digunakan untuk membantu estimasi untuk tenaga klerikal.


C. ESTIMASI PERSEDIAAN/SUPPLY SDM INTERNAL DAN EKSTERNAL
Kalau sudah ada proyeksi permintaan HR dimasa yang akan datang, masalah berikutnya adalah bagaimana mengisi kebutuhan tersebut.
Ada dua sumber persediaan SDM: internal dan eksternal. Persediaan/supply internal bisa berasal dari karyawan yang telah ada yang dapat dipromosikan, ditransfer, atau didemosi untuk mengisi lowongan. Supply eksternal berasal dari luar atau mereka yang tidak sedang bekerja di organisasi tersebut dan siap direkrut oleh organisasi/perusahaan.

1. PENILAIAN INTERNAL TERHADAP KETENAGAKERJAAN ORGANISASI
Bagian dari perencanaan sumber daya manusia adalah menganalisis pekerjaan yang perlu dilakukan dan keahlian yang terdapat pada seseorang untuk melakukan suatu tugas. Kebutuhan organisasi harus di bandingkan dengan penyediaan tenaga kerja yang ada.
Tidak hanya sekedar menghitung jumlah karyawan. Harus dilakukan audit tenaga kerja yang sudah ada untuk mengetahui kemampuan pekerja yang ada.
Informasi ini menjadi dasar estimasi tentatif mengenai lowongan-lowongan yang dapat diisi oleh karyawan yang ada.
Penugasan tentatif ini biasanya dicatat di”Replacement Chart”. Chart ini merupakan representasi visual menyangkut SIAPA yang akan menggantikan SIAPA jika terjadi pergantian. Namun karena informasinya yang terbatas maka perlu juga dilengkapi dengan “Replacement Summaries”.
Mempertimbangkan karyawan-karyawan yang sudah ada untuk lowongan di masa yang akan datang adalah penting jika karyawan diproyeksikan memiliki karir yang panjang.
Audit and Replacement Chart juga penting bagi HRD. Dengan pengetahuan akan karyawan yang lebih banyak, HRD dapat merencanakan recruiting, training, dan career planning secara lebih efektif.
Pengetahuan ini juga dapat membantu HRD untuk memenuhi AAP dengan mengidentifikasi calon-calon minoritas interen untuk lowongan-lowongan tertentu.
Berikut adalah pertanyaan yang di berikan selama penilaian internal:
a. Pekerjaan apa yang ada pada saat ini ?
b. Berapa banyak orang yang mengerjakan setiap tugas ?
c. Apa hubungan laporan di antara tugas-tugas tersebut ?
d. Berapa pentingnya masing-masing tugas tersebut ?
e. Pekerjaan manakah yang membutuhkan penerapan strategi organisasi ?
f. Apa saja karakteristik dari pekerjaan yang di harapkan ?

Metode-metode yang digunakan untuk mengestimasi/menilai supply SDM internal yaitu:
a. Auditing Pekerjaan dan Keahlian
Tahap permulaan untuk mengevaluasi kekuatan dan kelemahan yang ada didalam suatu perusahaan adalah mengaudit pekerjaan yang sedang dilakukan organisasi pada saat ini. Penilaian internal ini menolong menempatkan kedudukan suatu organisasi dalam mengembangkan atau memantapkan keunggulan kompetitif. Analisis yang komprehensif dari semua pekerjaan saat ini memberikan dasar untuk mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Audit SDM merupakan tindak lanjut dari realisasi perencanaan-perencanaan yang telah dilakukan.

Kepentingan audit bagi perusahaan
Untuk mengetahui prestasi karyawan.
Untuk mengetahui besarnya kompensasi karyawan yang bersangkutan.
Untuk mengetahui kreativitas dan perilaku karyawan.
Untuk menetapkan apakah karyawan perlu dimutasi (vertical-horizontal) dan atau diberhentikan.
Untuk mengetahui apakah karyawan itu dapat bekerja sama dengan karyawan lainya.


Kepentingan audit bagi SDM
Untuk memenuhi kepuasan ego manusia yang selalu ingin diperhatikan dan mendapat nilai/pujian dari hasil kerjanya.
Karyawan ingin mangetahui apakah prestasi kerjanya lebih baik dari pada karyawan lainya.
Untuk kepentingan jasa dan promosinya.
Mengakrabkan hubungan para karyawan dengan pimpinannya

Tujuan audit SDM
Untuk mengetahui apakah pelaksanaan dan hasil kerja karyawan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Untuk mengetahui apakah semua karyawan dapat menyelesaikan job description-nya dengan baik dan tepat waktu.
Sebagai pedoman menentukan besarnya balas jasa kepada setiap karyawan.
Sebagai dasar pertimbangan pemberian pujian dan atau hukuman kepada setiap karyawan.
Sebagai dasar pertimbangan pelaksanaan mutasi vertical (promosi atau demosi), horizontal, dan atau alih tugas bagi karyawan.
Untuk memotivasi peningkatan semangat kerja, prestasi kerja, dan kedisiplian karyawan.

b. Inventarisasi Kemampuan Organisasi
Sumber dasar dari data tenaga kerja adalah data Sumber Daya Manusia pada organisasi. Perencana dapat menggunakan inventarisasi ini untuk menentukan kebutuhan jangka panjang untuk perekrutan, penyeleksian dan pengembangan sumber daya manusia. Juga informasi tersebut dapat menjadi dasar untuk menentukan kemampuan tambahan yang diperlukan tenaga kerja masa mendatang yang mungkin belum diperlukan pada saat ini
Komponen Inventarisasi Kemampuan Organisasi sering kali terdiri dari:
1)Demografi tenaga kerja secara individu (umur, masa kerja di organisasi, masa kerja pada jenis tugas yang sekarang).
2)Kemajuan karier secara individu penanggung tugas, waktu yang diperlukan untuk setiap jenis tugas, promosi atau perbahan ke tugas lain, tingkat upah).
3)Data kinerja secara individu ( penyerlesaian pekerjaan, perkembangan pada keahliannya)
Ketiga informasi diatas dapat diperluas meliputi:
1)Pendidikan dan pelatihan
2)Mobilitas dan letak geografis yang diinginkan
3)Bakat, kemampuan dan keinginan yang spesifik
4)Bidang yang diminati dan tingkat promosi didalam perusahaan
5)Tingkat kemampuan untuk promosi
6)Pensiun yang diharapkan

Informasi yang telah diperoleh dari hasil Audit SDM dan inventarisasi kemampuan organisasi SDM diatas lalu dikonversikan ke dalam Sistem Informasi SDM (SISDM). SISDM adalah sistem integrasi yang dirancang untuk menyediakan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan SDM.
a. Tujuan SISDM
Meningkatkan efisiensi data tenaga kerja dimana SDM dikumpulkan
Lebih Strategis dan berhubungan dengan perencanaan SDM.

b. Kegunaan SISDM
SISDM mempunyai banyak kegunaan dalam suatu organisasi. Yang paling dasar adalah otomatisasi dari pembayaran upah dan kegaiatan benefit. Dengan SISDM , pencatatan waktu tenaga kerja dimasukan kedalam system, dan dimodifikasi disesuaikan pada setiap individual. Kegunaan umum yang lain dari SISDM adalah kesetaraan kesempatan bekerja.

Untuk merancang SISDM yang efektif, para ahli menyarankan untuk menilainya dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai data yang akan diperlukan seperti:
a. Informasi apa yang tersedia, dan informasi apa yang dibutuhkan tentang orang-orang dalam organisasi?
b. Untuk tujuan apa informasi tersebut akan diberikan?
c. Pada format yang bagaimana seharusnya output untuk penyesuaian dengan data perusahaan lain?
d. Siapa yang membutuhkan informasi
e. Kapan dan seberapa seringnya informasi dibutuhkan?

Succesion Planning
Merupakan proses HR planner dan operating managers gunakan untuk mengkonversi informasi mengenai karyawan-karyawan yang ada sekarang kedalam keputusan-keputusan menyangkut “internal job placements” dimasa yang akan datang.

2. ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL
Analisis lingkungan merupakan proses penelitian terhadap lingkungan organisasi untuk menentukan kesempatan atau ancaman. Hasil analisis akan mempengaruhi rencana SDM karena setiap organisasi akan masuk pada pasar tenaga kerja yang sama yang memasok, juga perusahaan lain.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pasokan tenaga kerja antara lain:
Pengaruh pemerintah
Kondisi perekonomian
Masalah kependudukan dan persaingan
komposisi tenaga kerja dan pola kerja


D. SEBAB-SEBAB PERMINTAAN SDM
1. Faktor internal sebagai sebab permintaan SDM
Faktor internal adalah kondisi persiapan dan kesiapan SDM sebuah organisasi/perusahaan dalam melakukan operasional bisnis pada masa sekarang dan untuk mengantisipasi perkembangannya dimasa depan. Dengan kata lain faktor internal adalah alasan permintaan SDM, yang bersumber dari kekurangan SDM didalam organisasi/perusahaan yang melaksanakan bisnisnya, yang menyebabkan diperlukan penambahan jumlah SDM. Alasan ini terdiri dari:
a. Faktor Rencana Strategik dan rencana operasional
b. Faktor prediksi produk dan penjualan
c. Faktor pembiayaan (cost) SDM
d. Faktor pembukaan bisnis baru (pengembangan bisnis)
e. Faktor desain Organisasi dan Desain Pekerjaan
f. Faktor keterbukaan dan keikutsertaan manajer

2. Faktor eksternal sebagai sebab permintaan SDM
Faktor eksternal adalah kondisi lingkungan bisnis yang berada diluar kendali perusahaan yang berpengaruh pada rencana strategic dan rencana operasional, sehingga langsung atau tidak langsung berpengaruh pada perencanaan SDM. Faktor eksternal tersebut pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai sebab atau alasan permintaan SDM dilingkungan sebuah organisasi/perusahaan. Sebab atau alasan terdiri dari:
a. Faktor Ekonomi Nasional dan Internasional (Global)
b. Faktor Sosial, Politik dan Hukum
c. Faktor Teknologi
d. Faktor Pasar Tenaga Kerja dan Pesaing

3. Faktor Ketenagakerjaan
Faktor ini adalah kondisi tenaga kerja (SDM) yang dimiliki perusahaan sekarang dan prediksinya dimasa depan yang berpengaruh pada permintaan tenaga kerja baru. Kondisi tersebut dapat diketahui dari hasil audit SDM dan Sistem Informasi SDM (SISDM) sebagai bagian dari Sistem Informasi manajemen (SIM) sebuah organisasi/perusahaan. Beberapa dari faktor ini adalah:
a. Jumlah, waktu dan kualifikasi SDM yang pensiun, yang harus dimasukan dalam prediksi kebutuhan SDM sebagai pekerjaan/jabatan kosong yang harus dicari penggantinya.
b. Prediksi jumlah dan kualifikasi SDM yang akan berhenti/keluar dan PHK sesuai dengan Kesepakatan Kerja Bersama(KKB) atau kontrak kerja, yang harud diprediksi calon penggantinya untuk mengisi kekosongan pada waktu yang tepat, baik yang bersumber internal maupun eksternal.
c. Prediksi yang meninggal dunia

Pada akhirnya dari seluruh penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa PSDM sangat penting untuk dilakukan karena memungkinkan HRD menempatkan Staf yang tepat pada saat yang tepat.
»»  Selanjutnya...

Sabtu, 14 November 2009

TYPE KARYAWAN

Karyawan, pekerja, buruh maupun istilah lainnya disuatu organisasi atau perusahaan memiliki karakteristik sendiri-sendiri, hal ini sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang memiliki kelebihan akal dan pikiran dibandingkan dengan mahluk lainnya yang diciptakan Allah.

Secara umum (dari berbagai sumber), ada lima jenis type sebagai berikut:

TIPE PERTAMA:
Karyawan WAJIB. Keberadaan/kehadirannya di perusahaan sangat dibutuhkan, jika karyawan itu ada perusahaan merasa untung, jika karyawan itu tidak ada maka perusahaan merasa dirugikan.
Ciri-ciri karyawan tipe ini:
1. Selalu punya insiatif tindakan untuk mendukung bidang pekerjaannya dan memiliki pengaruh terhadap divisi yang lain dalam perusahaan tersebut.
2. Selalu berpikir global dan melaksanakan sesuai dengan kewenangannya.
3. Selalu belajar dan meningkatkan kualitas diri untuk mendukung kinerja.
4. Memberikan ide-ide dan pemikiran-pemikiran baru dan segar bagi kemajuan perusahaan.
5. Bekerja dengan cerdas dan bisa menempatkan segala sesuatunya di tempatnya.

Karyawan type ini merupakan keryawan yang sangat ideal dan dibutuhkan oleh perusahaan.

TIPE KEDUA:
Karyawan SUNNAH. Jika karyawan ada, perusahaan merasa diuntungkan, jika karyawan itu tidak ada perusahaan biasa saja dan tidak dirugikan.
Ciri-ciri tipe ini:
1. Karyawan tipe ini bekerja dengan baik dan menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan tepat waktu.
2. Bersedia untuk melakukan pekerjaan yang lain apabila diperintah oleh atasannya dengan senang hati (tidak merasa terpaksa)

Karyawan type ini masih ideal bagi perusahaan, karena masih mau melaksanakan pekerjaan dengan baik.

TIPE KETIGA
Karyawan MUBAH. Kehadiran maupun ketidak hadiran karyawan diperusahaan tidak memberikan dampak yang berarti bagi perusahaan (perusahaan tidak merasa diuntungkan maupun dirugikan.
Ciri-ciri:
1. Tipe ini adalah karyawan text book.
2. Tipe ini juga tipe Yes Sir!
3. Karyawan ini adalah karyawan entah karena kemampuannya atau karena mentality-nya tidak mau berubah menjadi lebih baik.

Karyawan tipe ini biasa saja, bagi perusahaan perlu ditingkatkan (diberi tambahan diklat) agar pengetahuan dan wawasan serta ketrampilannya meningkat. Bagi karyawan itu sendiri perlu melakukan ointerospeksi dan menggali potensi yang dimilikinya jika menginginkan tetap berada dan bekerja di perusahaan tersebut.

TIPE KE EMPAT:
Karyawan MAKRUH. Keberadaan karyawan di perusahaan dianggap biasa saja dan perusahaan akan lebi merasa diuntungkan jika karyawan tersebut tidak ada.
Ciri-ciri:
1. Sering ceroboh melakukan pekerjaannya, meskipun tidak sampai mengakibatkan kerusakan fatal atau merugikan perusahaan.
2. Sering lalai dalam menjalankan tugas-tugas meski tidak seluruhnya ada aja hal-hal yang terabaikan.
3. Sering ijin tidak masuk karena berbagai keperluan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaannya.
4. Sering meremehkan hal-hal kecil yang bisa mengakibatkan kemunduran kinerja dia sendiri

Karyawan tipe ini memerlukan perhatian lebih dan ekstra dari supervisornya. Kesempatan untuk meningkatkan jenjang karier bagi karyawan tipe ini sangat sulit selama karyawan tersebut tidak melakukan perubahan dari dalam dirinya sendiri untuk menjadi lebih baik.


TIPE KE LIMA
Karyawan HARAM. Maksudnya keberadaan atau kehadiran karyawan itu diperusahaan dirasa sangat merugikan dan sebaliknya, perusahaan merasa senang atau diuntungkan jika karyawan tersebut tidak ada.
Ciri-ciri:
1. Selalu mengeluh dalam segala hal.
2. Tidak ada rasa bertanggungjawab terhadap pekerjaannya maupun aktivitasnya.
3. Selalu menganggap remeh atasannya bakan cenderung menyalahkannya.
4. Selalu bermasalah dengan rekan karyawan yang lain maupun dengan atasannya.
5. Melakukan tindakan yang membahayakan perusahaan.

Karyawan tipe ini perlu mendapatkan erhatian super ekstra dari perusahaan, bahkan perusahaan dapat melakukan PHK. Bagi karyawan, jika ingin tetap bekerja di perusahaan itu, maka harus mengubah diri dan segera menyesuaikan dengan kondisi dan tuntutan perusahaan.

Jika Anda seorang karyawan di suatu perusahaan, masuk kategori yang manakah menurut perkiraan Anda sendiri?
Karyawan, pekerja, buruh maupun istilah lainnya disuatu organisasi atau perusahaan memiliki karakteristik sendiri-sendiri, hal ini sesuai dengan kodratnya sebagai manusia yang memiliki kelebihan akal dan pikiran dibandingkan dengan mahluk lainnya yang diciptakan Allah.

Secara umum (dari berbagai sumber), ada lima jenis type sebagai berikut:

TIPE PERTAMA:
Karyawan WAJIB. Keberadaan/kehadirannya di perusahaan sangat dibutuhkan, jika karyawan itu ada perusahaan merasa untung, jika karyawan itu tidak ada maka perusahaan merasa dirugikan.
Ciri-ciri karyawan tipe ini:
1. Selalu punya insiatif tindakan untuk mendukung bidang pekerjaannya dan memiliki pengaruh terhadap divisi yang lain dalam perusahaan tersebut.
2. Selalu berpikir global dan melaksanakan sesuai dengan kewenangannya.
3. Selalu belajar dan meningkatkan kualitas diri untuk mendukung kinerja.
4. Memberikan ide-ide dan pemikiran-pemikiran baru dan segar bagi kemajuan perusahaan.
5. Bekerja dengan cerdas dan bisa menempatkan segala sesuatunya di tempatnya.

Karyawan type ini merupakan keryawan yang sangat ideal dan dibutuhkan oleh perusahaan.

TIPE KEDUA:
Karyawan SUNNAH. Jika karyawan ada, perusahaan merasa diuntungkan, jika karyawan itu tidak ada perusahaan biasa saja dan tidak dirugikan.
Ciri-ciri tipe ini:
1. Karyawan tipe ini bekerja dengan baik dan menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan tepat waktu.
2. Bersedia untuk melakukan pekerjaan yang lain apabila diperintah oleh atasannya dengan senang hati (tidak merasa terpaksa)

Karyawan type ini masih ideal bagi perusahaan, karena masih mau melaksanakan pekerjaan dengan baik.

TIPE KETIGA
Karyawan MUBAH. Kehadiran maupun ketidak hadiran karyawan diperusahaan tidak memberikan dampak yang berarti bagi perusahaan (perusahaan tidak merasa diuntungkan maupun dirugikan.
Ciri-ciri:
1. Tipe ini adalah karyawan text book.
2. Tipe ini juga tipe Yes Sir!
3. Karyawan ini adalah karyawan entah karena kemampuannya atau karena mentality-nya tidak mau berubah menjadi lebih baik.

Karyawan tipe ini biasa saja, bagi perusahaan perlu ditingkatkan (diberi tambahan diklat) agar pengetahuan dan wawasan serta ketrampilannya meningkat. Bagi karyawan itu sendiri perlu melakukan ointerospeksi dan menggali potensi yang dimilikinya jika menginginkan tetap berada dan bekerja di perusahaan tersebut.

TIPE KE EMPAT:
Karyawan MAKRUH. Keberadaan karyawan di perusahaan dianggap biasa saja dan perusahaan akan lebi merasa diuntungkan jika karyawan tersebut tidak ada.
Ciri-ciri:
1. Sering ceroboh melakukan pekerjaannya, meskipun tidak sampai mengakibatkan kerusakan fatal atau merugikan perusahaan.
2. Sering lalai dalam menjalankan tugas-tugas meski tidak seluruhnya ada aja hal-hal yang terabaikan.
3. Sering ijin tidak masuk karena berbagai keperluan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaannya.
4. Sering meremehkan hal-hal kecil yang bisa mengakibatkan kemunduran kinerja dia sendiri

Karyawan tipe ini memerlukan perhatian lebih dan ekstra dari supervisornya. Kesempatan untuk meningkatkan jenjang karier bagi karyawan tipe ini sangat sulit selama karyawan tersebut tidak melakukan perubahan dari dalam dirinya sendiri untuk menjadi lebih baik.


TIPE KE LIMA
Karyawan HARAM. Maksudnya keberadaan atau kehadiran karyawan itu diperusahaan dirasa sangat merugikan dan sebaliknya, perusahaan merasa senang atau diuntungkan jika karyawan tersebut tidak ada.
Ciri-ciri:
1. Selalu mengeluh dalam segala hal.
2. Tidak ada rasa bertanggungjawab terhadap pekerjaannya maupun aktivitasnya.
3. Selalu menganggap remeh atasannya bakan cenderung menyalahkannya.
4. Selalu bermasalah dengan rekan karyawan yang lain maupun dengan atasannya.
5. Melakukan tindakan yang membahayakan perusahaan.

Karyawan tipe ini perlu mendapatkan erhatian super ekstra dari perusahaan, bahkan perusahaan dapat melakukan PHK. Bagi karyawan, jika ingin tetap bekerja di perusahaan itu, maka harus mengubah diri dan segera menyesuaikan dengan kondisi dan tuntutan perusahaan.

Jika Anda seorang karyawan di suatu perusahaan, masuk kategori yang manakah menurut perkiraan Anda sendiri?
»»  Selanjutnya...

latihan, latihan dan latihan

Nabi Muhammad saw dalam sebuah hadits nya menyampaikan, "Barang siapa yang ingin memperoleh kebahagiaan di dunia, maka raihlah dengan ilmu, barang siapa menginginkan bahagia di akherat, raihlah dengan ilmu dan barang siapa menginginkan bahagia di dunia dan akherat, maka raihlah dengan ilmu".

Dari sebuah hadits tersebut, jika kita renungkan, kita pelajari dan kita kaji, segala sesuatu hanya bisa dilakukan dan akan memperoleh hasilnya jika kita mengetahui dan mempelajari ilmunya. Ilmu sangat lah luas dan tidak mungkin akan habis. Semakin kita mempelajari suatu ilmu, maka semakin banyaklah ketidak tahuan kita akan ilmu tersebut. Hal ini tidak berarti menjadi penghalang bagi kita untuk tidak mempelajari ilmu, tetapi justru semakin mendorong kita agar mau lebih banyak mempelajari ilmu. Dalam hadits lainnya, nabi menyampaikan
1. "menuntut ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan". Sebagai muslim, kita harus melaksanakan kewajiban tersebut sebagaimana kita melaksanakan perintah Allah yang wajib hukumnya, yakni mendirikan sholat dll. Untuk mendirikan sholat yang baik yang bisa diterima oleh Allah swt, maka kita harus mempelajarinya dengan baik, kita harus menguasai ilmu yang sesuai agar bisa mendirikan sholat sebagaimana yang diajarkan oleh nabi saw.
2. "Tuntutlah ilmu dari sejak dilahirkan (dalam buaian ibu) hingga masuk liang kubur (meninggal dunia)". Dalam istilah saat ini dikenal dengan long life education, belajar sepanjang hayat, karena pada kenyataannya, setiap saat kita memperoleh pelajaran tanpa kita sadari dari lingkungan kita masing-masing. Kita bisa belajar dengan keluarga, alam, tetangga, teman-teman, sejarah bahkan tumbuhan dan hewan yang ada disekitar kita.
3."Tuntutlah ilmu walaupun sampai di negeri Cina". Makna yang terkandung bukan hanya secara tekstual, tetapi lebih mengarah kepada dunia yang lebih luas. Kita tidak perlu takut untuk mencari ilmu walaupun harus meninggalkan kampung halaman, menyeberang pulau, mengarungi samudra, antar benua bahkan ke planet lain jika memungkinkan kita datangi.

Untuk mencapai kebahagiaan di dunia, orang tua tidak perlu memberikan warisan harta benda yang melimpah keada anak-anaknya, karena harta benda yang ada jika digunakan makin lama makin berkurang bahkan lama kelamaan akan habis. Tapi jika orang tua memberikan warisan ilmu, maka ilmu itu jika digunakan makin lama makin bertambah (berlawanan dengan harta benda).
Nabi Muhammad saw dalam sebuah hadits nya menyampaikan, "Barang siapa yang ingin memperoleh kebahagiaan di dunia, maka raihlah dengan ilmu, barang siapa menginginkan bahagia di akherat, raihlah dengan ilmu dan barang siapa menginginkan bahagia di dunia dan akherat, maka raihlah dengan ilmu".

Dari sebuah hadits tersebut, jika kita renungkan, kita pelajari dan kita kaji, segala sesuatu hanya bisa dilakukan dan akan memperoleh hasilnya jika kita mengetahui dan mempelajari ilmunya. Ilmu sangat lah luas dan tidak mungkin akan habis. Semakin kita mempelajari suatu ilmu, maka semakin banyaklah ketidak tahuan kita akan ilmu tersebut. Hal ini tidak berarti menjadi penghalang bagi kita untuk tidak mempelajari ilmu, tetapi justru semakin mendorong kita agar mau lebih banyak mempelajari ilmu. Dalam hadits lainnya, nabi menyampaikan
1. "menuntut ilmu adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan". Sebagai muslim, kita harus melaksanakan kewajiban tersebut sebagaimana kita melaksanakan perintah Allah yang wajib hukumnya, yakni mendirikan sholat dll. Untuk mendirikan sholat yang baik yang bisa diterima oleh Allah swt, maka kita harus mempelajarinya dengan baik, kita harus menguasai ilmu yang sesuai agar bisa mendirikan sholat sebagaimana yang diajarkan oleh nabi saw.
2. "Tuntutlah ilmu dari sejak dilahirkan (dalam buaian ibu) hingga masuk liang kubur (meninggal dunia)". Dalam istilah saat ini dikenal dengan long life education, belajar sepanjang hayat, karena pada kenyataannya, setiap saat kita memperoleh pelajaran tanpa kita sadari dari lingkungan kita masing-masing. Kita bisa belajar dengan keluarga, alam, tetangga, teman-teman, sejarah bahkan tumbuhan dan hewan yang ada disekitar kita.
3."Tuntutlah ilmu walaupun sampai di negeri Cina". Makna yang terkandung bukan hanya secara tekstual, tetapi lebih mengarah kepada dunia yang lebih luas. Kita tidak perlu takut untuk mencari ilmu walaupun harus meninggalkan kampung halaman, menyeberang pulau, mengarungi samudra, antar benua bahkan ke planet lain jika memungkinkan kita datangi.

Untuk mencapai kebahagiaan di dunia, orang tua tidak perlu memberikan warisan harta benda yang melimpah keada anak-anaknya, karena harta benda yang ada jika digunakan makin lama makin berkurang bahkan lama kelamaan akan habis. Tapi jika orang tua memberikan warisan ilmu, maka ilmu itu jika digunakan makin lama makin bertambah (berlawanan dengan harta benda).
»»  Selanjutnya...

Rabu, 11 November 2009

NUSA KAMBANGAN (2)



Ini sebagian foto perjalanan menuju Nusa kambangan dan di dalamnya. Kalo mau foto lebih banyak ambil sendiri aja ya ..........



Ini sebagian foto perjalanan menuju Nusa kambangan dan di dalamnya. Kalo mau foto lebih banyak ambil sendiri aja ya ..........

»»  Selanjutnya...

NUSA KAMBANGAN

Jaman dulu, sampai dengan tahun 200an awal, kita semua mengenal pulau Nusa Kambangan sebagai kawasan hotel prodeo (penjara) bagi para penjahat kelas kakap. akhir-akhir ini, nama Nusa kambangan semakin harum setelah beberapa napi yang disebut teroris menghuni kompleks tersebut dan sebagian dieksekusi di pulau tersebut.

Di kawasan yang sama, tapi beda ujung (bagian), ternyata terdapat beberapa area yang masuk kategori sejarah bagi perjuangan bangsa ini. Sayangnya belum terawat dan menurut warga yang ada disekitar wilayah itu (sekitar Te;uk Penyu), banyak benda yang akhirnya hilang dari lokasinya, padahal benda tersebut sangat berat (tempat untuk memutar meriam). Hamparan pasir putih di pantai (walaupun pantainya tidak sebersih kawasan Bali dan lainnya) dan suasana hutan yang masih semi asli (sebagian sudah diganti dengan tanaman kebun) dan suara hewan khas hutan akan mengiringi langkah kita menjelajahi kawasan tersebut.

Untuk menuju kawasan ini, kita tinggal naik angkutan umum setelah sampai Teluk Penyu, yakni ANGKUTAN ANTAR PULAU DALAM PROPINSI, berbentuk perahu kecil dengan penyeimbang mirip sayap dikanan dan kirinya. penyeberangan tidak lama, sekitar 10an menit, tergantung kecepatan mesin perahunya. Kawasan wisata ini tentunya terpisah dengan kawasan hotel prodeo bagi para penjahat, walaupun masih dalam satu pulau.

Pembukaan kawasan Nusa kambangan ini belum lama, mungkin sekitar 3 (tiga) tahun yang lalu, sehingga belum banyak yang diubah (ditata) dengan baik. Bahkan pengelolanya pun masih warga yang membuat paguyuban peduli Nusa kambangan. Semoga pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap maupun instansi terkait lainnya segera melakukan pembenahan, sehingga aset Nusa kambangan bisa sgera dijual.
Jaman dulu, sampai dengan tahun 200an awal, kita semua mengenal pulau Nusa Kambangan sebagai kawasan hotel prodeo (penjara) bagi para penjahat kelas kakap. akhir-akhir ini, nama Nusa kambangan semakin harum setelah beberapa napi yang disebut teroris menghuni kompleks tersebut dan sebagian dieksekusi di pulau tersebut.

Di kawasan yang sama, tapi beda ujung (bagian), ternyata terdapat beberapa area yang masuk kategori sejarah bagi perjuangan bangsa ini. Sayangnya belum terawat dan menurut warga yang ada disekitar wilayah itu (sekitar Te;uk Penyu), banyak benda yang akhirnya hilang dari lokasinya, padahal benda tersebut sangat berat (tempat untuk memutar meriam). Hamparan pasir putih di pantai (walaupun pantainya tidak sebersih kawasan Bali dan lainnya) dan suasana hutan yang masih semi asli (sebagian sudah diganti dengan tanaman kebun) dan suara hewan khas hutan akan mengiringi langkah kita menjelajahi kawasan tersebut.

Untuk menuju kawasan ini, kita tinggal naik angkutan umum setelah sampai Teluk Penyu, yakni ANGKUTAN ANTAR PULAU DALAM PROPINSI, berbentuk perahu kecil dengan penyeimbang mirip sayap dikanan dan kirinya. penyeberangan tidak lama, sekitar 10an menit, tergantung kecepatan mesin perahunya. Kawasan wisata ini tentunya terpisah dengan kawasan hotel prodeo bagi para penjahat, walaupun masih dalam satu pulau.

Pembukaan kawasan Nusa kambangan ini belum lama, mungkin sekitar 3 (tiga) tahun yang lalu, sehingga belum banyak yang diubah (ditata) dengan baik. Bahkan pengelolanya pun masih warga yang membuat paguyuban peduli Nusa kambangan. Semoga pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap maupun instansi terkait lainnya segera melakukan pembenahan, sehingga aset Nusa kambangan bisa sgera dijual.
»»  Selanjutnya...

Selasa, 10 November 2009

Pengertian MSDM/Manajemen Personalia

Manajemen Sumber Daya Manusia adalah penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program-program yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia disuatu organisasi. SDM yang berkualitas mutlak diperlukan suatu organisasi dalam upaya mencapai tujuannya. Untuk itu harus dikelola dengan sebaik-baiknya agar tercipta suasana kerja dan budaya kerja yang baik.
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan pada unsur sumber daya manusia. Untuk mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang kinerjanya memuaskan maka hal ini menjadi tugas dari manajemen sumber daya manusia. Secara umum manajemen sumber daya manusia memiliki fungsi yang diantaranya adalah fungsi manajerial, fungsi operasional dan fungsi upaya pencapaian tujuan organisasi.
Husain umar (2005) memberikan definisi sumber daya manusia, yaitu sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. Manajemen sumber daya manusia merupakan bidang strategis dari organisasi, manajemen sumber daya manusia harus dipandang sebagai perluasan dari pandangan tradisional untuk mengelola orang secara efektif dan untuk itu membutuhkan pengetahuan tentang perilaku manusia dan kemampuan untuk mengelolanya. Oleh sebab itu wajarlah apabila penyusunan strategi sumber daya manusia harus relevan terhadap penyusunan strategi bisnis. Untuk dapat menyusun strategi sumber daya manusia yang baik dibutuhkan tenaga sumber daya manusia yang berkualitas dan berkompetensi tinggi (Setyawan, 2002:3).
Dalam paradigma lama, peran divisi sumber daya manusia sekedar pelengkap maka dalam paradigma baru divisi sumber daya manusia sudah memiliki peran strategis. Artinya divisi sumber daya manusia memiliki kontribusi dalam menentukan masa depan organisasi melalui orientasi fungsional bukan lagi pada pengawasan, pengarahan dan pengendalian saja tetapi sudah pada pengembangan, kreativitas, fleksibilitas dan manajemen proaktif (Setyawan, 2002:9).
Tiga prinsip utama dalam pengelolaan sumber daya manusia yang efektif dan efisien dalam sebuah organisasi adalah:
1. Pengelolaan dengan orientasi pada pelayanan.
2. Pengelolaan yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada sumber daya manusia untuk berperan aktif dalam perusahaan.
3. Pengelolaan yang mampu menumbuhkembangkan jiwa intrapreeunership dalam setiap individu.
Selanjutnya dijelaskan bidang pekerjaan dalam manajemen sumber daya manusia, pertama, perencanaan sumber daya manusia meliputi perencanaan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia serta job design. Kedua, perolehan dan penempatan sumber daya manusia yang meliputi rekrutmen, seleksi dan penempatan. Ketiga, pengembangan sumber daya manusia yang meliputi pengembangan karier dan kemampuan kerja (Sutjipto, 2002:25).
Tanjung (2002:51) mengatakan, perencanaan sumber daya manusia merupakan proses manajemen dalam menentukan pergerakan sumber daya manusia organisasi dari posisi yang diinginkan di masa depan, sedangkan strategi sumber daya manusia adalah seperangkat proses-proses dan aktivitas yang dilakukan bersama oleh manajer sumber daya manusia dan manajer lini untuk menyelesaikan masalah bisnis yang terkait dengan manusia.
Salah satu dimensi kegiatan perusahaan yang memerlukan pendekatan baru di dalam pengelolaannya adalah sumber daya manusia. Pandangan lama tentang sumber daya manusi harus ditinggalkan dan diganti dengan pandangan baru. Pandangan lama melihat sumber daya manusia bukan dalam kedudukan yang vital, sedangkan pandangan baru melihat sumber daya manusia sebagai sesuatu aspek vital dalam perusahaan (Ancok, 2002:139).
Arti penting manajemen sumber daya manusia pada dekade yang akan datang mendorong kita untuk mencari solusi yang telah terbukti efektivitasnya ketimbang bereksperimen dengan ide-ide baru yang belum jelas dan teruji. Beberapa organisasi di negara maju telah menunjukkan keberhasilan dengan menggunakan praktek pengelolaan SDM yang efektif melalui cara-cara peningkatan ketrampilan dan keahlian sumber daya manusia organisasi tersebut. Praktek pengelolaan sumber daya manusia tersebut menunjukkan bahwa dunia kerja masa kini dan yang akan datang telah mengalami perubahan. Peran sumber daya manusia dalam organisasi mempunyai arti yang sama pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri, sehingga interaksi antara organisasi dan sumber daya manusia menjadi fokus perhatian para manajer. Oleh sebab itu nilai-nilai baru yang sesuai dengan tuntutan lingkungan organisasi perlu di perkenalkan dan disosialisasikan kepada semua individu di dalam organissi (Darma, 2002:106).
Istilah personalia, personnel atau kepegawaian mengandung arti keseluruhan orang-orang yang bekerja pada suatu organisasi. Dengan demikian Manajemen Personalia adalah manajemen yang menitikberatkan perhatiannya kepada soal-soal pegawai atau personalia di dalam suatu organisasi.
Menurut Manullang (2001:7), Manajemen Personalia adalah seni dan ilmu memperoleh, memajukan dan memanfaatkan tenaga kerja sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat direalisir secara berdaya guna dan berhasil guna dan adanya kegairahan kerja dari para tenaga kerja. Sedangkan menurut Ranupandojo dan Husnan (1990:5), definisi Manajemen Personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dari pengadaaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian tenaga kerja dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat.
Setiap manajer dalam perusahaan mempunyai fungsi atau tanggung jawab mengenai personalia di lingkungan masing-masing. Perlu adanya kesepakatan, bahwa di dalam sesuatu perusahaan Unit Personalia (Departemen~Divisi atau Seksi Personalia) berperan memberi layanan atau bantuan di bidang personalia kepada setiap manajer di dalam perusahaan. Ia adalah orang yang dianggap ahli tentang fungsi personalia dan dapat memberi bantuan kepada masing-masing manajer di dalam perusahaan. Unit Personalia, berstatus sebagai tenaga staff, ia sering disebut a specialized staff. Sebagai a specialized staff maka Unit Personalia, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Manullang, 2001:20):
1. Ia terbatas dalam pemberian nasihat dan bantuan dan tidak mempunyai kekuasaan terhadap elemen-elemen lain di dalam organisasi.
2. Nasihat dan bantuan yang diberikan ditujukan kepada seluruh bagian.
3. Ia memberikan nasihat dan bantuan khusus di bidang personalia.
Manajer personalia adalah penasihat pucuk pimpinan dan pembantu manajer-manajer lain dalam melaksanakan fungsi personalia. Demikian juga tugas Unit Personalia dalam keseluruhan adalah memberi nasihat dan memberikan bantuan dalam bidang personalia.
Tugas Unit Personalia dalam perusahaan adalah memberikan nasihat kepada pucuk pimpinan dan memberikan bantuan kepada manajer yakni dalam memperoleh, memajukan dan memanfaatkan pegawai. Secara lebih terperinci tugas-tugas itu dibagi-bagi sebagai berikut (Manullang, 2001:22):
1. Procuring atau memperoleh
a. Membuat anggaran tenaga kerja
b. Menarik tenaga kerja
c. Membuat job analisys, job description, dan job specification
d. Menetapkan dan menghubungi sumber-sumber tenaga kerja
e. Mengadakan seleksi terhadap calon tenaga kerja
2. Developing atau mengembangkan
a. Melatih dan mendidik tenaga kerja
b. Mempromosikan dan memindahkan tenaga kerja
c. Mengadakan penilaian kecakapan tenaga kerja
3. Maintaining atau memanfaatkan
a. Memberhentikan tenaga kerja
b. Memensiunkan tenaga kerja
c. Memberi kompensasi
d. Mengurus kesejahteraan pegawai.
Manajemen Sumber Daya Manusia adalah penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program-program yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia disuatu organisasi. SDM yang berkualitas mutlak diperlukan suatu organisasi dalam upaya mencapai tujuannya. Untuk itu harus dikelola dengan sebaik-baiknya agar tercipta suasana kerja dan budaya kerja yang baik.
Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan bagian dari manajemen keorganisasian yang memfokuskan pada unsur sumber daya manusia. Untuk mengelola unsur manusia secara baik agar diperoleh tenaga kerja yang kinerjanya memuaskan maka hal ini menjadi tugas dari manajemen sumber daya manusia. Secara umum manajemen sumber daya manusia memiliki fungsi yang diantaranya adalah fungsi manajerial, fungsi operasional dan fungsi upaya pencapaian tujuan organisasi.
Husain umar (2005) memberikan definisi sumber daya manusia, yaitu sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. Manajemen sumber daya manusia merupakan bidang strategis dari organisasi, manajemen sumber daya manusia harus dipandang sebagai perluasan dari pandangan tradisional untuk mengelola orang secara efektif dan untuk itu membutuhkan pengetahuan tentang perilaku manusia dan kemampuan untuk mengelolanya. Oleh sebab itu wajarlah apabila penyusunan strategi sumber daya manusia harus relevan terhadap penyusunan strategi bisnis. Untuk dapat menyusun strategi sumber daya manusia yang baik dibutuhkan tenaga sumber daya manusia yang berkualitas dan berkompetensi tinggi (Setyawan, 2002:3).
Dalam paradigma lama, peran divisi sumber daya manusia sekedar pelengkap maka dalam paradigma baru divisi sumber daya manusia sudah memiliki peran strategis. Artinya divisi sumber daya manusia memiliki kontribusi dalam menentukan masa depan organisasi melalui orientasi fungsional bukan lagi pada pengawasan, pengarahan dan pengendalian saja tetapi sudah pada pengembangan, kreativitas, fleksibilitas dan manajemen proaktif (Setyawan, 2002:9).
Tiga prinsip utama dalam pengelolaan sumber daya manusia yang efektif dan efisien dalam sebuah organisasi adalah:
1. Pengelolaan dengan orientasi pada pelayanan.
2. Pengelolaan yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada sumber daya manusia untuk berperan aktif dalam perusahaan.
3. Pengelolaan yang mampu menumbuhkembangkan jiwa intrapreeunership dalam setiap individu.
Selanjutnya dijelaskan bidang pekerjaan dalam manajemen sumber daya manusia, pertama, perencanaan sumber daya manusia meliputi perencanaan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia serta job design. Kedua, perolehan dan penempatan sumber daya manusia yang meliputi rekrutmen, seleksi dan penempatan. Ketiga, pengembangan sumber daya manusia yang meliputi pengembangan karier dan kemampuan kerja (Sutjipto, 2002:25).
Tanjung (2002:51) mengatakan, perencanaan sumber daya manusia merupakan proses manajemen dalam menentukan pergerakan sumber daya manusia organisasi dari posisi yang diinginkan di masa depan, sedangkan strategi sumber daya manusia adalah seperangkat proses-proses dan aktivitas yang dilakukan bersama oleh manajer sumber daya manusia dan manajer lini untuk menyelesaikan masalah bisnis yang terkait dengan manusia.
Salah satu dimensi kegiatan perusahaan yang memerlukan pendekatan baru di dalam pengelolaannya adalah sumber daya manusia. Pandangan lama tentang sumber daya manusi harus ditinggalkan dan diganti dengan pandangan baru. Pandangan lama melihat sumber daya manusia bukan dalam kedudukan yang vital, sedangkan pandangan baru melihat sumber daya manusia sebagai sesuatu aspek vital dalam perusahaan (Ancok, 2002:139).
Arti penting manajemen sumber daya manusia pada dekade yang akan datang mendorong kita untuk mencari solusi yang telah terbukti efektivitasnya ketimbang bereksperimen dengan ide-ide baru yang belum jelas dan teruji. Beberapa organisasi di negara maju telah menunjukkan keberhasilan dengan menggunakan praktek pengelolaan SDM yang efektif melalui cara-cara peningkatan ketrampilan dan keahlian sumber daya manusia organisasi tersebut. Praktek pengelolaan sumber daya manusia tersebut menunjukkan bahwa dunia kerja masa kini dan yang akan datang telah mengalami perubahan. Peran sumber daya manusia dalam organisasi mempunyai arti yang sama pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri, sehingga interaksi antara organisasi dan sumber daya manusia menjadi fokus perhatian para manajer. Oleh sebab itu nilai-nilai baru yang sesuai dengan tuntutan lingkungan organisasi perlu di perkenalkan dan disosialisasikan kepada semua individu di dalam organissi (Darma, 2002:106).
Istilah personalia, personnel atau kepegawaian mengandung arti keseluruhan orang-orang yang bekerja pada suatu organisasi. Dengan demikian Manajemen Personalia adalah manajemen yang menitikberatkan perhatiannya kepada soal-soal pegawai atau personalia di dalam suatu organisasi.
Menurut Manullang (2001:7), Manajemen Personalia adalah seni dan ilmu memperoleh, memajukan dan memanfaatkan tenaga kerja sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat direalisir secara berdaya guna dan berhasil guna dan adanya kegairahan kerja dari para tenaga kerja. Sedangkan menurut Ranupandojo dan Husnan (1990:5), definisi Manajemen Personalia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dari pengadaaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian tenaga kerja dengan maksud untuk membantu mencapai tujuan perusahaan, individu dan masyarakat.
Setiap manajer dalam perusahaan mempunyai fungsi atau tanggung jawab mengenai personalia di lingkungan masing-masing. Perlu adanya kesepakatan, bahwa di dalam sesuatu perusahaan Unit Personalia (Departemen~Divisi atau Seksi Personalia) berperan memberi layanan atau bantuan di bidang personalia kepada setiap manajer di dalam perusahaan. Ia adalah orang yang dianggap ahli tentang fungsi personalia dan dapat memberi bantuan kepada masing-masing manajer di dalam perusahaan. Unit Personalia, berstatus sebagai tenaga staff, ia sering disebut a specialized staff. Sebagai a specialized staff maka Unit Personalia, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Manullang, 2001:20):
1. Ia terbatas dalam pemberian nasihat dan bantuan dan tidak mempunyai kekuasaan terhadap elemen-elemen lain di dalam organisasi.
2. Nasihat dan bantuan yang diberikan ditujukan kepada seluruh bagian.
3. Ia memberikan nasihat dan bantuan khusus di bidang personalia.
Manajer personalia adalah penasihat pucuk pimpinan dan pembantu manajer-manajer lain dalam melaksanakan fungsi personalia. Demikian juga tugas Unit Personalia dalam keseluruhan adalah memberi nasihat dan memberikan bantuan dalam bidang personalia.
Tugas Unit Personalia dalam perusahaan adalah memberikan nasihat kepada pucuk pimpinan dan memberikan bantuan kepada manajer yakni dalam memperoleh, memajukan dan memanfaatkan pegawai. Secara lebih terperinci tugas-tugas itu dibagi-bagi sebagai berikut (Manullang, 2001:22):
1. Procuring atau memperoleh
a. Membuat anggaran tenaga kerja
b. Menarik tenaga kerja
c. Membuat job analisys, job description, dan job specification
d. Menetapkan dan menghubungi sumber-sumber tenaga kerja
e. Mengadakan seleksi terhadap calon tenaga kerja
2. Developing atau mengembangkan
a. Melatih dan mendidik tenaga kerja
b. Mempromosikan dan memindahkan tenaga kerja
c. Mengadakan penilaian kecakapan tenaga kerja
3. Maintaining atau memanfaatkan
a. Memberhentikan tenaga kerja
b. Memensiunkan tenaga kerja
c. Memberi kompensasi
d. Mengurus kesejahteraan pegawai.
»»  Selanjutnya...